Begitu mendapat telpon dari Sarah, Rei langsung sigap mengganti pakaian. Terlihat buru-buru sekaligus tergesa-gesa, rambut cepaknya disisir-sisirnya dengan jari, ia pun mematut-matuti di depan kaca, barangkali ada 'belek'yang bisa ia seka sehiginis mungkin. Aku yang sedang memakai pakaian di pojokan kamar, hanya bisa memandangi punggung laki-lakiku, yang sedang bersolek. Lagi-Lagi aku hanya bisa memendam kekecewaan dan kecemburuan ini di ulu hati. Aku harus pandai menyembunyikan raut wajahku, meskipun getir.
KEMBALI KE ARTIKEL