Mohon tunggu...
KOMENTAR
Parenting Pilihan

Sehat Berdigital

26 Oktober 2024   04:02 Diperbarui: 26 Oktober 2024   05:25 126 4
Ada satu kutipan yang menarik untuk menjadi pendahulu tulisan ini. Kutipan ini penulis peroleh dari artikel yang berjudul Orangtua diajak peduli soal kekerasan hinggap pemakaian internet kepada anak yang penulis dapatkan dari kompas.id yang diorbitkan pada tanggal 18 Maret 2024. Eka Nurviana Fatmawati, seorang Duta Teknologi Kemendikbudristek dan Kreator Konten Pendidikan, yang juga seorang guru mengatakan bahwa teknologi digital salah satunya internet layaknya sebuah lautan atau samudra luas yang tentu memiliki potensi yang membahayakan dan juga menyenangkan asalkan pengguna laut dan samudra ini memahami bagaimana cara berenang, menyelam, atau berlayar dengan aman dan efektif.

Memanfaatkan lautan informasi dalam sebuah kecangihan teknologi infomasi di era digitalisasi merupakan tantangan yang sangat patut menjadi perhatian dari berbagai pihak khususnya para orangtua/wali murid serta para guru atau pendidik di sekolah formal ataupun di sekolah non formal. Ombak informasi ini tidak dapat dibendung dan telah terus berdinamika dengan kehidupan anak-anak kita mulai dari usia anak balita hingga remaja.

Sudah banyak kasus kejahatan yang ditemukan lantaran terpaparnya ombak informasi yang yang kurang tepat dari kemudahan akses dan 'liar'nya informasi yang tidak diimbangi dengan kedisiplinan dan ketrampilan dalam memahami informasi.

Walau demikian era digital bukanlah era fatal jika kita dapat memanfaatkannya untuk penguatan akal dan juga seni berdigital, asal pengguna digital mau dan mampu terampil menyikapi diri dan memahami seni mengoptimalkan teknologi untuk kepentingan pengembangan diri.

Sebelum memberikan pendampingan kepada anak dan remaja terkait penggunaan teknologi digital ini, ada baiknya orangtua memahami dahalu hal-hal yang terpapar dalam lautan informasi dalam kecanggihan teknologi digital. Layaknya memahami sebuah lautan, kita perlu tahu kedalamannya, arusnya, kekayaan di dalamnya juga bahaya di dalamnya.

Suatu ketika penulis dalam mendampingi anak penulis di saat ia sedang bermain game online dimana dalam permainan itu hadir orang-orang yang dikenal dan ada juga orang-orang yang tidak dikenal. Waktu itu, penulis melihat anak penulis bermain dan mengetikan kalimat jawaban atas dialog yang terjadi di saat permainan berlangsung. Penulis bertanya kepada anak penulis, "Ini ada namanya agus, siapa dia?", "Agus ini saya dak kenal Pi, ini hanya ketemu di saat main game online aja", jawab lugas anak penulis. "Kok kalian ngobrol padahal belum pernah ketemu, tidak tahu siapa orangnya, lalu si Agus kok ajak login-login, itu kenapa?", tanya penulis penasaran. "Ya pi, dia  minta saya untuk masuk ke agama tertentu. Lalu saya abaikan saja karena ajakan ini tidak tepat". "Bagus nak, jika tidak perlu jangan di jawab ya, jika ada yang tidak pantas cerita ya ke Papi. Hati-hati ya dengan ajakan dan omongan yang berbahaya".

Ini adalah bagian kecil dari kasus-kasus yang mungkin terjadi di saat anak dan remaja kita sedang aktif berkegiatan menggunakan teknologi digital khususnya terhubung internet. Untuk itu penulis dalam tulisan ini hendak membagikan beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi para orangtua yang memberikan akses teknologi digital kepada anak dan remaja.

Hal pertama yang patut diperhatikan adalah fungsi utama penggunaan teknologi digital. Tanyakan kepada diri sendiri, untuk apa gawai diberikan kepada sang anak dan remaja? Jika  hanya untuk mengisi waktu kosong, atau mengisi waktu dimana kita tidak dapat menemani atau mendampingi mereka secara optimal maka motivasi ini perlu direvisi. Ada baiknya motivasi untuk mengenalkan teknologi digital kepada anak dan remaja adalah sebagai bagian pembelajaran sehingga anak dan remaja memahami teknologi ini dan tahu cara menggunakannya khususnya seperti membuat akun email, melakukan operasi sederhana mengunduh, menduplikasi, menghapus, menempelkan, menghidupkan dan mematikan alat, mengkoneksikan ke internet, mencari informasi dan kegiatan positif lainnya.

