Setelah buka-buka kamus bahasa arab ‘Al-Muhith’, tenyata makna ‘sunnah’ ialah thariqah atau sirah. Kalau dalam bahasa Indonesia berarti jalan atau cara hidup. Ada juga yang mengartikan ‘al-ibtida’ fil amr’ atau memulai sesuatu. Makna ini berasal dari hadis Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dalam kitab Shohih Muslim, hadis no. 1017, mengenai anjuran bersedekah.
Adapun secara istilah, pengertian sunnah berbeda-beda. Istilah ahli Fiqh berbeda dengan ahli Hadis, ahli Ushul Fiqh juga berpendapat lain. Ibn Mandhur dalam karangannya ‘Lisanul ‘Arab’ (kamus yang paling terkenal di dunia Islam) menyebutkan begini, “kata ‘sunnah’ disebut berulang-ulang dalam hadis, yang berarti cara dan jalan hidup. Tapi kalau di dalam syariat, yang dimaksud sunnah ialah perkataan maupun perbuatan yang diperintahkan, atau yang dilarang, atau yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan belum tertuang di dalam Al-Quran. Jadi, bisa dikatakan dalil-dalil syar’i itu berasal dari Al-Quran dan Sunnah, yang dimaksud ialah Al-Quran dan Hadis.” (Lisanul ‘Arab, Jilid 13, Hal 220, asal kata: سنن).
Menurut ahli Hadis, kata ‘sunnah’ bermakna: segala peninggalan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, keputusan, maupun sifat. Sedangkan para ahli Ushul Fiqh mengartikannya sebagai segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun keputusan yang bisa dijadikan dalil suatu hukum syar’i. Jadi, para ulama Ushul Fiqh tidak menganggap sifat Nabi itu sunnah dan mensyaratkan sunnah ialah sesuatu yang bisa dijadikan dalil hukum syar’i bukan yang lain.
Sementara itu, sunnah menurut para ulama Fiqh ialah segala sesuatu yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Atau juga bisa diartikan, segala sesuatu yang diperintahkan, tapi perintah tersebut tidak absolute (harus dikerjakan). Inilah arti sunnah yang biasa dipahami oleh kita orang Indonesia.
Oleh karena itu, perlu kedewasaan umat untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menilainya secara bijak. Contohnya, pada penyebutan kata 'sunnah' ini. Makanya, kalau ada orang bilang: .....sunnah.... Eits, apa dulu konteks kalimatnya?