Aku masih ingat rasanya mekar untuk pertama kali. Setelah penantian panjang, aku yang mengira tubuhku hanya terdiri dari duri dan daun ternyata bisa berbunga dengan kelopak-kelopak indah memukau. Merah, merekah, seperti gairah-gairah para pecinta menjelang subuh tiba. Begitu bermekaran, aku menjadi magnet bagi para pengunjung taman. Mereka, laki-laki atau perempuan, perempuan-perempuan, muda-tua juga remaja, sering kulihat duduk sembari mengobrol tentang apa saja. Aku seringkali mendengar obrolan mereka yang begitu banyak macam. Seolah di taman ini kau bebas membicarakan tentang apa saja tanpa perlu takut orang lain akan menceritakan rahasiamu. Bahkan aku pernah mendengar cerita tentang rencana pembunuhan dari sepasang kekasih kepada kekasih lainnya karena mereka ingin hidup bahagia berdua selamanya, katanya. Aku tak mengerti kenapa manusia bisa seperti itu terhadap lainnya perihal masalah cinta. Barangkali aku harus bersyukur sebanyak-banyaknya kepada Tuhan sebab tidak diciptakan sebagai manusia, tapi sebagai sekuntum bunga indah berwarna merah. Tak ada kesempatanku untuk berbuat buruk, meskipun aku punya duri-duri, itu adalah upayaku untuk melindungi diri dari yang berniat buruk kepada tubuhku.
KEMBALI KE ARTIKEL