Sebagai langkah awal saya coba membuka aplikasi telegram dulu kemudian saya membuka satu folder (yang sebenarnya grup, heheh) bernama TABUNGAN KARYA Â yang anggotanya hanya saya sendiri saja. Folder tersebut telah lama saya buat. Â Jadi setiap saya berkeinginan untuk menulis tanpa harus mengetik, Saya cukup memainkan tombol microphone yang terletak di sebelah kanan di bawah mic yang satunya, sebagai alat input voice notes kita dan sistem mengubahnya menjadi output berupa ketikan.
Saya memilih media telegram karena media ini bagi saya cukup ringan dan ramah, tidak memenuhi memori internal smartphone saya, serta yang paling utama file-file penting saya cukup aman karena sistem penyimpanannya berkomputasi awan atau berbasis cloud.  Berkali-kali saya berganti perangkat smartphone atau laptop pun tidak jadi masalah selama akun telegram saya masih menggunakan  nomor yang sama saat registrasi awal.
Terkadang saya berkarya berbantukan media telegram di smartphone, terkadang juga menggunakan laptop. Keduanya tetap membutuhkan akses internet.
Karya yang telah lama saya tabung lama kelamaan akan menumpuk lalu saya mensortirnya dan secara berkala saya mempostingnya sesuai kebutuhan tema yang saya inginkan.
Ada yang sudah jadi buku berjilid-jilid, ada yang sudah jadi karya video yang tersematkan di channel YouTube. Ada juga yang saya sematkan di blog baik pribadi maupun komunitas. Bahkan di awal 2018 saya bersama sahabat-sahabat dari kanal menemubaling dari salah satu organisasi profesi guru, Saya merasakan pengalaman yang cukup berharga yakni menembus rekor MURI untuk kategori literasi berbasis digital terbanyak.
Dulu, aplikasi yang sering saya akrabi adalah speechnotes. Namun makin ke sini saya lebih sering memanfaatkan Google Board. Â Itu jika saya menggunakan perangkat smartphone, namun jika saya sedang utak-atik di laptop maka saya seringkali memanfaatkan Google Documents.
Jika para pengetik profesional katanya berkecepatan 50 hingga 80 kata per menit maka, dengan aplikasi berkecerdasan buatan voice notes ini kita dimungkinkan untuk berkecepatan 100 kata bahkan lebih per menitnya. Â Keren bukan?
Namun tahap editing tetaplah kita ikhtiarkan Karena bagaimanapun tingkat keeroran itu ada saja. Â Tak ada satu sistem atau aplikasi manapun yang benar-benar sempurna. Â Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya. Faktor human dalam konteks era society 5.0 tetap memainkan peranan penting untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh mesin berteknologi tinggi sekalipun.
Pemanfaatan aplikasi tersebut secara lebih meluas lagi, telah saya coba lakukan di berbagai event-event pelatihan semisal saat saya diundang mengisi pelatihan di gedung P4TK IPA Kemdikbud yang kini bernama Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) regional Jawa Barat. Â Saat itu peserta pelatihannya se-NKRI, dari Sabang sampai Merauke.
Pun demikian saat saya diundang mengisi pelatihan di provinsi lainnya semisal Banda Aceh, Padang Sumatera Barat, Kota Depok Jawa Barat, Gedung Paska Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jawa Barat, Kecamatan Kuta Bali, dan lain-lain.