Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kemiskinan

29 September 2010   07:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:52 151 0


Kalau saya menulis "berbagi penghayatan akan kemiskinan" , saya kira banyak teman tersenyum. Saya membuka Google begitu banyak tulisan tetang kemelaratan dan kemiskinan. Saya menghitung postingan para yang terhormat teman Kompasioner tentang kemelaratan rakyat, masih dikaitkan fakta lain semisal petani, kunjungan dpr keluar negeri, dsb, bukan main juga.

Maka lebih tegas dipertanyakan lagi, "bagaimana anda menghayati kemiskinan?" Dapatkah anda menghayatinya sementara belum pernah merasakannya? Sedikit perlu ditegaskan : ada istilah "miskin" dan "melarat". Nampaknya bila tidak dikaitkan dengan kata lain, keduanya sama saja, suka pilih yang mana. Namun dari beberapa pemakaian cenderung "kemelaratan" dan/atau melarat itu adalah kondisi tidak punya harta sehingga memang tidak berdaya. Sementara "miskin" adalah kondisi tidak cukup memiliki apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan.

Miskin pada umumnya tidak cukup memiliki sarana memenuhi kebutuhan, Miskin pengetahuan boleh disebut bodoh. Miskin pengalaman mungkin karena masih muda atau kurang mau cari pengalaman, sehingga kurang mampu menanggapi situasi. Miskin hati adalah kondisi tidak cukup memiliki hati yang mampu menangkap perasaam orang lain.

Kondisi dasar ini memang sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan dan perilaku seseorang. Tetapi kondisi lingkungan, kondisi ekonomi, kondisi psikologis sesaat, kondisi kedepan yaitu kepentingan, lebih banyak memberi pertimbangan sehingga seseorang memilih ini lebih dari itu.

Nah sampai disini mungkin menjadi jelas rakyat melarat, mengapa dpr pergi keluar negeri dan pejabat suka korupsi. Rupanya mereka ini ikut jatuh miskin tapi miskin hati.

Padahal ada catatan lain katanya , bahwa kemiskinan adalah keburukan sebab :

1. Kemiskinan itu merendahkan harkat manusia

2. Kemiskinan itu membuat orang menjadi beban orang lain. Ada ketergantungan.

3. Orang miskin sulit menolong orang miskin.

Nalo, ketika kita mengkaji tiga criteria diatas, lalu macam apa gambaran orang miskin hati. Coba saja: no. 3: mana mungkin orang miskin hati mampu menolong orang lain. Ketika dia nampaknya menolong dia sebenarnya sedang bertransaksi antara pertolongan dia dengan kepentingannya sendiri. Sub no 2.: kemiskinan hati anggota drp itu menjadi beban pemikiran banyak rakyat, komentar seperti hujan badai, belum lagi dia memakai uang dari rakyat. Wau, sub no 1 : Jangan hitung-hitung tentang harkat dan martabat manusianya. Tetap saja menyandang sebutan Yth. Wakil Rakyat.

Lain lagi ceritanya. Orang Nasrani konon dari abad pertama sampai abad 15, banyak orang dan kelompok yang memilih hidup miskin karena mau mengikuti nasehat Injil. Apabila dipelajari secara mendalam latar belakang keluarga Yesus pun berasal dari kelompok melarat yang mengharap pembebasan dari Tuhan. Kelompok itu berbeda dengan kelompok lain yang mengharapkan pahlawan yang akan membebaskan bangsanya dari penjajah Romawi.

Kembali pada kelompok-kelompok yang memilih hidup miskin dapat dikisahkan: Di pusat peradaban saat itu Italia hingga Jerman, memang terjadi gejolak jaman di Eropa. Kebobrokan mental menjangkit pula disana hingga disebut abad besi. Betapa tidak, jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin menganga lebar. Bahkan tidak saja pejabat Negara tetapi juga pejabat Gereja, sebagai representasi agama mayoritas, banyak yang hidupnya bergelimang harta, ditengah kemelaratan rakyat. (Saya tidak mempelajari Sejarah Eropa secara ilmiah tetapi banyak membaca riwayat hidup tokoh, seperti para pendiri Ordo atau tarekat bhakti dalam Gereja Katholik).

Jadi aliran hidup miskin adalah aliran agama yang dengan kebesaran hatinya menyerahkan diri kepada tekat untuk untuk miskin (taat kepada atasan, dan selibat/tidak berkeluarga), untuk lepas bebas mengabdikan diri pada agama dan sesama.

Pelaksanaan kemiskinan, ketaatan dan selibat pada awalnya memang tidak diatur ketat. Dalam perkembangan para pelaku itu menjadi semacam menemukan cara pelaksanaan yang sama. Mereka melaksanakan kemiskinan tidak harafiah, tetapi lebih-lebih semangat lepas bebas dari ketergantungan/ keterikatan pada harta. Secara hukum mereka tidak berhak milik, tetapi komunitas dapat mengatur penggunaan mereka atas fasilitas yang dipelukan.

Inilah sedikit sharing saya tentang salah satu konsep dan penghayatan terhadap semangat "kemiskinan". Bukan untuk disarankan sebagai praktik tetapi sebagai pemahaman akan sebuah konsepsi, penghayatan, praktik hidup yang sudah dilakukan oleh biarawan biarawati Gereja Katolik.

Kesimpulan : 1. Jurang perbedaan kaya miskin bukan peristiwa baru, solusinya kerja keras dan solidaritas serta subsidiaritas.

2. Semangat kemiskinan sebuah konsepsi tentang kelepas bebasan dari ketergantungan terhadap harta dunia.

3. Berbagilah baik pengalaman maupun harta dari yang menjadi milik anda kepada sesama, bukan hasil dari "korupsi".

Semoga berguna.

Silahkan baca juga tulisan saya sebelumnya: http://agama.kompasiana.com/2010/09/24/umur-dan-keikhlasan/

http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/25/hasil-belajar-di-kompasiana/

Dan dari teman-teman kita:

@Ragile : /

http://media.kompasiana.com/group/new-media/2010/09/27/serbuan-akun-siluman-dari-situs-situs-lain/

@Sukmono Rihawanto: httpekonomi/kompasiana.com/groep/wirausaha/2010/07/29/ Sandal bandhol menendang acfta

@Irsyam Syam : http://lomba.kompasiana.com/group/puasa-dulu-baru-lebaran/2010/09/08/mudik-singkat-dari-soetta-ke-sulhas/

@Median Editya : Berjuang = Berkorban Melawan Keterbatasan

@Widianto H Didiet Pasal 29 ayat 2

@Ibay Benz Eduard; Indahnya Persahabatan, Indahnya Toleransi

@Della Anna : http://sosbud.kompasiana.com/2010/09/21/seseorang-disleksia-bukan-berarti-goblok/

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun