Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Kasih Diujung Taring

30 Oktober 2014   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:07 58 0
Saat usiaku tujuh belas tahun, ayah melarangku untuk memiliki seorang kekasih. Ketika aku bertanya kepada ibu, jawaban yang aku terima pun sama. Aku marah besar dan membuat kekacauan. Setelah itu, ayah menghentikan sekolahku dan mengunciku didalam kamar. Sangat lama.

Beribu cara aku lakukan untuk kabur dari kamar. Tapi sepertinya, kamarku sudah memiliki penjagaan ketat. Pintu hanya terbuka jika telah terdeteksi senyuman ayah, itupun jika ayah ingat untuk memberiku makan. Hingga akhirnya aku lelah, dan berpasrah diri. Menunggu mencairnya hati ayah yang keras itu.

Aku merindukan kekasihku, Sonic. Sejak ia berganti nomor telepon, aku hanya memantaunya dari jejaring sosial. Namun belakangan ini aku heran. Semua akun yang ia punya menjadi off. Setelah itu, aku hanya dapat mengingatnya melalui foto dan bayangannya.

Ibuku masuk kedalam kamar setelah ayah membukanya. Aku memeluknya hangat, meneteskan air mata.

“ Bunda. Aku sudah ikhlas meninggalkan Sonic. Dan aku akan menuruti perkataan ayah. Ohiyah, satu lagi, kenapa seluruh teman-temanku sudah tidak dapat aku hubungi? “

Diujung ruangan ini, aku masih menunggu jawaban ibu. Tak disangka, ia hanya tersenyum kemudian meninggalkanku. Tak lama kemudian, ayah membuka pintu kamarku lagi. Ia berdiri di tengah pintu. Dengan wajah dinginnya, ia mengulurkan tangan.

Uluran tangan ayah bagaikan magnet. Tubuhku menjadi beranjak mendekatinya. Telapak tanganku kini sudah berada diatas telapak tangannya. Dan setelah itu, ayah membuka pintu untukku melihat kebebasan. Semuanya berubah.

“ Sayang. Ingat. Sonic adalah kenangan seratus tahunmu yang lalu. Dan kini, selamat datang untuk seratus tahunmu yang kedua. Ayah menguncimu didalam kamar agar kamu dapat mendewasakan diri. Kamu bukan manusia seutuhnya. “

Aku tertegun mendengar perkataan ayah. Memang, selama ini aku tak merasakan tubuhku membesar atau menua. Aku tetap merasa menjadi anak berusia tujuh belas tahun. Tapi hingga sekarang, aku masih belum percaya bahwa aku terlahir bukan dari keluarga manusia normal lainnya.

തതത

Banyak buku yang telah aku pelajari. Hingga aku mengenali siapa diriku sendiri. Buktinya, hari ini aku telah menjadi salah satu siswi di universitas ternama di kotaku. Yang tentu saja aku mendaftar bukan menggunakan akta kelahiran asliku seratus tahun yang lalu. Ayah langsung menyetujuinya ketika aku berniat untuk sekolah lagi, dengan alasan mencari jati diri sesungguhnya untuk menjalani kehidupanku yang teramat panjang.

Perpustakaan ini adalah saksi, sekaligus tempat persembunyianku. Sejak kejadian itu, aku menjadi lebih pendiam. Aku masih belum dapat beradaptasi secara langsung dengan lingkungan sekitar. Sehingga teman-temanku kali ini menganggap bahwa aku misterius, susah dicari dan susah untuk ditebak jalan fikirannya.

Aku berlari secepat angin menuju lantai delapan tanpa menggunakan lift. Mr.Vito mungkin sudah ada didalam kelas. Artinya, untuk pertama kali aku terlambat. Hanya dalam hitungan detik, aku sudah sampai didepan kelas. Selamat untuk hari ini, dosen yang bertitel dokter itu masuk kedalam kelas satu menit setelah aku duduk. Hingga akhir pelajaran, aku disibukkan karena sulit sekali membaca fikirannya, bukan oleh pelajaran yang ia ajarkan.

“ Pelajarannya terlalu mudah bagiku. Pandai sekali dia mampu mengacak-acak fikiranku karena tak dapat kuterka fikirannya. Ini aneh sekali “

Perkataannya datar, tampangnya dingin seperti ayahku. Mungkinkah dia juga seorang vampir? Aku sama sekali tak mencium aroma vampir. Didalam tubuhnya ada darah yang mengalir, seperti manusia biasa. Dia membuatku semakin penasaran.

Seperti biasa, jazz merah kukendarai hingga sampai didepan rumah. Masuk kedalam tanpa kode. Kulihat ibuku sedang masak sesuatu, setelah matang ia memberikan bumbu cair tambahan berwarna merah dari sebuah botol. Aromanya semakin memikat, aku pun langsung mendekatinya.

Ibu seperti grogi melihatku sedang memperhatikannya. Tutup botol itu terjatuh diiringi isinya yang tetes demi tetes menyentuh lantai. Aku mencolek benda cair berwarna merah itu, baunya sangat khas dan ketika kucicipi rasanya manis. Ini darah.

“ Bunda. Apakah setiap makanan yang kau buat terdapat benda merah ini? “

“ Iya sayang. Kita dari bangsa vampir. Walaupun tak seutuhnya. Namun, masakan tanpa darah tak ada gunanya bagi seorang vampir. Kita tak dapat hidup jika tak memakan darah ini. Maafkan bunda karena selama ini tak memberitahumu. Bunda hanya takut jika kamu belum siap menerima kenyataan. “

Aku tertegun. Nampaknya selama ini secara tidak langsung aku memakan darah. Fikiranku melayang. Hal-hal menakutkan tiba-tiba hadir. Aku takut jika suatu saat kehausan, aku akan menghisap darah temanku sendiri. Sedangkan aku tidak ingin dikatakan sebagai pembunuh, walaupun sebenarnya aku memang terlahir dari keluarga pembunuh.

Ayah datang dan langsung memeluk ibu. Bertanya menu apa yang ia siapkan hari ini. Namun ketika melihat tetesan darah yang belum dilap, ayah menarik tanganku dan masuk kedalam kamar.

“ Lucia. Jam dua belas malam ini, kamu harus ikut bersama ayah “

Sesuai dengan perjanjian. Tengah malam ini, aku mengikuti ayah berlari menuju suatu tempat. Udara dingin yang menusuk, sama sekali tidak aku rasakan. Ayah masih berlari menembus ujung hutan dan berhenti dibalik pohon besar. Suhu tubuhku berubah menjadi dingin setelah ayah menepuk bahu dan mencengkram leherku.

“ Untuk yang pertama kalinya. Kamu harus menghisap darah manusia yang sedang berjalan diujung sana. Ini perintah ayah. “

Aku tidak ingin membantah perkataan ayah. Karena tak ingin kejadian seratus tahun lalu terulang lagi. Sudut mataku meneropong, menjurus pada lelaki yang tengah berjalan seorang diri. Aku terbelonjak dan melangkahkan kaki mundur. Ayah menatapku tajam, tangannya sudah siap mencengkramku lagi.

“ Ayah, kumohon. Aku tidak dapat membunuh lelaki itu. Dia adalah dosenku. Dan aku tidak yakin bahwa dia manusia seutuhnya. Kurasa dia masih satu keluarga dengan kita “

“ Apa maksudmu? Dia hanya manusia biasa. Bangsa vampir tak pernah memandang status sosial seseorang “

“ Sekali tidak, Tidak ayah. Lucia tidak akan menghisap darahnya, untuk saat ini “

“ Untuk saat ini? Jelaskan perkataanmu Lucia! “

“ Aku menyukainya ayah! Dan aku tidak akan menghisap darahnya! Aku akan tetap membiarkannya hidup! “

തതത

Hamparan rumput hijau. Tercium semerbak bunga yang merekah. Menanti tenggelamnya matahari. Ditemani oleh burung yang beterbangan. Sudah tiga hari aku seperti ini. Ayah tak berbicara sedikitpun terhadapku. Ketakutanku semakin menjadi, mengingat hukuman apa lagi yang akan ayah berikan. Angin berhembus, kuhirup dalam-dalam. Seseorang duduk disampingku.

“ Sendirian? Kenapa sedih? “

Kami saling menatap. Lelaki itu menanti sebuah jawaban. Aku bangkit berniat meninggalkannya. Seketika tangannya meraih tanganku, menahan agar tetap di tempat ini. Sekarang dia bangkit, kami saling berhadapan. Kujawab pertanyaannya dengan sesingkat mungkin. Namun sepertinya ia menginginkan sebuah penjelasan.

“ Aku sedang memiliki masalah dalam keluarga. Lagipula, untuk apa tuan kemari? Dan bagaimana tuan tahu bahwa aku sedang berada di tempat ini? “

“ Ceritakan padaku, Lucia “

“ Tidak. Sebelum kau menjawab pertanyaanku, tuan “

“ Baiklah. Sepanjang mata kuliahku, wajahmu tak secerah sebelumnya. Aku mengikutimu sejak tiga hari yang lalu kemari. Aku bukan ingin mencampuri masalah orang lain, namun sepertinya kau membutuhkan sedikit bantuan. Satu lagi, diluar jam perkuliahan kau dapat memanggil namaku, Vito. Tak perlu menggunakan sebutan tuan “

Aku melangkahkan kaki, singgah di sebuah batu besar. Di tempat itu, aku menceritakan bahwa ayah tengah marah terhadapku. Vito menyimak hingga rela mengusap air mata yang terjatuh dari kelopak mataku. Matahari mulai enggan berlama-lama, aku menyaksikan sunset dengan bersandar di bahunya.

Berbaring diatas kasur, didalam kamarku yang sederhana ini. Aku masih memikirkan kejadian tadi bersama Vito. Bayangannya terlihat jelas, seakan tak ingin pergi dari hadapanku. Aku sudah berbohong kepada ayah ketika berkata bahwa aku menyukai Vito. Namun sepertinya, sekarang aku memakan perkataanku sendiri. Alurnya terasa sangat singkat, berjalan begitu saja.

“ Ini tidak boleh dibiarkan. Aku tidak boleh mencintai seorang manusia lagi. Tidak boleh. Lagipula, dalam mata manusia, rentang usiaku dan usianya sangat jauh. Tahun ini adalah ke tiga puluhnya, sedangkan aku ke delapan belas. Walaupun secara harfiah aku delapan puluh delapan tahun lebih tua darinya “

Kepalaku terasa sakit. Nafas menjadi cepat. Mencoba keluar dari kamar untuk memanggil ibu. Tapi

seketika aku terjatuh, dan benturan kepalaku terdengar sangat kencang. Ayah berlari melihatku tergeletak dilantai, ia menggendongku dalam meletakanku diatas kasur kembali. Setelah itu, ia memasukan cairan berwarna merah kedalam mulutku hingga aku tersadar. Masih dalam pelukan ayah, tangannya yang dingin mengusap kepalaku. Aku hanya menatapnya tanpa bersuara.

“ Bagaimana rasanya, Lucia? “

Bingung. Apa maksud dari pertanyaan ayah? Aku mencoba duduk, namun tubuhku masih terasa lemas. Ayah menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu, ia duduk kembali disampingku. Memang seperti itu, ayah hanya berbicara ketika ia butuh untuk bicara. Ia lebih banyak bertindak. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya, tak berbeda jauh dengan ibu. Namun aku lebih menyukai ibu dibandingkan ayah.

“ Dengarkan ayah. Akhirnya, untuk yang pertama kalinya kau merasakan kelemahan itu. Saat ini kau beranjak seratus delapan belas tahun, untuk itu tadi malam ayah mengajakmu mencari darah. Karena seperti inilah akibatnya, ayah tidak tahu apa yang akan kau lakukan jika hal seperti ini terjadi di sekolahmu. Mulai saat ini, tiap empat puluh hari kau harus menghisap darah manusia secara langsung. Jika tidak, rasa sakit itu akan hadir lagi. Kau paham? “

Ayah berlalu. Aku terdiam disudut kamar. Masalahku bertambah lagi. Aku masih seorang manusia, mana mungkin jika harus mengorbankan teman sesamaku. Berlian dari mataku terjatuh lagi. Masih dalam keadaan hening, hingga semuanya terasa gelap. Aku terlelap.

Ibu membangunkanku. Raja siang mulai menyorot. Suasana kamar berubah menjadi dingin, terdapat lilin kecil disalah satu sudut, menjadi lebih cerah ketika tersadar bahwa catnya telah berganti menjadi warna merah muda. Alisku berkerut, senyuman bibir kanan terlempar. Semua ini pasti karena ayah.

Waktu terus berputar. Kehadiran Vito semakin berkesan dikehidupanku. Tak dirasa, hari ini adalah empat puluh hariku yang pertama. Artinya, malam ini akan ada satu jiwa yang melayang. Ketakutanku semakin melanda. Tubuh ini mulai terasa antara panas dan dingin. Karena mengetahui hal itu, ayah langsung menarik tanganku dan membawa kedalam sebuah hutan. Kali ini, manusia yang tengah berjalan adalah seorang wanita.

Wajahku dingin pucat. Rasa sakit dikepalaku mulai terasa lagi. Aku berlari mendekati wanita itu, mencium aroma darah yang sebentar lagi menjadi milikku. Seketika aku terdiam, ragaku tidak sampai hati untuk membunuhnya. Aku kembali kesamping ayah.

“ Untuk yang kedua kalinya, apa yang kau lakukan Lucia! “

“ A-aaa aku tidak bisaaa.. ayaah... aa-- “

Ayah berlari. Dengan gesit mencengkram wanita itu. Baru kali ini aku melihat ayah secara langsung menghisap darah manusia dengan garangnya. Giginya yang runcing bahkan baru aku ketahui. Setelah wanita itu sudah tak bernyawa, ayah kembali kepadaku. Ia mengalirkan darah yang baru saja ia ambil kedalam mulutku hingga tubuhku kembali kekeadaan semula. Sampai dirumah. Kulihat ibu sedang duduk diruang tengah menanti kami.

“ Ayah, jelaskan padaku. Jika memang seperti ini, mengapa kita tidak tinggal saja di dunia vampir?

Tak perlu campur dengan kehidupan manusia seperti ini! “

“ Tidak bisa. “

“ Kenapa ayah? Bukankah vampir tidak dapat mati? Karena vampir memang sudah mati! Jelaskan

ayah! “

“ Tapi kau BISA MATI Lucia! Hal itu yang ayah takutkan terhadapmu. Kau masih memiliki darah layaknya manusia, jika kita tinggal di dunia vampir, mungkin kau sudah mati karena dibunuh oleh vampir lainnya. “

Jantungku beradu. Nafasku sesak mendengar perkataan ayah. Tapi benar juga, buktinya aku bisa bernafas tidak seperti ayah dan ibu. Aku bisa makan layaknya manusia, namun tetap membutuhkan darah layaknya vampir. Lantas mengapa aku tercipta seperti ini? Kehidupanku sangatlah menakutkan.

“ Ayah, satu lagi aku bertanya. Mengapa aku bisa dilahirkan sebagai manusia setengah vampir? “

“ Akhirnya. Pertanyaan itu yang ayah tunggu. Ayah berasal dari keluarga vampir. Sedangkan ibumu berasal dari keluarga manusia. Ketika ia sedang mengandungmu, ayah merubahnya menjadi seorang vampir. Itulah alasannya kau bukan manusia atau vampir seutuhnya. Sebenarnya, awalnya ayah ingin mengubahmu menjadi vampir. Namun berkat permintaan ibumu, ia masih menginginkan kau memiliki kehidupan layaknya manusia. Hingga saatnya nanti, barulah ayah akan mengubahmu menjadi vampir yang seutuhnya “

Ayah pergi begitu saja. Disusul oleh ibu yang sedari tadi diam menyimak.

തതത

Lima hari aku tidak kuliah. Trauma akan penjelasan ayah. Aku takut. Lima hari pula aku terduduk di bangku taman belakang rumah. Tanpa melakukan apapun. Ayah dan Ibu hanya memperhatikanku dari dalam rumah. Peduli atau tidaknya mereka, terserah. Tapi mungkin saja mereka memang mengerti bahwa aku perlu waktu untuk menyendiri. Menerima realita yang ku jalani. Dengan berbekal hampa, kejadian seperti ini harus ditanggapi dengan kepala dingin.

Ayah membuka pintu depan rumah, terdapat sosok laki-laki yang sudah pernah dilihatnya. Pria itu membawa map berwarna merah, beserta jinjingan hijau yang berisi kotak dibungkus oleh kertas berwarna. Dia agak terkejut ketika melihat wajah ayah yang dingin. Seperti pemarah. Namun dia dapat bersikap sewajarnya. Dan mengatakan bahwa kedatangannya bermaksud ingin menemuiku.

Sore hari yang kelabu. Masih di taman belakang, merasakan hangatnya matahari tenggelam. Wajahku tertunduk, menatap rumput yang sedari tadi bernyanyi. Namun jiwa dan ragaku masih terasa bertengkar. Beberapa menit kemudian, aku merasakan seseorang duduk di bangku yang sama, disebelahku.

“ Selamat Ulang Tahun Lucia “

Bingkisan berwarna-warni itu, kini ada dihadapan mata. Suaranya seperti sudah kukenal. Aroma darahnya jelas tercium. Dia manusia. Perlahan kulihat siapa dia. Vito. Dugaanku tak meleset. Istimewa. Hari ini hanya dia yang mengingat hari kelahiranku.

Tatapan matanya seperti ingin mengatakan sesuatu. Terlintas bagai cahaya di ujung pelangi. Sikapnya mulai berubah, begitupula dengan senyumannya. Aku mencoba merasuk, membaca fikirannya. Tetap saja tidak bisa. Aku ikuti saja apa yang dia inginkan. Dengan damai, kuterima hadiahnya. Tak lama setelah itu, ia mengambil jinjingan hijau dan mengeluarkan barang didalamnya. Ternyata sekotak cokelat besar dan satu kotak kecil lain. Ia memberikannya, untukku.

“ Makasih yaa tuan, eh Vit. Aku enggak nyangka saja, kamu ingat kapan ulang tahun aku “

“ Iya. Ehm... sekarang, aku mau jujur sama kamu. Sebenarnya, aku bisa baca fikiran seseorang, karna itu kamu tidak bisa baca fikiran aku. Aku tau kalau kamu berasal dari keluarga vampir. Dan aku juga tahu malam itu kamu tidak mau mengambil darah milikku. Lucia, walaupun usia kita berbeda, apakah kamu mau jadi pasangan hidup dan mati aku? “

Diriku bagai tersambar petir. Speechless ketika mendengar kata demi kata yang ia lontarkan. Masih dalam hangatnya senja, ia menunggu jawaban dariku. Ayah dan Ibu sudah berada disamping kami. Ekspresi datarnya membuatku tak berani mengatakan 'ya' pada Vito. Aku takut setelah ini ayah membunuhnya.

“ Lucia. Jika kamu sudah siap, untuk kali ini ayah restui kalian berdua. Namun, kalian tidak dapat hidup sebagai manusia. Dan jika kalian ingin bersama, kalian harus tinggal di dunia vampir selamanya “

Vito menatap mataku dalam sedalam samudera. Tersenyum bertanda ia bersedia menjadi vampir demi seorang Lucia. Awalnya aku tidak terlalu yakin, namun aku percaya bahwa kedatangan cinta tak pernah menyalahi takdir.

“ Baiklah. Aku bersedia, ayah “

Ayah mendekatiku. Dipeluknya aku dari belakang. Ia mulai mendekatkan wajahnya keleherku. Dan semuanya menjadi gelap. Beberapa menit kemudian, aku tersadar sebagai seorang vampir. Begitu juga dengan Vito. Hingga kiamat datang, kami hidup di dunia vampir layaknya vampir pada umumnya.

#Selesai – 06 May 2014 -

Kasih Diujung Taring By Assyifa Ekananda Firdaus

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun