Ada gundah dalam hati Asih sejak beberapa minggu yang lalu saat mas Firman mengajak Umi Rere, sepupu Asih ke kota. Rencananya, mas Firman akan membantu Umi Rere menjadi guru di salah satu sekolah yang ada di kota. Mas Firman kenal baik dengan pimpinan sekolah tersebut. Sepupunya terlihat begitu tertarik dengan tawaran mas Firman hingga dia berniat ikut. Mengajak ke dua anaknya, Umi Rere akhirnya meninggalkan Desa Rangkat setelah seminggu tinggal bersama Asih.
Kini setelah berminggu-minggu, tak ada kabar berita. Umi Rere sulit untuk di hubungi. Hapenya selalu saja tidak aktif, begitu juga dengan mas Firman. Ada apa gerangan dengan mereka, mengapa mengirimkan kabarpun tak sempat? Sesibuk itukah mereka hingga melupakan dirinya? Asih bertanya-tanya dalam rasa cemasnya.
Namun diantara rasa cemasnya, ada kekahawatiran yang lain. Asih merasa ada sesuatu yang disembunyikan mas Firman dan Umi Rere darinya. Entah sesuatu itu seperti apa. Hanya Asih merasa aneh melihat mereka berdua, tiba-tiba saja pergi bersama. Terutama keheranan itu tertuju pada Umi Rere, sepupunya. Belum lama saling mengenal, ibu dua anak itu telah begitu percaya dengan mas Firman. Walau menurut Asih, tak ada yang buruk dari mas Firman yang harus dia takuti. Dia percaya dengan mas Firman. Lelaki itu tidak akan mungkin menyakiti Umi Rere, wanita yang menurut Asih telah membuat mas Firman jatuh hati.
Sekarang, apa yang terjadi dengan mereka? Apakah kecurigaan Asih tempo hari benar-benar terbukti? Rasa curiga akan perhatian lebih dari mas Firman pada Umi Rere. Jika ingin menikah, mengapa tidak ada kabar berita hingga kini dari mereka berdua?
Tiba-tiba hape Asih berdering dari dalam kamar. Asih yang sejak tadi duduk termenung di teras,bergegas masuk. Mengambil hape lalu melihat nama si penelpon. Mas Firman!
“ Haloo, Assalamu Alaikum mas Firman.”Sapa Asih berusaha menenangkan debar jantung yang kian kencang.
Beberapa saat raut wajahnya berubah. Perlahan-lahan nampak kekecewan yang tak bisa dia tutupi. Sendirian di rumah membuatnya tak perlu menyembunyikan kesedihan dari wajahnya. Tak ada yang melihat jika dia menangis.
Saat meletakkan hapenya. Asih duduk di pembaringan. Memeluk guling dengan air mata yang menetes.
“Mas Firman, dirimu ternyata telah menikah dengan Umi Rere. Mengapa tidak mengundang kami yang ada di Rangkat? Umi Rere, apa yang membuatmu tak bisa mengirim kabar? Bukankah kita sepupu, seharusnya kamu mengirim kabar gembira.” Asih terus menangis. Dia terpaksa harus menerima kenyataan pahit. Menerima pernikahan mas Firman dan Umi Rere.Rasa sedih dan kecewa berselimut senyum yang harus dia perlihatkan. Menyembunyikan luka yang kini meninggalkan jejak di hatinya.
“ Selamat mas Firman dan Umi Rere. Semoga kalian berbahagia selamanya.” Ucap Asih dengan kesedihan yang makin dalam. **