Di akhir sms itu berbunyi, "JANGAN PILIH ..... (seorang capres). SEBARKAN...!"
Ketika saya tanya siapa, ia menjawab, "Ana dari umat Islam yang mencintai agama Allah. Apabila antum cinta kepada agama Allah SWT, maka mohon sebarkan sms yang ana kirimkan, demi kejayaan Islam di NKRI."
Pengirim sms ini juga menyebut nama seorang tokoh dengan kata LAKNAT di akhir namanya.
Saya bilang, "Maaf saya tidak ikut-ikutan hal seperti ini. Tidak sehat..!"
Tentunya saya bukan satu-satunya yang mendapatkan SMS politik, baik berisi ajakan atau larangan berkaitan dengan dukungan kepada seorang calon A atau B.
Saya paham, kontestasi pilpres ini telah menumbuhkan semangat meluap-luap dari sebagian kalangan, terutama para pendukung calon. Sebagian malah memandang ini sebagai jihad politik, Selain banyak kalangan yang menganggap pilpres ini biasa-biasa saja, tetapi tidak sedikit pihak yang menjadi sangat fanatik karena mendukung seorang calon dan fanatik pula untuk anti kepada calon yang lain.
Parahnya, sikap fanatisme berlebihan ini hingga melucuti kendali emosi dan nalar sebagian mereka. Saking semangatnya, sejumlah pendukung merasa seolah diri merekalah yang paling benar, paling Islami, paling mengerti agama --sekalipun mereka mungkin belum pernah belajar tentang Muqaranah al-Adyan, Muqaranah al-Madzahib, Kalam, Filsafat, Ushul Fiqh, Ulumul Quran, Ulumul Hadits, dan ilmu-ilmu penting lainnya dalam memahami Islam.
Mereka melakukan sofistifikasi atas pilihan dukungannya dengan dalih-dalih agama, sambil menempatkan orang yang memilih pendapat yang berbeda sebagai yang tidak mengerti agama. Bahkan ada juga yang mengafirkan pihak Muslim lain, sambil menyebar-nyebarkan isu seolah si A adalah non Muslim --padahal Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa mengafirkan seorang Muslim maka ia kafir." Sebaiknya pihak-pihak yang terlibat dalam pengafiran itu berhati-hati dengan sabda Nabi ini, baik yang pertama kali mengatakannya, turut menyebarkannya, atau lainnya.
Ada juga pihak yang mengharamkan pilihan pada seorang calon. Sampai kemudian ada pihak yang berani mengeluarkan fatwa HARAM memilih calon presiden tertentu.
Dalil-dalil agama, berupa ayat dan hadits, dikeluarkan oleh para pendukung calon. Seakan-akan mereka paling mengerti tentang ayat dan hadits tersebut. Seolah-olah para pendukung calon berbeda itu tidak mengerti ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi tentang siyasah Islamiyah, politik Islam.
Jika pihak pendukung calon berbeda juga terpancing untuk menunjukkan ayat dan hadits, maka yang akan terjadi kemudian adalah Perang Ayat dan Hadits, hanya karena urusan dukung-dukungan politik. Dan jika ini terjadi, maka kondisi tersebut tidak ubahnya dengan zaman Orde Baru dulu saat jumlah partai hanya tiga. Ayat dan hadits menjadi permainan politik. Oleh mereka yang sedang gandrung dengan fanatisme-politik, ayat-ayat Allah dijadikan "tsamanan qaliilan", harga murah.
Saya tidak sependapat dengan cara-cara seperti itu.
Ya, tentang pilpres yang sekarang tengah menyemarakkan perbincangan ini.
Saya sendiri melihat kedua pasang capres-cawapres sudah "relatif bagus". Keduanya sama-sama didukung oleh umat Islam dan partai Islam. Di barisan pendukung keduanya juga ada penganut agama-agama lainnya.
Jadi, dengan begitu, tidak perlu ada penggiringan opini seolah-olah bahwa seorang calon didukung oleh umat Islam sedangkan yang lainnya tidak. Sebab, penggiringan opini ini ahistoris dan tidak faktual. Faktanya, keduanya sama-sama didukung oleh rakyat Indonesia yang memiliki hak atas negeri ini, yang mayoritas adalah umat Islam.
Oleh sebab itu, biarkan kedua pasang (Prabowo vs Jokowi) itu berjuang merebut mandat rakyat dan umat, tanpa fanatisme berlebihan sehingga menghilangkan kendali emosi dan intelektualitas.
Semua pihak termasuk pendukung tidak perlu melakukan pengafiran, penyesatan, pelaknatan, dan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam. Umat Islam pendukung kedua pasang insya Allah sama-sama cinta Allah dan Rasul-Nya. Tidak perlu klaim bahwa hanya salah satu saja yang cinta Allah sedangkan yang lain tidak.
Siapa pun boleh berpendapat tentang sesuatu, termasuk dukungan politik dalam konteks ini. Dan mereka semua berhak menyatakan pendapat dan memperlihatkan dukungannya kepada publik. Asal tetap dengan akhlaqul karimah.
Mau dukung kepada capres tertentu, dukunglah dengan sederhana...!
Mau dukung kepada capres lainnya, dukunglah pula dengan sederhana...!
Biasa-biasa saja...
dan tetap berhati lapang dan lepas...!
Siip...
Salam