11 Februari 2012 01:56Diperbarui: 25 Juni 2015 19:483551
Mahasiswa, sebuah status sosial yang cukup membanggakan. Tidak semua orang bisa memperoleh gelar ini, mahalnya biaya pendidikan sudah cukup menjadi seleksi. Dalam sosial kemasyarakatan mahasiswa adalah representatif dari kaum muda terpelajar / intelektual, dari kaum mereka diharapkan menjadi pelopor dari perubahan menuju lebih baik.Tapi tahukah Anda, dibalik status yang “membanggakan” tersebut, mahasiswa juga ditimpa problem yang cukup serius. Mahasiswa dituntut (baik oleh ortu maupun sistem) untuk rajin kuliah dan ketika lulus segera mendapat kerja. Selama mahasiswa dia tidak boleh memikirkan yang lainnya, hanya belajar, belajar, dan belajar. Namun dalam kenyataannya, mahasiswa tidak semulus itu dalam menjalani “rute” kehidupan ini. jumlah pekerjaan yang terbatas, sementara persaingan tinggi menyebabkan ribuan bahkan jutaan sarjana menganggur paska kuliah (kompas.com, 18-02-2011).Mengapa sarjana bisa menganggur? Apakah belajarnya tidak sunggguh-sungguh? Tidak juga. Persoalan utama seorang sarjana bisa menganggur adalah karena tidak siapnya mereka dalam dunia kerja. Mereka berangan-angan setelah lulus akan kerja di perusahaan besar atau menjadi PNS, gaji besar, punya keluarga yang bahagia, dan hidup aman sentosa. Padahal dalam kenyataan tidak selalu seperti itu, banyak hal-hal baru yang akan ditemui nanti setelah masuk bursa kerja.Sebenarnya darimana awal mula masalah ini? jawaban saya adalah dari “kenyamanan hidup sebagai mahasiswa”. Bagaimana tidak nyaman, setiap hari hanya memikirkan belajar, sementara masalah finansial tinggal ambil di ATM. Butuh kebutuhan mendesak, mau beli ini dan itu, tinggal telepon orang tua. Nyaman bukan? Hati-hati... inilah masalah pertamanya. Hal ini akan berpengaruh pada mental (mindset) mahasiswa, mahasiswa akan menganggap remeh masalah keuangan. Sementara ketika lulus, ia justru dihadapkan pada tekanan untuk mencari uang, sesuatu yang belum pernah dijalani selama mahasiswa. Akhirnya, fakta jutaan pengangguran sarjan tidak bisa dihindari.Solusinya, bagi mahasiswa yang tidak mau ikut dalam persaingan jutaan mahasiswa dalam mendapatkan pekerjaan, harus mengubah mental dari “pencari kerja” menjadi “pembuka lapangan kerja” alias jadi pengusaha. Dari kapan? Dari sekarang.... sejak dari kuliah bahkan dari SMA. Anda mungkin butuh tenaga ekstra ketika berwirausaha sambil kuliah, namun percayalah masa-masa “santai” ketika menjadi mahaiswa terlalu berharga jika hanya digunakan untuk bermain-main, bersantai-santai, pacaran, game online, rekreasi dll. Lebih baik tinggalkan kesenangan itu dan 100% fight selama masih jadi mahasiswa.Rizki itu dari Allah, ini adalah prinsip aqidah kita sebagai seorang muslim, jangan pernah takut untuk berwirausaha selama itu halal dan memiliki prospek yang bagus. Jangan takut untuk telepon orang tua dan meminta untuk STOP kiriman. Mengapa ketika kita berwirausaha harus STOP kiriman dari ortu? Karena selama kita masih dikirim orang tua, rizki kita akan diberikan Allah melalui jalur orang tua kita. Maka kita harus STOP kiriman dari orang tua, agar rizki kita bisa masuk langsung melalui tangan kita.Selain itu, STOP kiriman dari orang tua juga akan mengubah mental kita yang dulunya ketika butuh uang tinggal ke ATM, atau telepon orang tua, kini sudah mengerti kalau butuh uang harus lebih bekerja keras. Mungkin ada yang bilang “the power of kepepet”. Beberapa orang yang menginspirasi saya dalam bidang wirausaha juga memulai ketika masih jadi mahasiswa. Seperti Purdhi Chandra (Owner Primagama), Ust. Fauzan Albanjari (Owner Bee shar’e), Agung Nugroho S. (Owner Simply Fresh Laundry), Saptuari sugiharto (Owner Kedai digital), mereka semua mengawali usahanya sejak masih menyandang gelar mahasiswa.Ada lagi satu masalah, yaitu masalah gender. Apakah benar yang berwirausaha itu laki-laki saja, dan perempuan tidak memiliki peluang untuk suskses berwirausaha? Apakah laki-laki itu kuat dan perempuan itu lemah? Apakah analisis laki-laki itu tajam dan perempuan tidak? Tidak juga. Bisa jadi benar jika seorang perempuan setiap hari tontonannya sinetron, film-film sedih, lagu-lagu melow, berkumpul dengan para penggosip, atau bergaul dengan teman-teman yang kerjaannya hanya salon, shoping, dan nonton. Tinggalkan semua itu, jadilah perempuan yang kuat. Berwirausaha jauh lebih bisa menjaga iffah (kehormatan) dibanding menjadi pegawai / karyawan. Dengan menjadi wirausaha Anda bisa memilih pegawai Anda, bisa mengatur waktu sesuka Anda, sehingga tidak melalaikan tugas utama menjadi ibu rumah tangga.Baik Anda laki-laki ataupun perempuan, mulailah wirausaha sejak mahasiswa, jadilah insan mandiri dan raih kesuksesan Anda. Semoga bermanfaat :)(Zulfahmi, 11-02-2012)
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.