Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pahlawan Devisa?

4 Februari 2015   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:49 150 1
Menanggapi berita tentang iklan yang merendahkan TKI Indonesia di Malaysia rasanya kita sudah cukup muak dengan banyaknya masalah TKI yang dari dulu itu-itu saja. Setiap berita tentang Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri selalu membuat kita terganggu, miris, bahkan marah ketika mendengar maupun membacanya. Berita yang tersiar selalu saja seputar penyiksaan, hukuman mati, pemerkosaan, prostitusi, dan tentang TKI ilegal. Namun demikian, sebagian besar masyarakat tetap menganggap bahwa TKI adalah pahlawan devisa. Saya pribadi memiliki pandangan lain terhadap julukan pahlawan devisa bagi para TKI.

Jika kita menyebut mereka pahlawan devisa, maka sudah sewajarnya para TKI gugur dalam tugasnya. Seperti para pahlawan yang gugur di medan perang. Jika TKI adalah pahlawan devisa mereka, bukankah dihina, direndahkan, bahkan disiksa sampai nyawanya melayang adalah hal yang wajar karena seperti itulah pahlawan, rela mengorbankan diri demi negaranya. Di luar sana walaupun mereka menjadi budak, tetap saja orang kita menyebut mereka pahlawan.

Bukankah pahlawan selalu dikenang dan dibanggakan? Bukankah seharusnya kalau mereka itu pahlawan, maka negara akan memberikan sebuah penghargaan? Namun demikian apa yang didapatkan mereka bukanlah penghargaan. Ketika kembali ke Indonesia apa yang mereka dapat? Bahkan sebagian besar dari mereka tampaknya sudah terlalu lama meninggalkan tanah air. Dan yang lain secara paksa dideportasi atau dipulangkan karena terlibat perdagangan manusia.

Kontradiktif. Tetapi itulah yang terjadi sekarang ini. Selama kita masih menyebut mereka pahlawan devisa, maka mental kita pun masih mental babu. Dengan sebutan pahlwan devisa, seolah-olah menjadi TKI merupakan hal yang mulia. Padahal jika dipikirkan lagi, sebagian besar dari mereka tidak ada yang memilih untuk menjadi TKI. Hal ini mereka lakukan karena sudah tidak ada pilihan lagi, bahkan banyak yang terjebak dalam perdagangan manusia.

Sampai kapan kita menyebut para TKI sebagai pahlawan devisa? Layakkah kita memanggil mereka dengan sebutan pahlawan sementara di luar sana mereka tidak lebih dari sebuah komoditas? Sampai kapan kita mengekspor budak dan mengimpor tenaga profesional?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun