Siang di desa Rangkat. Dari luar kantor desa terlihat lengang. Daun pohon mangga berjatuhan dan memenuhi halaman kantor desa. Buahnya yang banyak mengundang selera untuk memetiknya. Namun jangan gegabah. Harus mengmbil sesuai nama yang tertera di buah mangga tersebut. Jumlahnya sesuai dengan jumlah warga yang ada di desa rangkat. Karena itu masing-masing harus menjaga dengan baik pohon mangga yang ada di kantor desa Rangkat.
Angin yang berhembus membuat dahan dan ranting bergoyang. Suara-suara mesin pemotong pohon terdengar samar dari hutan di kejauhan. Makin menambah sunyi desa Rangkat siang ini. Sejak pagi tak ada warga yang singgah di kantor desa. Berbeda dengan saat pemilihan kades dulu. Hampir tiap saat warga hadir meramaikan kantor desa.
“ Mbak Asihhhh!!!” panggil Acik dari dalam ruangan pak Kades. Posisinya sebagai sekretaris pribadi membuatnya leluasa masuk ke dalam ruangan mas Hans Kades Rangkat. Asih yang terkantuk-kantuk di meja sekretaris desa sontak kaget mendengar suara Acik.
“ Ada apa Cik? Kamu lapar ya?” tanya Asih tanpa beranjak dari kursinya. Acik keluar dari ruang kerjanya.
“ Pengantar gladiol lain datang lagi.” Wajah Acik nampak cemas.
“Datang lagi? Ehm, persaingan sepertinya mulai panas nih.” Asih berdiri, dia bersiap menanti sosok yang sedang berjalan di halaman kantor desa.
“ Assalamu Alaikum.” Sapanya ramah. Asih menyambut dengan senyum sementara Acik memasang wajah masam. Dia tak sadar hingga Asih menyenggol lengannya dan memberi isyarat agar tersenyum.
“ Harus cari muka dari sekarang, sebelum dia jadi ibu kades.” Bisik Asih lalu kembali tersenyum menyambut si pengantar gladiol.
“ Aa kades ada ya?” tanyanya dengan suara lembut dan ramah. Gerakannya yang anggun dengan balutan jilbab yang juga lembut membuat wajah Acik merengut. Dia segera masuk keruangannya dengan acuh.
“ Oh, Aa? Maksud mbak, Pak Kades?” kembali gadis itu mengangguk. Asih tersenyum.
“ Aa..Aa..” gumamnya berulang-ulang seolah itu adalah panggilan yang aneh.
“ Pak Kades keluar sebentar, ada urusan di kecamatan. Ehm, bunganya mau disimpan?” Gadis itu maju dan memberikan bunga gladiol. Asih kemudian meletakkan bunga itu di atas meja.
“ Pak Kades pasti senang menerimanya.”
“ Makasih mbak Asih. Saya pamit dulu.” Ucapnya lalu melangkah keluar. Asih mengantar hingga ke pintu kemudian balik lagi ke meja di mana gladiol itu diletakkan. Asih menghela nafas sebelum mengangkat bunga gladiol itu.
“ Semua mengantar bunga gladiol untuk Pak Kades. Mengapa tidak ada yang mengantar bunga lain ya. Bunga seperti ini sudah ada 6 di belakang.” Ucapnya lalu berjalan menuju teras belakang untuk meletakkan bunga gladiol itu di barisan bunga gladiol lainnya. ***
ECR4
___________________________________________________________________________