Awal Oktober di tahun 2024, salah satu media massa mengangkat tema kesehatan jantung yang dipaparkan di halaman depan media tersebut. Beberapa penelitian dan artikel terkait kesehatan jantung ini dipaparkan secara detail dan lengkap. Ada satu bagian tulisan di media ini yang menjadi inspirasi tulisan kali ini yaitu terkait gaya hidup yang memberikan sumbangan tertinggi dalam peningkatan serangan jantung pada masyarat Indonesia.
Gaya hidup secara perlahan tapi pasti telah memberi ruang kepada kehidupan seseorang untuk terjerumus dalam dampak yang panjang. Cara kita hidup dalam bentuk gaya hidup yang kita lakukan adalah sebuah pilihan yang kita sadari terminal yang ingin kita tuju. Pertanyaan kunci yang patut kita sepakati dengan diri kita adalah "Mau berlabuh kemanakah kehidupan kita ini?, apakah kita memiliki harapan untuk berlabuh di kehidupan yang bahagia, atau kita ingin kehidupan kita menjadi berantakan dan penuh derita?"
Memaknai Gaya Hidup
Sebagian besar manusia bahkan makhluk hidup lainnya berharap untuk dapat berlabuh dalam kehidupan yang bahagia. Namun harapan ini sering kali pupus di saat perjalanan menuju pelabuhan tersebut, terhempas oleh badai kepuasaan yang tak pernah puas. Bagaimana cara kita agar kita dapat menuju pelabuhan kebahagiaan dengan selamat?
Mari kita bersama-sama memulai perjalanan ini dengan memilih gaya hidup yang tepat yang mendukung ke arah pelabuhan kebahagiaan. Gaya hidup yang tepat seperti apa yang dapat membawa kita ke pelabuhan kebahagiaan? Tentu kita dapat belajar dari para tokoh yang luhur, yang penuh dedikasi, yang penuh kendali diri untuk tidak terseret dari kepuasan hidup.
Sebagian besar tokoh yang luhur ini memiliki gaya hidup yang sederhana. Mereka wujudkan dengan penampilan yang sederhana tidak berlebihan. Mereka menggunakan tata busana yang rapi, bersih, sopan, tidak glamor. Jika pun menggunakan perhiasan secukupnya tidak perlu yang tampak mewah, mahal dan gemilau. Mereka memiliki kendaraan pribadi secukupnya sesuai fungsinya, begitu juga tempat tinggal. Harta mereka yang berlimpah mereka gunakan untuk menopang kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Mereka hidup sejalan dengan fungsinya sesuai dengan kebutuhannya. Walau mereka bisa membeli pulau, mereka tidak gunakan pulau itu untuk kesenangan pribadinya saja, namun mereka gunakan untuk pengembangan keluhuran mereka misal dengan memberikan pekerjaan kepada orang-orang yang membutuhkan pekerjaan dengan merawat pulau itu dan menjadikan unit usaha pariwisata sehingga orang-orang lain bisa ikut menikmati keindahan pulau yang dibelinya.
Gaya hidup yang berasaskan fungsi, kebutuhan, kecukupan hidup menjadi rel kehidupan yang dapat menghantarkan kita menuju pelabuhan kebahagiaan. Kita tidak lagi habiskan waktu untuk memaksa diri hingga melanggar aturan dan norma demi memuaskan kepuasan yang tak terbendung, kita cukup menikmati kepuasan yang hadir sebagai buah dari upaya yang luhur sesuai aturan dan norma kehidupan. Waktu lebih dapat kita gunakan untuk mengembangkan mental yang lepas dari ketergantungan atas kepuasan.
Gaya Hidup dengan Penyadaran
Kecakapan dalam pengendalian diri untuk melihat, memahami dan menerima bahaya dari kepuasan yang tidak terbendung melampaui kecerdasan intelektual. Intelektual kita mungkin tahu bahaya dari kepuasan yang tidak terbendung, namun intelektual kita tidak dapat mengendalikan diri kita untuk lepas dari perbuatan yang membahayakan untuk memenuhi nafsu yang tidak terbendung.
