Untuk memenuhi kebutuhan gas alam dan minyak bumi saat ini, Indonsia tentu tergiur dengan gas dan minyak mentah dari Rusia yang kebetulan saat ini harganya sedang murah. Rusia pun butuh mengalihkan kelebihan kapasitas energinya ke negara-negara lain. Tapi Indonesia tidak bisa leluasa memanfaatkan peluang ini, karena Indonesia terikat etika politik internasional terhadap Ukraina dan juga membutuhkan dukungan AS di Natuna Utara untuk menghadapi klaim RRC.
Rusia walaupun bersahabat akrab dengan RRC dan mempunyai kepentingan bersama untuk melawan AS, tidak akan bisa banyak bergerak mendukung RRC di Natuna Utara jika ingin dapat menjual kapasitas energinya ke Indonesia. Bisa juga Rusia menggertak Indonesia dengan akan mendukung RRC di Natuna Utara jika Indonesia tidak segera merealisasikan pembelian energi dari Rusia.
Agar tidak terjebak dengan tawaran Rusia, AS bisa jadi pun akan menawarkan energi dengan harga murah kepada Indonesia dan memberikan dukungan penuh kepada Indonesia untuk mengeksplorasi energi di Natuna Utara. Ketika potensi energi Natuna Utara telah bisa dimanfaatkan dengan segera dan secara optimal diharapkan Indonesia tidak lagi tergoda dengan energi murah dari Rusia. Bagi AS, ini pun akan menarik Indonesia menjauh dari RRC.
Sementara kepentingan dagang Indonesia terhadap RRC akan dimanfaatkan RRC untuk menekan Indonesia agar membatalkan atau minimal menunda eksplorasi energi di Natuna Utara. Tekanan seperti ini jelas tidak mudah buat Indonesia.
Natuna Utara akan menjadi bola panas yang harus secara terampil dimainkan Indonesia untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Pengaruh kapasitas kepemimpinan nasional sangat berperan dalam situasi strategis seperti ini. Jika salah langkah, Indonesia hanya akan menjadi boneka dalam konstelasi perang energi.