Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Karena Dia adalah Petani

1 Februari 2012   11:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:11 317 9


Ada yang mencemooh, ada yang meragukan , tidak sedikit juga  yang ngrasani. Tetapi banyak pula yang memberi dukungan padaku, terutama Ibuku, Emakku juga kakakku . Suara-suara sumbang kerap terdengar, menghadirkan keraguan di dalam hati, antara memilihnya atau menolaknya. Ah...aku selalu berkata pada pada teman-teman yang mencarikan jodoh buatku, bahwa aku tidak mencari tapi cuma menanti sampai Tuhan mengirimkan yang terbaik buatku. Apalagiada hal lain yang lebih kupikirkan yaitu karir dan masa depan anak-anakku.

Tetapi aku cuma perempuan biasa, yang sangat biasa sekali, yang kerapkali menangis jika mendengar kenakalan anakku atau godaan laki-laki yang memandang remeh status jandaku. Aku ingin ada seseorang tempat aku berbagi cerita atau meminta saran dan yang bisa melindungi aku. Yang bisa melindungi aku dari dirinya sendiri maupun  dari orang lain yang bermaksud buruk padaku. Karena tidak sedikit juga laki-laki yang mencoba mengenalku dan mengajakku berumah tangga tapi ternyata tidak bisa menjadi pelindungku, bahkan aku harus melindungi diriku sendiri agar tetap bisa bertahan dalam kehidupan ini.

Trauma masa lalu dan ketakutan akan sebuah kegagalan lagi memang masih menghantuiku. Keraguan selalu menyelimuti hatiku manakala pertemanan antara kami berlanjut lantaran anakku juga yang lebih dulu bisa akrab dengannya. Usianya yang lebih muda dariku beberapa tahun  membuat aku semakin bimbang. Meski dia belum pernah punya pengalaman berumah tangga di usianya yang 37 tahun, tetapi cara berpikirnya dalam menghadapi kenakalan anak remaja dan wawasannya yang luas membuat aku bersimpati padanya. Sangat jauh berbeda dari orang-orang yang pernah dekat denganku selama ini. Bagaimana dia menghormati dan menghargai aku dalam setiap kata-kata atau tindakannya membuat aku juga menghormatinya.

Dia hanya seorang petani katanya, yang tidak bersekolah tinggi dan hanya sampai SMA. Dia tidak suka merantau, dia hanya ingin jadi seorang petani saja , karena tidak adayang memerintah dan  selalu jadi tuan atas dirinya sendiri. Keyakinannya itu membuat dia bertahan dalam dunia pertanian meski sempat jatuh bangun dalam usahanya. Kepahitan hidup yang diceritakannya dan cemoohan yang kerap diterimanya saat berada dalam kebangkrutan mengingatkan aku akan kisah pahit dalam hidupkujuga. Seringkali dia ditolak gadis-gadis karena kejujurannya dalam mengakui pekerjaannya sebagai Petani. Itu sebabnya dia masih membujang hingga usianya beranjak 37 tahun kini.Pernah dia hampir melamar seorang gadis sedesanya, tetapi ditolak dengan alasan ekonomi.

Setelah sempat bangkrut dan habis-habisan dalam bisnis buah-buahan beberapa tahun lalu,tetapi berkat keuletan dan konsekuennya untuk tetap bertahan dalam bidang pertanian, akhirnya diapun bisa bangkit lagi. Meski bisnis sayurannya tak secepat dan sebanyak hasilnya seperti saat dia bisnis buah-buahan, tetapi dia mampu membuktikan bahwa dia tetaplah jadi Tuan di buminya sendiri. Dengan mengolah lahan yang ada untuk menanam berbagai sayuran, penghasilannya pun tetap bisa dinikmati setiap hari. Namun demikian dia masih minder untuk mendekati gadis-gadis akibat trauma masa lalu. Kegagalannya dalam usaha melamar gadis untuk menjadi istrinya membuat dia berhati-hati dalam berteman. Karena dia punya prinsip-prinsip yang kuat dalam mempertahankan keyakinannya. Meski diejek banyak orang karena sebagai bujangan tua dan dianggap tidak bisa jadi laki-laki, dia tetap menunggu hingga Tuhan mempertemukan jodoh padanya.

Pertemuan yang tak disengaja denganku dalam perjalanan Jombang-Semarang, membuat kami berteman. Hanya sekedar menyapa dan berbincang seputar pekerjaan masing-masing. Tak ada bayangan sama sekali jika akhirnya kami bisa melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius mengingat latar belakang pekerjaan kami yang sangat jauh berbeda. Kami belum pernah kenal sebelumnya dan asal daerah juga sangat jauh. Apalagi aku juga seorang janda dengan 2 orang anak remaja, rasanya tidak mungkin buatku. Agak  bimbang dan sulit buatku menentukan langkah apalagi meminta ijin pada anak-anakku. Selain itu kami punbelum lama berkenalan, jadi kekuatiran pasti ada. Sepertinya  sangat mustahil bagi kami untuk menjadi pasangan, karena itu kami selalu menjaga jarak maupun kata-kata setiap kami berkomunikasi via telepon.

Tetapi jika Tuhan menghendaki segala sesuatu pasti bisa terjadi dan kami meyakini itu. Berbagai kemudahan diberikan Tuhan dalam hubungan kami. Nyatanya kami bisa berkomunikasi dalam segala hal secara terbuka dan bisa nyambung. Dengan konsep-konsep yang akan jadi landasan dalam berumah tangga, kami selalu berdiskusi via telepon. Atas dasar saling menghargai, menghormati, percaya dan jujur satu sama lain juga kasih sayang, kami pun sepakat untuk membina rumah tangga. Tentu saja dengan berbagai syarat yang telah kuajukan karena kesibukan kerja dan kuliahku. Alhamdulillah dia dan keluarganya sangat mengerti dan bahkan mendukung segala aktivitasku. Katanya keberhasilanku dalam mewujudkan cita-cita adalah kebanggaannya juga. Jika dia sudah meyakinkan aku sedemikian rupa, masihkah aku pantas meragukannya? Masihkah aku malu karena omongan orang lain atas perbedaan usia kami? Semoga inilah maksud Tuhan memberikan aku cobaan selama ini, dan semoga inilah yang terbaik yang dihadiahkanNYA. amiiiinnn

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun