Apa kabar bunda hari ini ? Semoga bunda sehat ya, seperti aku hari ini. Sehat dan sedang kangen masakan bunda.
Bun, aku ingat setiap hari yang kulakukan pertama saat pulang sekolah adalah mencarimu. Bertanya masakan apa yang kau buat hari itu. Itu dulu ya bun ? Sudah lama rasanya, apa bunda masih ingat ? Aku paling suka sayur bayam dan telur dadar, rasanya enak...........sekali, Bun. Apalagi kalau Bunda tambah tempe goreng, wah..........nikmat.
Bun, ingatkah bunda saat aku menangis ketika kakiku sakit setelah jatuh dari sepeda ? Setelah mengobati kakiku, bunda memeluk dan menghapus air mataku.
"Tak apa, Sayang. Sebentar lagi luka ini sembuh, kau bisa mencoba sepeda itu lagi."
Dan benar, Bun. Untuk menguasai sesuatu orang harus mencoba dan sesekali merasakan sakit.
Bun, terkadang aku tak mengerti terhadap caramu menyelesaikan masalah kami-anakmu. Mendudukan, itu yang sering kami sebut.
Ingatkah, Bunda ? Saat aku berkelahi dan ada tetangga yang melaporkan padamu ? Aku masih ingat, Bun.
Kau ajak akuĀ ke kamar.
"Mengapa kau pukul temanmu ?"
"Dia mengejekku, Bun. Katanya, aku tak pantas jadi temannya. Aku tak punya mainan sebagus miliknya. Aku juga tak mampu jajan seperti dia."
"Lalu kau pukul dia ?"
"Iya, aku kesal."
"Lalu selesaikah masalahmu ? Puaskah hatimu ? Atau lalu ia menjadi temanmu ?"
"Tidak, Bun."
"Sekarang apa yang kau rasakan ?"
"Kesal, Bun. Rasanya aku ingin marah."
"Jadi kau mengerti ? Pukulanmu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat hatimu penuh dengan amarah ?"
Dan aku menangis dalam pelukanmu.
Bun, aku rindu pelukanmu. Rindu kalimat-kalimat lembutmu yang menenangkan.
Bunda, rasanya kucukupkan surat ini disini dulu ya ? Lain waktu, aku akan menulis surat lagi untukmu. Boleh kan, Bun ?
Menulis apa yang aku rasakan, apa yang ingin aku ceritakan dan semua yang aku alami padamu. Agar lega hati ini, Agar terobati rinduku padamu.
Bunda, aku mencintaimu. Merindukanmu.
Salam sayangku,
Anakmu.