Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

RJ Lino dari Sangkaan Praktik Bisnis Abu Nawas sampai Digerebek Buwas

3 September 2015   22:02 Diperbarui: 3 September 2015   22:02 1478 3
Setelah transkrip percakapannya lewat telepon dengan Menteri Sofyan Djalil guncang netizen, dua hari ini beredar transkrip 'pembekalan' Dirut Pelindo II RJ Lino kepada para General Manajer cabang Pelindo II, di ruang kerjanya, Rabu, 2 September 2015.

Berikut transkrip 'pembekalan' tersebut:

"Setiap saya masuk mungkin ini ada 10 krisis sampai saat ini, bukan hanya ini. Ya dengan setiap krisis ini juga justru
kita belajar banyak, di mana krisis itu dimanage secara baik.

Jadi kalian itu tambah saja pengalamannya kalau ada krisis. Kalau itu bisa dilatih semua dengan baik ya...ya itu mungkin jadi...professor untuk krisis management. Ya jadi gitu...itu saja yang disampaikan. Tolong kerja yang baik lebih semangat. Ya creating apa namanya...value lebih tinggi karena company ini...saya bilang tadi ya, kalau lima tahun yang lalu assetnya sekitar 6,5-7 triliun hari ini...

Coba sebentar saya telepon dari Sofyan Wanandi, sebentar... (Selama 3 menit RJ Lino terdengar berkomunikasi dengan Staf Khusus Wakil Presiden Sofyan Wanandi)

Ehm, Jadi...ni contoh barusan saya komplain karena orang di atas turunin gini...Eh kok anak buah saya..statusnya mau ditingkatin? dari penyidik, penyelidikan jadi penyidikan yang dipandu lintas GM sama...apa namanya..walaupun dikasih udah dikasih tau saya kemarin. "You gak akan diganggu"

Saya gak bisa terima! Saya bilang gak bisa. Jangan saya gak diganggu, itu kok anak buah saya diganggu gak bener, ga boleh!

Ya..jadi tolong ya kerja seperti biasa ya... Kalau ada apa saya orang akan paling duluan yang paling, karena..kita membuat sama sekali gak buat salah, kalau gak nampak gitu lho. Jangan karena ada sesuatu yang lain terus kita terus di..dijadikan ini, tapi...makanya kalian bisa liat ya. saya challange presiden dan wakil presiden, saya bilang, "kalau ini ga diberesin dan saya gak dapet backup penuh, saya berhenti!"

Ya, makanya waktu kejadian di situ, sore itu, belum penyelidikan waktu itu, itu wakil presiden dari Seoul telp saya bilang "Pak Lino, stay kerjanya seperti biasa, kita akan selesein di atas" Malah saya bilang sama mereka, "Saya berhenti!"

Karena gak mungkin saya kerja terus, anak buah semua takut gitu. Kan pasti gak jadi apa-apa. Wong bosnya aja digituin sama polisi, gimana anak buahnya? Jadi saya bilang.. "Saya ingin betul-betul dapat dukungan yang sangat kuat dari nomor 1 dan 2 di atas negeri ini!"

Tapi saya juga senang ya, CEO IPC bisa punya bargaining jadi kita kuat dengan RI1 DAN 2, jadi kita hebat, makasih...

Ya ini persoalannya di negeri ini, banyak dari kita selalu merendahkan diri kita terhadap apa yang kita punya. Kalau kalian tau orang2 yang tahu saya di taun 80-an, waktu itu jabatan saya senior manager, tapi saya waktu itu bisa telepon menteri, telepon dirjen, dirut saya aja ga berani. Ya jadi kalau sekarang saya bisa telepon sampai ke presiden, wakil presiden saya dulu menjadi manajer aja berani nelepon menteri. Karena kalau kalian memperjuangkan sesuatu yang benar baik sesuatu yang ada nilainya, pasti akan disupport oleh banyak orang.