Kecakapan mental diperlukan untuk dapat membendung diri kita agar tidak terseret arus kepuasaan yang tak pernah puas. Kecakapan mental ini dapat kita pelajari salah satunya melalui ajaran yang disampaikan oleh Guru Agung Buddha.
Guru Agung Buddha memaparkan penting kiranya kita memiliki cara pandang kehidupan yang pantas, layak dan berkualitas serta tentu memberikan arah kepada kehidupan kita ke arah kehidupan yang bahagia. Ajaran ini terpapar dalam kitab Angutara Nikaya kelompok 3 yang diterjemahkan oleh Tipitaka Tematik penerbit Ehipassiko Foundation tahun 2009 yaitu "Pemuasan, Bahaya dan Jalan Keluar".
Guru Agung Buddha menyampaikan saat beliau terlahir sebagai seorang Boddhisatva beliau sempat menanyakan di dalam diri sendiri, "Apa yang dapat memuaskan kehidupan ini?, apa yang bahaya dalam hidup ini? dan apa jalan keluar dari bahaya kehidupan ini?". Tiga pertanyaan inilah yang layak menjadi dasar pijakan kita agar kita tidak terseret dalam gaya hidup yang tidak tepat, namun sebaliknya kita dapat bergaya hidup yang mengarahkan kita kepada pembebasan dan kebahagiaan sejati.
Evaluasilah saat ini juga bagaimana gaya hidup kita. Lihatlah apakah kita memahami apa saja yang dapat memuaskan kehidupan kita?, perhatikanlah selama kita hidup hingga saat ini, kepuasan apa saja yang membuat kita puas? Apakah kita memperhatikannya, atau kita hanya menikmatinya saja?
Pertanyaan pertama yang Boddhisatva utarakan dalam diri beliau saat itu, menunjukkan bahwa beliau ingin agar kehidupan beliau tidak terombang-ambing dalam ombak kenikmatan duniawi tanpa menyadari hal sesungguhnya yang dapat membuat individu terpuaskan dalam kehidupan ini. Dalam perenungannya beliau mendapat satu pemahaman bahwa pemuasan kehidupan duniawi berupa kesenangan dan kegembiraan yang menjadi buah dari kenikmatan yang diterima indera manusia.
Saat kita makan makanan yang memiliki bau yang menggoda, penampilan yang menawan, rasa yang berselera maka kita akan memakan makanan ini dengan kesenangan dan kegembiraan. Ini salah satu contoh kepuasan dalam hidup ini. Selanjutnya di saat kita berbaring di sebuah ranjang yang empuk dan padat, udara kamar yang sejuk, cahaya yang redup, ditemani bantal dan selimut yang nyaman, hal ini mampu menghadirkan kepuasan dalam berbaring atau tidur di sebuah kamar. Ini pun sebuah kepuasan dalam hidup yang mendatangkan kegembiaraan dan kesenangan.
Kepuasan dan kegembiraan yang dipahami ini dapat membawa kita kepada sebuah pertanyaan berikutnya "Apa bahaya dari kesenangan dan kegembiraan ini?, apakah kesenangan dan kegembiraan ini selalu ada?, apa yang terjadi saat mereka tidak ada dalam waktu tertentu?".
Pertanyaan ini muncul di saat alarm penyadaran kita diaktifkan yaitu berupa sebuah refleksi atas fenomena kehidupan duniawi yang terjadi pada kita dan pada orang banyak. Wajar suatu saat dalam kehidupan ini kita mengalami dua kondisi kehidupan yaitu kondisi senang atau gembira dan kondisi susah atau sedih. Kedua kondisi ini patut diterima sebagai kondisi nyata dalam kehidupan kita.
Guru Agung Buddha menjelaskan bahwa di saat kita memahami bahwa kepuasan hidup berupa kesenangan dan kegembiraan itu tidak langgeng atau tidak selalu hadir di setiap momen kehidupan kita, di situlah kita memahami bahaya dari sebuah kepuasan. Lihatlah dan renungkanlah seberapa lama anda dapat mempertahankan rasa gembira atau senang anda saat anda mendapat hadiah dari sebuah undian, mendapat kenaikan gaji, menikahi pasangan yang anda sukai, mendapatkan nilai ujian tertinggi, mendapat juara dalam kompetisi, dan lainnya.
Semua kepuasan pastilah tidak tetap selalu berubah, selalu bergilir untuk hadir bersama pasangannya yaitu ketidakpuasan yang berupa kesedihan, kesusahan, kekecewaan, kekhawatiran, kegelisahan, dan lainnya. Jika kita dapat menerima perubahan kepuasaan sebagai bagian dari kehidupan kita, maka kita mudah untuk keluar dari bahaya kepuasan.
Namun jika belum dapat memahami dan menerima bahaya dari kepuasan maka kita pasti terus-menerus terlilit untuk mencari kepuasaan dengan terus mengupayakan agar kepuasaan tak terhentikan yang pada akhirnya membawa kehidupan kita ke jurang penderitaan hidup, mengapa demikian?
30 Oktober 2024 yang lalu, harian Kompas memberitakan sebuah kasus gratifikasi yang dilakukan oleh pejabat Makamah Agung. Di sini dapat dipahami bahwa seseorang dengan jabatan sebagai pejabat yang diagungkan dalam sebuah penentu keputusan yang memerlukan keluhuran budi dapat ternodai lantaran kepuasaan yang tak terbendung. Jumlah uang dan aset yang disita sangat fantastis, namun akhirnya nama baik, kredibilitas, kualitas kehidupan, dampak sosial dan masih banyak penderitaan lainnya terbentuk akibat pemenuhan kepuasaan yang terus menerus tanpa penyadaran bahaya yang muncul dari pemuasan ini.
Pejabat Mahkamah Agung ini bukanlah orang yang tidak berpendidikan, namun seorang yang pandai, berintelektual yang baik, memiliki keyakinan tertentu serta pastinya ia memahami resiko akan akibat dari perbuatannya yang melanggar hukum lantaran ia bekerja di bidang hukum. Namun kenyataan yang terjadi pejabat ini lemah dalam mengendalikan dirinya, terseret untuk memuaskan kepuasannya dalam hal ini kepuasan dalam memiliki harta berlimpah.
Penderitaan yang panjang akhirnya menjadi buah dari kepuasaan yang tak terbendung. Untuk itu, Guru Agung Buddha memberikan penguatan bahwa penting kiranya agar kita selain menikmati kepuasan duniawi, kita juga tahu bahaya dari kenikmatan yang tak terbendung. Analogi sederhananya adalah di saat kita memahami manfaat sebuah pisau yang tajam dalam membantu seorang chef dapat menyajikan masakan yang nikmat, namun di sisi lain, pisau yang tajam ini pun dapat membawa ke kematian yang mengenaskan jika digunakan untuk menghunus seseorang. Demikianlah sebuah kepuasan memiliki dua fungsi yaitu mendatangkan kenikmatan dan jika tidak dipahami dengan baik kepuasan ini pun mendatangkan kematian.
Selanjutnya Guru Agung Buddha menjelaskan tentang jalan keluar dari bahaya kepuasaan adalah dengan melepas diri atau tidak terjerat dalam nikmat kepuasan hidup. Pemahaman ini memiliki makna yang dapat dipahami bahwa penting bagi kita untuk dapat berkehidupan yang terbiasa untuk hidup yang menerima perubahan, menerima kepuasan dan ketidakpuasan yang saling silih berganti mewarnai kehidupan ini.
Gaya hidup yang ditawarkan oleh Guru Agung Buddha ini adalah gaya hidup bahagia yang dilandasi dengan penyadaran. Sadarilah tujuan pemuasan hidup, sadarilah bahayanya dan sadarilah caranya agar kita terbebas dari bahaya ini, dengan ketiga ramuan ini, semoga kita membawa kehidupan kita yang singkat ini ke arah kehidupan yang lebih bermakna, dan membawa kita ke kebahagiaan yang sejati.