Lonjakan ini terjadi di saat implementasi kurikulum merdeka (IKM) mulai marak, dan tentu ada saja netizen yang menyuarakan bahwa IKM gagal dalam menciptakan sekolah yang ramah anak.
Menurut penulis sebagai pendidik yang pernah memimpin sebuah sekolah swasta, kejadian apapun yang mendatangkan kekerasan antar murid itu tidak didasarkan kegagalan sebuah kurikulum, namun lebih kepada kegagalan dalam memahami cara berpikir sivitas sekolah yang mendatangkan kekerasan.
Kekerasan dalam bentuk apapun dan dilakukan oleh siapapun adalah bagian dari ketidakbahagiaan yang hadir dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang. Hanya orang-orang yang tidak bahagia atau menderitalah yang dapat melampiaskan penderitaannya dalam bentuk kekerasan.
Sebaliknya mudah sekali untuk memahami bahwa orang yang bahagia pasti mereka senang sekali berbagi kebahagiaan, dengan senyum yang penuh kasih sayang dan juga melakukan beragam kebaikan dalam beragam bentuk.
Mari kita mengamati kehidupan kita pribadi, di saat kaki kita tertusuk duri atau mungkin di saat tangan kita tergores pisau yang tajam, rasa nyeri yang hadir itu akan melahirkan penderitaan, dan penderitaan yang ada itu tentu akan membawa kita kepada sikap kesal, marah, gelisah, khawatir dan pikiran negatif lainnya yang pada akhirnya terciptalah sebuah tindakan untuk memarahi orang di sekitar kita, atau merusak barang-barang di sekitar kita atau tindakan ekstrim negatif lainnya.
Pemahaman bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh mereka yang menderita dapat membantu kita untuk mengatasi kekerasan di sekolah tanpa harus membuat satuan tugas khusus yang sering kali malah hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja.
Sekolah dapat melakukan evaluasi total terkait proses pembelajaran yang diberikan kepada para murid, dan juga bagaimana komunikasi formal dan informal yang dibangun di sekolah antar kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan orang tua serta mitra sekolah. Sekolah perlu senantiasa melakukan pendekatan yang reflektif bukan hanya regular yang hanya basa-basi.
Pemimpin sekolah wajib dapat membaur ke lingkungan murid, guru, tenaga kependidikan dan orang tua serta mitra sekolah. Pemimpin sekolah adalah orang kunci /key person yang dapat membentuk sekolah menjadi tempat yang ramah dan nyaman untuk semua. Pimpinan sekolah di beberapa sekolah negeri adalah kepala sekolah namun di beberapa sekolah swasta adalah kepala sekolah atau direktur sekolah.
Pimpinan sekolah perlu membangun komitmen bersama sivitas sekolah untuk bertekad membangun sekolah yang ramah dan nyaman untuk semua, komitmen ini bukan sekedar diikrar, dipajang dalam bentuk banner, diiklankan di media sosial, dan disiarkan hingga masuk media nasional. Komitmen ini dilakukan dalam bentuk pemikiran sederhana dengan rangkaian tindakan yang berkelanjutan.
Berdasarkan pengalaman penulis, penulis memulai dari memikirkan afirmasi atau kata-kata penguat yang mudah diingat, enak terdengar dan bergelora semangat ketika disampaikan dilengkapi dengan gerakan yang menguatkan. Afirmasi ini sangat perlu diciptakan, lalu disampaikan, diucapkan berulang-ulang secara rutin sehingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
Afirmasi itu dapat berupa kalimat, "Sekolah ku, sekolah kita, sekolah semua", "Sekolah ku Rumah ku, ramah dan nyaman". Buatlah afirmasi yang mengarah ke visi sekolah, yang mudah dingat, mudah diucapkan, dan memunculkan semangat dalam penyampaiannya.
Selanjutnya pimpinan sekolah dapat membuat pertemuan-pertemuan yang tidak rutin dan informal untuk mendengar, memperhatikan, berdiskusi kepada murid, guru, tenaga kependidikan dan orang tua. Pertemuan yang informal ini bisa sambil sekedar 'ngemil', 'ngopi', 'ngeteh' tidak perlu sampai harus ke kafe yang nantinya malah melorotkan keuangan pimpinan sekolah. Pertemuan informal syarat dengan dinamika yang fleksible dan hangat yang dapat menumbuhkan kasih sayang yang menjadi pupuk untuk menumbuhkan sekolah yang ramah dan nyaman.
Pertemuan informal ini dapat memberikan ruang untuk penguatan kebahagiaan para sivitas sekolah. Pemimpin sekolah pun dapat mengkader guru dan tenaga kependidikannya untuk menemukan sivitas sekolah yang tampak atau sedang mengalami penderitaan, dan jika ditemukan ada sivitas yang sedang menderita maka segera untuk diajak bicara 4 mata untuk digali informasi sebab menderitanya agar sekolah dapat memberikan solusi atau minimal memberikan saran untuk sebuah solusi.
Program lain yang dapat dilakukan sekolah yaitu kegiatan inspeksi mendadak (sidak). Pimpinan sekolah pun perlu sekali untuk melakukan inspeksi/pemeriksaan mendadak (sidak) untuk melakukan kontrol atas proses pembelajaran di sekolah. Sidak ini dilakukan secara acak dan tidak terjadwal agar para pihak memahami tanggung jawab mereka sesuai prosedur. Sidak yang dilakukan ini tentu sudah disosialisasi kepada seluruh sivitas khususnya terkait tujuan luhur yang menjadi latar belakang kegiatan sidak ini.
Kegiatan sidak ini dapat dilakukan dengan memberikan lembar kuesioner yang bisa diberikan dalam bentuk form online. Form ini dapat diisikan terkait pelayanan yang diberikan oleh sekolah berupa pertanyaan seperti bagaimana guru mengajar, adakah guru yang mengajar dengan baik atau kurang baik, bagaimana dengan tenaga kependidikan, adakah yang membuat pendidik nyaman atau kurang nyaman, dan mengapa.
Deteksi dini kekerasan dapat juga dilakukan dengan membangun budaya lapor dan menjaga privasi sang pelapor. Pimpinan sekolah dapat membangun budaya ini dengan menyampaikan kepada seluruh sivitas bahwa semua orang di sekolah ini adalah anggota keluarga besar sekolah sehingga semua wajib menjaga, membantu dan ikut serta membangun sekolah yang nyaman dan ramah.
Di saat sivitas mendapat kemudahaan akses untuk memberikan laporan secara langsung kepada pimpinan sekolah atau guru dan tenaga kependidikan yang dipercaya mereka, maka para murid yang sering kali menjadi korban kekerasan dapat terhindar dalam pusaran kekerasan sejak dini.
Budaya mudah lapor dengan akses yang mudah dan anti ribet serta anti birokrasi yang panjang, dapat diterapkan dengan mudah asal didahului dengan membangun kedekatan dengan para murid sejak awal mereka bergabung di sekolah. Kedekatan ini dapat berlangsung jika pimpinan sekolah dan jajarannya sering berdialog dengan para murid, terlibat kegiatan bersama murid, menegur dan menyapa murid dengan peduli.
Program lain yang juga penulis terapkan guna membangun sekolah yang ramah dan nyaman adalah dengan melibatkan orang tua/wali murid untuk memberikan pengajaran. Orang tua/wali murid ini terlibat dalam pengajaran khususnya terkait profesi kerja mereka, pengalaman hidup mereka hingga bisa bertahan dan sukses, serta juga isu global yang disesuaikan dengan pengalama para orang tua/wali murid. Kehadiran orang tua/wali murid dalam pengajaran ini diharapkan selain membangun kedekatan sekolah dan orang tua/wali murid, juga dapat membuka wawasan guru dan murid terkait kehidupan di luar sekolah.
Semoga pengalaman yang dilakukan penulis ini yang penulis bagikan di tulisan ini dapat memberikan inspirasi agar dapat meningkatkan jumlah sekolah yang ramah dan nyaman yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apapun juga.