Saya juga kadang-kadang seneng nih ketawa sendiri saya karena diginiin jadi semua orang Indonesia jadi tau saya semua. Saya bacakan satu ya...SMS yang sangat menarik yang saya ketawa sendiri. SMS ini, dibuat oleh Walikota Pontianak kalian pasti ketawa, jangan ketawa dulu yah.

Ini walikota Pontianak ya yang SMS saya, Saya bacakan ya, dengerin yang bener ya, ini Walikota  ontianak Sutarmaji. Ini walikota selama Pak Simbolon jadi GM, dia mungkin tiga kali menulis surat ke saya minta pak Simbolon diganti. Karena saya gak pernah ladenin itu gak pernah saya jawab saya gak pernah ganti-ganti itu karena yang bisa gantiin GM bukan gubernur, bukan walikota tapi saya yang bisa ganti GM, jadi saya ga jawab2 itu.

Ok. Dia bilang begini: "Kalau model penegakan hukum seperti yang bapak alami, maka ke depan akan sangat banyak orang yang punya kemampuan tapi tak mau ikut membenahi negeri ini.

Saya yakin dan berdoa, bapak mampu menuntaskan masalah yang dihadapi oleh, kalau kita beli peralatan yang dipersiapkan untuk urgentcy dan lain-lain karena tak digunakan lalu disebut merugikan negara atau total lost, bagaimana dengan beli tank, panser, water canon?  Itu juga termasuk kategori total lost karena tak pernah digunakan." Ok, ya.

Dalam 'pembekalan' itu jelas, RJ Lino mengatakan dia sudah dijanjikan Wapres JK tidak akan tersentuh persoalan hukum. "Pak Lino, stay kerjanya seperti biasa, kita akan selesein di atas" ujar JK seperti dikutip Lino dalam transkrip tersebut.

Di antara 140 lebih BUMN, nama RJ Lino mungkin paling fenomenal belakangan ini. Perseteruannya dengan Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

JICT, anak usaha Pelindo II yang merupakan terminal petikemas terbesar di Pelabuhan Tanjung Priok yang menghandle 70% bongkar muat ekspor impor, diketahui telah diprivatisasi kembali oleh RJ Lino kepada HPH sejak 5 Agustus 2014 dengan masa konsesi sampai tahun 2039.

Banyak alasan dikemukakan RJ Lino melatarbelakangi keputusannya memprivatisasi terminal petikemas terbaik di Asia Pasifik untuk kapasitas di bawah 4 Juta TEUs tersebut. Misalnya, Indonesia belum sanggup mengelola terminal petikemas sendiri sehingga asing masih dibutuhkan. Selain itu, jika konsesi tidak diperpanjang, Indonesia kehilangan market yang dimiliki HPH. Lino juga menyebutkan dengan perpanjangan konsesi, Pelindo II akan memperoleh dana cash US $120 juta/tahun.

Ketiga alasan itu terbantahkan dengan fakta bahwa 99,9% yang mengelola JICT selama ini adalah tenaga kerja Indonesia sendiri. Dari hampir 1000 orang pekerja, hanya 2 orang asing. Itu pun di level direksi. Tidak hanya itu, sejak beberapa tahun terakhir JICT mengirimkan pekerjanya untuk membenahi terminal-terminal petikemas di luar negeri khususnya group HPH. Bahkan seharusnya RJ Lino juga mengakui adanya sejumlah SDM dari JICT yang ditarik menjadi pegawai Pelindo II untuk melakukan modernisasi terminal petikemas di lingkungan Pelindo II.

Tentang kehilangan market yang dikhawatirkan Lino, itu pun mengada-ada. Karena Tanjung Priok adalah pelabuhan destinasi. Indonesia adalah pasar bagi produk-produk dunia. Begitu juga dengan kegiatan ekspor ke pelabuhan tujuan di luar negeri. Sebelum JICT diprivatisasi tahun 1999 karena faktor krisis ekonomi, ekspor impor tetap berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Jadi bukan karena faktor Hutchison Port Holdings (HPH) yang merupakan operator sejumlah pelabuhan dunia.

Tentang pemasukan 120 juta dolar Amerika setiap tahun yang akan diperoleh Pelindo II dari perpanjangan konsesi, RJ Lino seolah berhalusinasi. Betapa tidak, kalaupun konsesi tidak diperpanjang, Pelindo II tetap akan mendapatkan pemasukan tersebut. Pasalnya, 120 juta dolar itu memang berasal dari pendapatan JICT dan TPK Koja, sama sekali bukan dari HPH.

Malah justru kalau konsesi diperpanjang, Pelindo II masih harus berbagi keuntungan dengan HPH. Dalam privatisasi jilid II, HPH menyetor 215 juta dolar dan mendapat saham 49% JICT. Begitu juga dengan TPK Koja, HPH setor 50 juta dolar dan mendapat saham 49%. Dengan total investasi sebesar 265 juta dolar, HPH mendapat deviden selama masa konsesi 20 tahun.

Pendapatan yang dibangga-banggakan RJ Lino dari konsesi sebesar 120 juta dolar itulah yang disebut-sebut sebagai praktik bisnis Abu Nawas. Seolah-olah saja Pelindo II peroleh keuntungan pendapatan 120jt dolar/tahun dari perpanjangan konsesi. Padahal, duit itu berasal dari kantongnya sendiri, bukan duit investasi dari HPH.

Serikat Pekerja PT JICT sendiri sudah menantang Lino untuk buka-bukaan menghitung untung rugi perpanjangan konsesi. Dalam hitungan SP JICT, potensi kerugian negara triliunan rupiah akan terjadi jika Pelindo II tetap ngotot perpanjang konsesi.

Tidak hanya itu, sekalipun Kementerian Perhubungan menyemprit karena langgar UU Pelayaran, Lino jalan terus. Setelah didesak kanan-kiri, barulah Lino janji mau urus ijin konsesi. Bagaimana ceritanya, privatisasi sudah ditandatangani, ijin konsesi sebagai syarat privatisasi baru mau diurus ke Kementerian.

Tapi ya itulah RJ Lino. Sosok Dirut BUMN paling kontroversial saat ini. Alih-alih menghormati proses hukum yang dilakukan Bareskrim malah terkesan menantang aparat penegak hukum. Jika dia merasa benar, harusnya dia bersyukur karena aparat hukum telah membantunya menemukan pelanggaran hukum yang mungkin saja dilakukan tanpa sepengetahuannya.

Atau mungkin selama ini RJ Lino tahu di kantornya banyak persoalan hukum, namun dengan keyakinan mendapat back up dari penguasa, salah satunya Wapres JK, Lino merasa aman-aman saja. Sikap reaktif terhadap petugas Bareskrim karena mungkin Lino tidak menyangka kalau akhirnya dia tersentuh perkara hukum juga. 

Penggeledahan yang dipimpin langsung Kabareskrim Budi Waseso (Buwas) membuat Lino ketar-ketir. Apalagi belakanan diketahui dari hasil audit yang pernah dilakukan, pengadaan 10 mobile crane itu memang bermasalah. Toh hari-hari belakangan ini Lino terus sesumbar meyakinkan anak buahnya bahwa dia tidak akan tersangkut karena sudah di-back up Wapres JK. Transkrip rekaman 'pembekalan' para GM Pelindo II, Rabu kemarin jelas menunjukan keyakinan itu. Apalagi ditambah isu pencopotan Komjen Budi Waseso dari jabatannya sebagai Kabareskrim karena geledah ruang kerja Lino.

Sebegitu kuatkah seorang RJ Lino sampai pemerintah seolah tak berdaya sekalipun indikasi-indikasi pelanggaran sudah terpampang jelas dari mulai praktik bisnis model Abu Nawas sampai kemarin digerebek Buwas.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun