Ramai dikatakan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen yang berlaku efektif Januari 2025 nanti berpengaruh negatif terhadap perekonomian terutama akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, menurunkan pendapatan penduduk, menurunkan pengeluaran masyarakat, dan menaikkan angka pengangguran. Mari kita uji pendapat ini dengan bercermin pada kenaikan PPN menjadi 11 persen pada April 2022 lalu. Kita lihat apakah benar kenaikan PPN berpengaruh negatif terhadap perekonomian.
Pengaruh kenaikan PPN menjadi PPN 11 persen pada April 2022 lalu itu akan kita lihat pengaruhnya pada indikator ekonomi pada tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024. Tahun 2021 digunakan sebagai dasar pembanding sebelum PPN 11 persen diberlakukan, sedangkan tahun 2024 masih berupa prediksi. Indikator ekonomi yang kita gunakan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, tingkat pengeluaran masyarakat, inflasi, daya beli masyarakat, dan tingkat pengangguran.
Sejak diberlakukan PPN 11 persen pertumbuhan ekonomi naik dari 3,69 pada tahun 2021 menjadi 5,31 tahun 2022, 5,05 tahun 2023, dan diperkirakan 5,2 pada 2024.
Kenaikan PPN memang menaikkan angka inflasi pada 2022 menjadi 5.51, dari 1.87 pada 2022. Tapi kembali turun pada 2023 menjadi 2.61 dan 2.75 pada 2024 ini diprediksi.
Tapi pendapatan perkapita penduduk justru meningkat dari 62 juta pada 2021, menjadi 71 juta pada 2022, 75 juta pada 2023, dan diprediksi 80 juta di 2024 ini.
Hal di atas selaras dengan pengeluaran masyarakat yang juga meningkat menjadi 1,33 juta pada 2022 dan 1,45 juta tahun 2023 dari sebelumnya 1.26 juta pada 2021.
Angka penduduk berpenghasilan menengah pun naik jumlahnya menjadi 54 juta di 2022 dan 145 juta di 2023, sedangkan di 2021 adalah 45 juta.
Kenaikan golongan ekonomi menengah juga didukung oleh penurunan golongan ekonomi rendah dari 89,6 juta pada 2021, menjadi 89,5 juta dan 87,5 juta pada 2022 dan 2023.
Ekonomi semakin positif dengan penurunan tingkat pengangguran selama 2021-2024 dari 6,26 ke 5,83 dan 5,39 serta 4,95 persen.
Sektor industri tumbuh pada 2021-2024 pada tingkat 3.69 lalu 5 dan 5,39 juga 5,65 persen.
Trend positif juga terjadi di sektor ritel yang tumbuh dari 3.71 pada 2021 ke 5.23 dan 5.51 serta 5.80 pada 2022, 2023, dan 2024.
Semua itu selaras dengan pertambahan PDB pada 2022 menjadi 20 ribu triliun dari 17 ribu triliun pada 2021. Kemudian terus tumbuh menjadi 22 ribu triliun dan 26 ribu triliun pada 2023 dan 2024.
Ekspor meningkat dengan nilai 163, lalu 208, 238, dan 272 milyar dolar dalam kurun 2021-2024.
Daya beli masyarakat akan kita ukur berdasarkan Indeks Daya Beli Masyarakat, Indeks Harga Konsumen, dan Indeks Kesejahteraan Konsumen versi LSI.
IDBM meningkat terus dari 100 ke 103, 107, dan 110 pada 2021-2024.
Hal itu diperkuat dengan IHK dari 102 pada 2021, menjadi 107, 113 dan 118 pada 2022 sampai 2024.
Sedangkan IKK meningkat pada 2021-2024 pada level 96, 102, 110, dan 117.
Sejauh ini data menunjukkan bahwa kenaikan PPN menjadi 11 persen pada 2022 dari sebelumnya 10 persen berpengaruh positif terhadap perekonomian.
Pendapatan pemerintah dari PPN meningkat dari 491 triliun menjadi 558, 650, dan 719 triliun dari tahun 2021 sampai 2024.
Ini sejalan dengan peningkatan pajak secara umum dari 1.548 triliun menjadi 1.728 kemudian 1.881 dan 2056 dari 2021 ke 2024.
Dalam perekonomian yang didorong oleh pengeluaran pemerintah dan konsumsi masyarakat, penting memang untuk terus meningkatkan pemasukan negara.
Selanjutnya jika pendapatan negara meningkat, perekonomian akan dijaga terus tumbuh dengan beberapa cara penting berikut ini.
1. Mencegah kebocoran APBN dan menurunkan tingkat korupsi.
2. Alokasi APBN pada sektor-sektor yang memiliki efek leverage dan multiflier yang tinggi, serta meningkatkan daya beli masyarakat.
3. Meningkatkan ekspor dengan memberikan insentif ekspor.