Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ketabahan

25 Oktober 2011   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32 94 1
Waktu, tidak terasa berjalan seiring mentari mengitari daun-daun, meregang dahan yang mulai lapuk tergerus alam, seperti kepergian Uyut Kalian , UU ENGAH di pagi hari jumat pagi 23 april 2010 , 113 tahun sudah mengarungi kehidupan ini dan Uyut meninggalkan kita , meninggalkan lara dan duka hati kita , juga merobek kesadaran bahwa Manusia akan kembali ke Zat yang hakiki .. Ilahi Robbi...

Doakan Semoga Beliau termasuk orang yang diberi kenikmatan Kubur, diterima Amal-iman, Islamnya. amin..

Kesadaran diri akan keterbatasan, ketidakberdayaan, ketidakmampuan manusia di hadapan Tuhan Penguasa Alam Semesta. Bahwa kita adalah mahluk yang lemah, tiada kekuatan apapun yang ada pada diri kita yang patut disombongkan....Allah Maha Besar.

Anakku perjalanan kalian masih panjang, sujud dan bertasbihlah selalu di hadapan Allah,sabar serta gigih berjuang tuk meraih cita-cita

Mamah dan Apah pernah membaca sebuah cerita dari catatan Bang Aspan tentang Seekor Kerang

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengeluh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku,” kata sang ibu sambil bercucuran air mata, “Tuhan tidak memberikan pada kita, bangsa kerang, sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.”

Si ibu terdiam sejenak, “Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat”, kata ibunya dengan sendu dan lembut.

Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar.

Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan “kerang biasa” menjadi “kerang luar biasa”. Karena itu dapat dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan seseorang ketika berjuang untuk memperoleh dan
meraih kehidupan yang lebih baik dapat mengubah “orang biasa” menjadi “orang luar biasa”.

Banyak orang yang mundur saat berada di lorong transendental tersebut, karena mereka tidak tahan dengan cobaan yang mereka alami.

Ada dua pilihan sebenarnya yang bisa mereka masuki: menjadi `kerang biasa’ yang disantap orang, atau menjadi `kerang yang menghasilkan mutiara’.
Sayangnya, lebih banyak orang yang mengambil pilihan pertama, sehingga tidak mengherankan bila jumlah orang yang sukses lebih sedikit dari orang yang `biasa-biasa saja’.

Mungkin saat ini kita sedang mengalami penolakan, kekecewaan, patah hati, atau terluka karena orang-orang di sekitar kalian cobalah untuk tetap tersenyum dan tetap berjalan di lorong tersebut,
dan sambil katakan di dalam hatimu..
“Airmataku diperhitungkan Tuhan.. dan penderitaanku ini akan mengubah diriku menjadi mutiara.”

Berjuanglah Anakku raihlah hari esok yang lebih baik, kejarlah dan raihlah impian itu sambil berdidzikir serta berdoa semoga Allah memebrikan kemudahan pada jalan yang akan kita lalui...... Amin

oleh Ujang Sudrajat pada 30 April 2010 jam 17:09

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun