Anak perempuanku selalu mencabik cabik Indonesia
Pada setiap pagi dan senja, dan masih di bawah trembesi
Sebab rumah yang selalu buat singgah, serasa terbelah
Siang menciderai matahari, bulan pun terluka malam
Dan anakku menggenggam berbie bernyanyi di kamar mandi
Menirukan sebuah lagu yang terisak seorang pengembara:
”mengapa harus lelah karena cemburu?”
Indonesia menyusup dalam nadinya yang bercahaya
Seperti seekor kunang kunang di dalam botol kaca
Ingin meronta! Ingin memberontak!
Memecahkan botol kaca meskipun bertaruh nyawa.
Sebentar lagi saja, waktu akan melahap habis harapan
Bahkan cintanya, sebab di rumah ia tak lagi menjadi anugrah
Sembari melarung dua buah sekoci, di tepi sungai coklat
Yang mengalir di bawah trembesi,
terdengar anakku bernyanyi lirih dan sesak:
“Dia mati di aortaku!”
Kudus, 2010/2011.