Daerah Jemur Wonosari ini merupakan perkampungan yang sangat ramai, mungkin karena letaknya berada di belakang IAIN Sunan Ampel Surabaya, jadi banyak kost - kost an berdiri. Kampung ini juga dikenal dengan nama Pabrik Kulit karena memang dulunya pernah berdiri Pabrik Kulit Sapi di dekat IAIN Sunan Ampel, selain itu kampung ini disebut juga dengan nama Kampung Wonocolo. Kampung Pabrik kulit selalu menjadi jalan alternatif dari Ahmad Yani ke arah Raya Jemursari ataun Margorejo sehingga kalau sudah jam pulang kerja kampung ini begitu ramai dan padat. Walaupun padat, namun tidak menyurutkan tradisi warga sekitar untuk menggelar bazar setiap sore menjelang Buka Puasa selama Ramadhan. Bazar satu bulan ini buka mulai jam 4 sore sampai menjelang Tarawih. Bazar digelar sepanjang kurang lebih 600 meter dan menutup jalan alternatif tersebut. Bazar ini menjual segala macam hidangan mulai dari yang ringan seperti gorengan, kue basah, jajan pasar, sampai ke makanan berat seperti lauk pauk, sayur mayur seperti sayur asem, sayur lodeh, dan segala jenis sayur. Bahkan ada juga yang menjual siomay, batagor, martabak, terang bulan, sate, dan banyak lagi. Minuman yang dijual tidak kalah meriah, seperti es oyen, es buah, es dawet, es kopyor, es campur, es cincau, dan banyak lagi.
Jangankan penjual makanan, penjual jilbab, mukena, dan aksesoris lainnya juga ada. Penjual mainan anak - anak pun tak pernah absen, jadi apa yang Anda cari semua tersedia di bazar ini. Sehingga jika selama satu bulan penuh kita tidak sempat masak untuk berbuka, cukup pergi saja ke bazar ini, dan tinggal tunjuk sana tunjuk sini hehehehe..... Saya sendiri kurang tau pasti, sejak kapan bazar ini berdiri, yang jelas selama 8 tahun saya tinggal di daerah Jemursari bazar ini sudah ada. Di luar Ramadhan, bazar ini juga tetap ada tapi hanya hadir setiap hari minggu pagi mulai dari jam 6 pagi sampai jam 10 pagi.
Ketika Malam takbiran, kampung ini juga ramai dengan iringan anak - anak kecil dari beberapa tempat pengajian di daerah tersebut yang membawa opor seraya bertakbir penuh keceriaan, tak jarang mereka bermain petasan hingga menjelang tengah malam, ada juga yang hanya bermain kembang api, sementara sisanya lebih memilih bertakbir di mesjid terdekatnya, suasana menjadi begitu sangat ramai layaknya pasar malam yang berpesta semalam suntuk. Namun kampung ini akan menjadi sangat sepi saat Hari idul Fitri tiba, maklum 60% penghuninya anak kost jadi kalau Idul Fitri tentu menjadi sangat sepi. Hanya ramai oleh penduduk yang dalam perjalanan berangkat dan pulang dari melaksanakan Ibadah Sholat Idul Fitri.
Setelah selesai melaksanakan Sholat Idul Fitri, kebiasaan warga kampung Wonocolo adalah bersalam - salaman satu sama lain, eitss.. tapi ini tidak hanya terjadi saat bertemu di jalan saja tapi juga di rumah - rumah penduduk. Setiap warga saling mengunjungi rumah satu sama lain ya.. walau hanya duduk 5 menit tetapi tetap saja mereka mampir. Bahkan bila mereka mengenal warga perumahan, mereka juga akan mengunjungi warga perumahan, sekali lagi walau hanya 5 menit. Warga kampung Wonocolo memang terkenal dekat satu sama lain atau istilah jawanya "Guyub". Namun karena sebagian warganya bukanlah warga asli Wonocolo atau Jemur Wonosari, maka setelah selesai silahturahmi ke para tetangga, mereka segera melanjutkan tradisi berikutnya yaitu mudik sekeluarga. Kalau yang tidak punya mobil, mereka memilih mudik menggunakan motor. Bahkan tetangga depan rumah, mudik ke Jombang yang menempuh 2 jam perjalanan dari Surabaya dengan menggunakan 1 motor berisi 4 orang, 1 Ayah, 1 Ibu dan 2 anak, wowww tapi itulah yang terjadi di hampir setiap Idul Fitri, sehingga tidak heran bila jalan ke arah keluar Surabaya begitu ramai dan macet saat Idul Fitri hari pertama. Itulah sedikit cerita tentang daerah dan nafas kehidupan yang telah menjadi kebiasaan di daerah Jemur Wonosari atau Wonocolo Surabaya, tempat dimana Ibu Khofifah Indar Parawansa menggunakan Hak Pilihnya sebagai Warga Negara yang baik ketika berlangsungnya Pemilihan Umum.