Selanjutnya setelah motivasi penggunaan teknologi digital ini sebagai pembelajaran, kita perlu untuk memberikan batasan waktu penggunaannya atau dalam istilah dikenal dengan screen time. Waktu layar gawai yang digunakan anak dan remaja dibatasi agar tidak berjam-jam menggunakan gawainya secara terus menerus. Walau negara Indonesia tercatat sebagai negara nomer satu dalam durasi terlama menggunakan gawai yaitu sekitar 6 jam lebih dalam satu hari. Data ini dihimpun oleh State of mobile 2024 dan dipublikasikan melalui data.ai pada Januari 2024.

Semakin lama anak dan remaja menggunakan gawai semakin berbahaya bagi anak dan remaja dalam mendukung kesehatan jiwa mereka. Hal yang umumnya terjadi adalah kecenderungan untuk kecanduan, gelisah, khawatir, cemas, serta emosi negatif yang cenderung meledak-ledak. Untuk itu batasi, atur dengan baik misal 1 atau 2 jam berhenti dan tidak menggunakan gawai setiap hari, beri waktu khusus dan atur dengan tegas dengan jadwal yang tepat. Hindari di waktu menuju jam tidur, karena jam menuju tidur adalah kondisi gelombang otak sangat rentan untuk menyerap segala informasi alhasil berbahaya terhadap informasi yang kurang tepat untuk tumbuh kembang anak dan remaja.

Hal ketiga yang menurut penulis penting untuk diperhatikan orangtua dan pendidik adalah penempatan gawai saat digunakan. Pastikan dekat dengan kita, tidak dalam ruangan tersendiri, dikunci dan sangat privasi. Anak dan remaja belum memiliki kekuatan pikiran kritis, mereka masih perlu didampingi dalam banyak hal khususnya terkait lautan informasi teknologi digital ini. Untuk itu letakan gawai yang digunakan oleh anak dan remaja berdekatan dengan orangtua. Hal ini mendukung orangtua untuk memperhatikan hal apa saja yang dilakukan anak dan remaja dengan gawainya.

Selanjutnya berilah waktu bersama dengan anak dan remaja untuk melihat mereka menggunakan gawai mereka, baik di saat mereka gunakan untuk belajar atau saat bermain. Melihat langsung hal yang dilakukan anak dan remaja saat mereka bersama gawai mereka, adalah sebuah pembiasaan keterbukaan yang patut dibangun agar anak dan remaja memahami bahwa tidak ada yang perlu dirahasiakan perihal informasi yang mengalir saat mereka bersama gawai mereka sehingga anak dan remaja menjadi terbuka dalam menerima segala informasi dan dapat menginformasikan kepada orangtua terkait informasi yang tidak pantas yang mungkin terjadi.

Hal yang sangat penting yang dapat dilakukan orangtua sebelum anak dan remaja bersama gawai mereka adalah dengan memberikan informasi terkait manfaat dan bahaya dari sebuah gawai yang cerdas dan terakses informasi. Saat sebelum anak penulis memulai membuat konten-konten kreatif di sebuah kanal media sosial, penulis sampaikan beberapa pertanyaan dan informasi. "Anakku, apa yang kamu harapkan dengan membuat konten ini?, jenis konten apa yang ingin kamu buat?, siap tidak jika konten mu ini tidak disukai orang sehingga tidak sesuai harapanmu?, siap tidak jika suatu ketika ada yang menghina kamu lewat komen di konten yang kamu buat, seperti "kamu bodoh, bego, memalukan, dan lain-lain"?, bagaimana kamu mengatur waktu kamu saat membuat konten dan saat kamu perlu belajar menyelesaikan tugas sekolah?"

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi awal mindset yang penting untuk anak agar mereka mendapat sebuah pengantar cara pikir yang siap menghadapi banjir informasi saat bergawai apalagi dengan teknologi digital berupa internet. Jika anak dan remaja belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mereka patut kita berikan bimbingan bertahap dengan memberi contoh kejadian yang berdampak dari penggunaan gawai yang cerdas, baik itu kejadian yang membuat pengguna menjadi lebih baik atau yang membuat pengguna menjadi buruk dalam tutur kata, sikap dan pemikiran serta kesehatan fisik.

Ingat pula di saat anak dan remaja sedang menggunakan gawai dalam waktu lebih dari 30 menit, pastikan mereka diingatkan untuk minum air yang cukup, posisi duduk di atas kursi atau duduk di lantai dengan posisi punggung dan leher tegak atau kurang lebih jika terpaksa menunduk sudut yang terbentuk dengan garis horizontal sebesar 20-30 derajat. Hal ini untuk membantu pembiasaan sikap duduk dan melihat gawai yang sehat guna mengurangi cidera pada tulang punggung dan tulang leher yang sangat vital dalam mendukung kesehatan fisik anak dan remaja kita.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun