Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Jokowi Lebih Mirip Ahmadinejad

2 Oktober 2013   14:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:06 1398 1

Tampilnya Jokowi di panggung politik tanah air tentunya menjadi hal yang selalu menarik untuk dikaji. Ia bagaikan kupu-kupu yang terbang di atas hamparan padang tandus. Walau hanya seorang gubernur, Jokowi mampu menggeser paradigma masyarakat tentang pemimpin politik. Yang dulunya kelam, kini semakin terang benderang. Dengan tulus membangun Jakarta, ia mengedukasi masyarakat tentang tafsir hakiki pemimpin ideal. Ia berhasil menjadi idola baru rakyat Indonesia ditengah beranekaragam krisis yang melanda. Harapan besar masyarakat seolah-olah ditumpukkan di atas pundaknya. Walaupun ia tidak pernah menyatakan langsung untuk menjadi presiden, akan tetapi rakyat Indonesia sangat menantikan sosok beliau yang menakhodai bangsa ini. Bangsa yang sudah puluhan tahun kehilangan kompas kemanusiaan.

Bulan ini, dukungan Jokowi untuk maju pada pilpres 2014 mendatang semakin kencang. Data dari sebagian besar lembaga survei menunjukkan elektabilitas Jokowi kian meroket. Posisinya semakin sulit tertandingi, bahkan basis pendukung Jokowi yang terbentuk secara mandiri kian meluas. Ia bagaikan pembalap moto GP berkelas 1.500 cc yang sedang memimpin klasemen.

Keringat Dingin

Dari hasil survei Litbang Kompas, tingkat keterpilihan Jokowi mencapai 32,5 persen. Jokowi menempati posisi puncak dengan selisih yang terpaut jauh dengan beberapa calon lainnya. Hal inilah yang membuat keringat dingin beberapa politisi tanah air mengalir deras. Mereka tengah disibukkan untuk menjegal Jokowi agar tidak mencalonkan diri. Tak pelak lagi, Jokowi menjadi common enemy bagi para calon-calon lain. Jika Prabowo Subianto menganggap hasil survei tersebut adalah pesanan, berbeda halnya dengan Amien Rais yang menyamakan Jokowi dengan mantan presiden Philipina Joseph Estrada. Pernyataan tersebut justru menjadi blunder besar bagi Amien Rais, ia malah mendapat kritikan balik dari para pecinta Jokowi. Pak Amien lupa bahwa menjadi tokoh politik tidak bisa lepas dari popularitas. Dan memang faktanya Jokowi populer karena kebaikan, bukan karena pesanan maupun blow-up yang mengada-ada.

Sosok Mahmoud Ahmadinejad

Bagi saya, Jokowi lebih tepat jika disandingkan dengan mantan presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinjead. Sebelum menjadi presiden Iran dua kali berturut-turut, Ahmadinejad pernah menjadi Walikota Teheran, ibu kota Iran. Ia menjadi tokoh yang populis karena karakternya yang kuat. Ia tidak segan-segan menghujat Amerika dan komplotannya dibeberapa pertemuan berkelas PBB. Seketika, Ia menjadi tokoh fenomenal se-jagad raya. Di internal negaranya, dia mendengarkan keluh kesah masyarakat melalui surat yang ditujukan langsung kepada dirinya, kemudian ditanggapi dengan aksi yang kongkret. Selama menjabat tahun 2005, Ahmadinejad menerima 9 juta surat dari rakyatnya yang sebagian besar ditulis oleh rakyat miskin. Dari banyaknya harapan masyarakat tersebut, Ahmadinejad kemudian membentuk komisi khusus untuk menanganinya. Ahmadinejad juga dikenal sebagai pemimpin yang tidak suka menggunakan fasilitas yang diberikan negara. Selama menjabat sebagai walikota, ia tidak menggunakan pengawalan khusus. Bahkan mobil yang dia gunakan adalah sedan butut miliknya bermerek Peugeot 504 tahun 1977 tanpa  supir pribadi.

Jokowi dan Ahmadinejad, Miripkah?

Antara Jokowi dan Ahmadinejad memang memiliki kelas yang berbeda. Jika Jokowi seorang gubernur, Ahmadiejad adalah seorang mantan kepala negara. Tapi saya melihat, sosok mereka berdua punya beberapa kesamaan yang menjadikan mereka populer di negara masing-masing. Saya mencatat kesamaan antara mereka berdua, yakni:

Anti Korupsi, Jokowi dan Ahmadinejad adalah dua tokoh yang sama-sama jauh dari infeksi penyakit korupsi. Diawal pemerintahannya, Jokowi langsung melakukan pertemuan dengan KPK untuk membahas stategi membrantas korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Tentunya ini jauh berbeda dengan kepala daerah yang lain. Mereka justru menghindari berkunjung ke gedung KPK. Komisi khusus itu lebih dimaknai sebagai neraka bagi pejabat negara.

Lain halnya dengan aksi Ahmadinejad dalam membrantas korupsi di Iran. Selama ia menjabat, kurang lebih 360 orang yang dihukum mati karena kasus korupsi. Ahmadinejad memang tidak menyisakan ruang toleransi bagi pejabat yang korup. Karena korupsi merupakan salah satu penyebab utama atas kesengsaraan rakyat di Iran.

Sederhana, Kebijakan seorang pemimpin tentunya sangat dipengaruhi oleh gaya hidupnya. Rumusnya cukup sederhana, yaitu gaya hidup harus selalu disesuaikan dengan pendapatan. Jika gaya hidup seorang pejabat parlente, pastilah dia harus mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Nah, jika penghasilan rutin pejabat tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhannya, maka jalan satu-satunya adalah korupsi. Inilah salah satu akar yang menyebabkan korupsi membudaya di kalangan pejabat. Korupsi adalah persoalan gaya hidup yang keliru , tidak lebih! Simak saja di beberapa pejabat yang tersandung kasus korupsi, semuanya menunjukkan gaya hidup yang super mewah.

Jokowi dan Ahmadinejad adalah dua berlian yang berkilau di tumpukan kerikil hitam itu. Mereka menjadi pembeda atas kehidupan glamor para pejabat. Mereka terbebas dari penjara materialisme yang rendah. Hingga akal sehat menuntun kita bahwa sebenarnya derajat seseorang tidak diukur dari harta kekayaan, melainkan dari kesederhanaan. Karena hidup sederhana adalah kekayaan yang hakiki. Bahkan tercatat, Ahmadinejad adalah salah satu presiden termiskin di dunia yang pernah ada.

Jika di Iran Ahmadinejad tinggal dirumah yang tidak memiliki sofa, Jokowi tetap bahagia menggunakan sepatu robeknya atau memilih makan di warteg ketimbang di restoran mewah. Mereka berdua pun lebih memilih menggunakan kemeja putih sebagai simbol kesederhanaan dan kesucian.

Bernyali, Bagi saya salah satu indikator pemimpin yang bernyali adalah kemampuannya menolak intervensi asing. Amerika dan sekutunya adalah preman berkelas super kakap yang memiliki segala cara untuk melumpuhkan suatu negara. Kasus embargo ekonomi yang dijatuhkan untuk Iran tidak lain merupakan pil pahit atas penolakan Ahmadinejad terhadap keinginan Amerika. Ahmadinejad bersikeras bahwa tujuan program nuklir Iran adalah kedamaian. Segala cara telah dilakukan oleh Amerika dan sekutunya untuk menghentikan program tersebut, termasuk mengirim kapal induk di teluk Persia pada bulan juni 2012 lalu. Namun hal tersebut tidak menggoyahkan nyali seorang Mahmoud Ahmadinejad, beliau tetap tegar dengan pendiriannya untuk menjadikan Iran sebagai negara yang berdaulat.

Lain halnya dengan Jokowi, beberapa bulan yang lalu Jokowi menyatakan membatalkan proyek utang Bank Dunia sebesar Rp.1,2 Triliun untuk proyek Jakarta Emergency Dredging Intiative (JEDI) yang digagas oleh gubernur Fauzi Bowo. Secara terang-terangan, Jokowi menegaskan untuk tidak mau diatur-atur oleh Bank Dunia. Ini membuktikan Jokowi tidak mau diintervensi dari pihak asing yang menyusup melalui bantuan Bank Dunia maupun IMF.

Cerdas, Jika anda menganggap Jokowi hanya bermodal ketulusan, saya pikir itu keliru. Walaupun berlatar belakang pengusaha meubel, Jokowi adalah pemimpin yang tulus dan sangat cerdas. Di negeri ini, sangat langka kita jumpai kasus relokasi PKL yang tidak berujung bentrok. Pada beberapa kasus, melalui media kita disuguhkan tangisan warga yang pilu. Para PKL digusur dengan mesin raksasa yang menghujam atap penghasilan mereka. Mengapa demikian? Menurut saya hal ini tidak lepas dari bodohnya beberapa kepala daerah. Mereka tidak menggunakan akal sehat, melainkan menggunakan pendekatan hewani dalam menyelesaikan problem kemanusiaan. Intinya mereka tidak cerdas!

Di tengah tradisi gusur-menggusur, Jokowi menampilkan gaya baru. Gaya yang lebih manusiawi. Berbekal pengalaman merelokasi PKL dan pasar di Solo, Jokowi membuktikan bahwa teorinya bisa dilakukan dimana saja. Termasuk di DKI Jakarta yang sukses menertibkan PKL Tanah Abang yang berujung manis bagi para pedagang. Bagi saya, fakta tersebut cukup membuktikan bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin yang cerdas.

Kecerdasan Ahmadinejad juga menjadi alasan mendasar sehingga terpilih menjadi presiden Iran. Selama dua periode memimpin Iran, Ahmadinejad menjadi sorotan panggung politik dunia. Selama menjabat, mantan presiden yang bergelar Doktor (Ph.D.) ini sering melakukan lawatan ke beberapa pertemuan di PBB. Tanpa gentar ia melakukan orasi-orasi politiknya di hadapan para pemimpin dunia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun