Menyaksikan sinetron sehari-hari di rumah adalah hobi masa kecil saya. Entah mengapa di usia SD sampai SMP, menonton sinetron adalah rutinitas yang tidak pernah bablas di malam hari menjelang Maghrib atau setuntas Isya. Sampai-sampai saya diocehi oleh ayah sendiri kalau saya lebih cocok ikut grup ibu-ibu sosialita dibandingkan bermain sepak bola. Saya tidak tahu mengapa saya begitu tertarik dengan intrik-intrik yang ditawarkan oleh sinetron. Selepas menonton, biasanya kami berdialog, antara saya dengan saudara-saudara saya. Kadang-kadang obrolan santai tadi bisa bereskalasi menjadi debat panjang hanya karena perbedaan pendapat soal ending di episode berikutnya. Saking kecanduannya dengan sinetron, tokoh-tokoh utama sampai yang cuma menjadi figuran berhasil dihapal di luar kepala, bahkan aktris dan aktor yang memerankannya pun ikut terhapalkan.
KEMBALI KE ARTIKEL