Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Generasi Galau

13 Februari 2012   10:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 272 0
Generasi muda kita telah menjadi generasi yang galau. Entah apalah namanya, galau, gundah gulana, nggerus, erupsi hati, yang penting maknanya nyerempet-nyerempet dikit, yang intinya adalah berkutat pada masalah asmara yang padam, pertengkaran dalam suatu hubungan, cinta yang bertepuk sebelah tangan, atau rasa cinta yang terpendam. Sebenernya gak harus selalu masalah asmara sih, tapi hal itulah yang umum aku lihat. Ini dapat aku saksikan tiap hari di pernyataan-pernyataan kita di status facebook ataupun twitter. Sejujurnya aku juga termasuk, tapi nggak sering-sering amat lah.

Mungkin memang ada perasaan lega saat kita mengumumkan kegalauan kita kepada teman-teman di FB ataupun follower kita di Twitter. Lama-lama bahkan aku liat kalau galau itu bisa menjadi komoditi. Lihat aja acara di TV yang ada sesi galaunya, atau lagu-lagu yang sebenernya dulu juga udah memiliki unsur galau menjadi semakin galau akut.

Udahlah, aku nggak ngurusin soal itu sih. Tapi yang jadi pikiranku adalah saat aku flashback ke 10-15 tahun yang lalu, ketika itu aku masih remaja dan anak-anak. Di mana FB dan Twitter belum ada. Lalu lagu anak-anak belum “punah”. Hidupku sebagai remaja dan anak-anak cukup damai, tanpa dipengaruhi unsur lingkungan ‘galau’ yang dibentuk di sosial media, lagu-lagu ‘dewasa’ dan lingkungan sekitar. Aku bayangin anak-anak kecil jaman sekarang, masih SD sudah mendengar lagu-lagu yang secara lirik kurang pantas untuk usia mereka. Lalu ditambah mereka secara umum, aku yakin udah punya akun FB ataupun bahkan Twitter. Di FB dan Twitter, mereka membaca status-status galau yang dibuat orang dewasa yang akhirnya mempengaruhi pola pikir mereka. Belum lagi sinetron jaman sekarang yang rata-rata dimana ada cerita percintaan, yang lagi-lagi biasanya memiliki unsur kegalauan.

Akhirnya aku mempunyai sebuah visi masa depan yang menurutku (bisa) memprihatinkan. Jika saja anak-anak itu sekarang sudah galau dalam pola pikirnya, mungkin bisa berdampak di masa depan mereka. Jangan-jangan pola pikir mereka bahwa hidup (hanya) sebuah hubungan percintaan, lalu bisa saja mereka memiliki perasaan selalu kesepian, galau, selalu ingin diperhatikan, dan malas. Sehingga menyebabkan kreatifitas dan aktifitas untuk hal-hal produktif jadi berkurang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun