Urusan sepak bola memang tak pernah tuntas diulas. Selalu saja menampilkan narasi narasi menarik dan tak terbayangkan sebelumnya. Ia bukan saja permainan an sich yang dibatasi oleh stadion berpagar dan bertempat duduk, melainkan lebih jauh dari itu. Dan sepak bola tentu saja tak melulu didefinisikan dalam bingkai olahraga, sepak bola telah melampaui hampir semua aspek kehidupan. Bisnis, politik, nasionalisme, etnis, hiburan, komoditi, industri, bahkan mungkin agama. Konon kabarnya, sebuah negara pernah melarang sepak bola karena dianggap melecehkan seorang suci yang diakui luas di negara tersebut.
Henrik Ibsen mungkin benar ketika berkata tentang sepak bola “Jika permainan ini tak ada, sia sialah dunia”. Sampai segitunya seorang Ibsen ihwal sepak bola. Ya iyalah, saya rasa juga demikian, kalau tak ada sepak bola mungkin dunia tak akan seramai sekarang. Berterimakasihlah pada Inggris yang menemukan sepak bola. Lain Ibsen lain pula Albert Camus. Penulis buku Mythe Sisifus ini pernah merasa berutang dengan sepak bola, “Jika bicara moral dan tanggung jawab, saya berutang dengan sepak bola”. Sepak bola memang mengajarkan banyak hal dan tanggung jawab yang mesti diperankan oleh para pelakonnya, tak hanya oleh 22 pemain, tetapi juga mesti dipatuhi oleh wasit, manager, pelatih, pemain cadangan, anak gawang, dan supporter. Masing masing mempunyai peran yang mesti dimainkan dengan fair play.