Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Nasehat Kematian (Kenangan Sedih 16 Ramadhan 1425 H)

25 Agustus 2010   22:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:43 475 0
Siang itu, aku mendapat telepon dari adikku bahwa ibuku jatuh. Gak karuan rasanya hati ini mendengar berita itu. Setelah turun dari angkot aku berlari menuju rumah. Bapakku berjalan mengikuti di belakangku. Di rumahku sudah ramai sekali orang. Sesampainya di sana, tangisku meledak tak terbendung. Para tetangga yang kebetulan berada di situ hanya bisa berkata “Sabar ya, ikhlasin ibumu” Kulihat mayat ibuku terbujur kaku di lantai ruang tamu dengan darah yang sudah mulai membeku dari mulut dan lubang hidung. Kupeluk dan kupegang tangannya, berharap ibuku masih ada. Tapi ternyata sudah sia-sia. Tubuhnya sudah dingin, wajahnya terlihat pucat dan putih bersih . Ini baru pertama kalinya aku melihat dan memegang mayat. Kata tetangga yang kebetulan sedang berada di situ, kemungkinan beliau sudah menghembuskan nafas terakhir sekitar sejam yang lalu. Tidak ada satupun yang tahu persis kejadiannya, karena tidak seorang pun berada di rumah. Adikku yang menemukannya pertama kali, beliau sudah tersungkur di lantai tak bernyawa. Kulihat di dapur, ada masakan, ayam bumbu merah, nasi yang belum matang, ada bercak darah di dapur dan sepanjang lantai menuju kamar depan, aku juga menemukan tissue dengan bercak darah yang sudah mengering. Ternyata ibuku masih menyempatkan diri memasak untuk berbuka puasa sore harinya. Saat itu sedihnya luar biasa, tapi aku berusaha kuat di antara tamu-tamu yang mengucapkan bela sungkawa. Sewaktu memandikan mayatnya, aku disuruh ikut juga walaupun hanya menemani, karena aku adalah anak perempuannya yang paling tua. Waktu itu, perasaan takut terhadap mayat sudah tidak ada lagi, yang kuingat hanyalah ibuku. Sementara bapakku sibuk menghubungi teman dan saudara serta mempersiapkan penguburan. Jenazah ibuku dimakamkan sore itu juga, tak jauh dari rumah, setelah dimandikan dan disholatkan. Sore itu, hujan turun dengan derasnya mengiringi acara pemakaman, sederas air mata yang mengalir tak terbendung. Malam harinya aku tidak bisa tidur, rasanya kepalaku pusing sekali. Bayangan ibuku selalu saja berkelebat di benakku. Aku teringat banyak hal, pagi harinya beliau masih sempat menyiapkan hidangan sahur, malam sebelumnya masih sempat sholat isya dan tarawih berjamaah di rumah. Dan yang paling kuingat dan kusesali, pagi harinya aku pamit pergi ke kampus dalam keadaan kesal, karena ada ucapan beliau yang membuatku agak tertekan. Seandainya saja kutahu itu saat terakhirku bertemu beliau, pasti aku tidak akan bersikap seperti itu. Penyesalan memang selalu datang belakangan, tetapi aku berharap semoga beliau memaafkan aku sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan aku yakin Allah Maha Tahu bahwa aku benar-benar menyesal. ****************** [caption id="attachment_239213" align="alignleft" width="225" caption="Dokumen pribadi Aryani"][/caption] Bagiku, almarhum ibuku adalah sosok ibu rumah tangga yang cerdas, rajin dan cekatan dalam mengurus rumah tangga. Meskipun beliau juga seorang wanita karier, tapi urusan rumah tangga seperti mengurus suami dan anak-anaknya tidak sampai terbengkalai, masih bisa ditangani dengan baik. Aku ingat sekali, beliau hampir tidak pernah beli masakan di luar, selalu masak sendiri. Katanya, kalau masak sendiri itu lebih sehat daripada jajan di luar. Ibuku juga sangat peduli untuk soal pendidikan anak-anaknya dan ilmu. Beliau jarang sekali mengeluh. Beberapa bulan sebelum meninggal, aku tahu beliau sakit, batuknya agak parah dan tekanan darahnya sering naik, tapi beliau jarang sekali mau diajak periksa ke dokter, apalagi chek-up ke rumah sakit. Ibuku juga sosok yang sangat jauh dari rasa malas. Bahkan ketika sedang sakitpun, beliau selalu berusaha untuk menyediakan makanan sendiri. Ibuku adalah sosok ibu yang hebat, setidaknya di mataku, meskipun banyak juga kekurangannya. Terkadang aku sering dibuat kesal juga karena sikap cerewet dan rasa kekhawatirannya yang berlebihan. Tapi sebenarnya itu adalah salah satu bentuk rasa sayang seorang ibu terhadap anaknya. Ibuku juga sosok yang pemaaf. Berkali-kali aku membuatnya marah dan kesal, bantahan dan sikapku seringkali menyakitinya, kata-kataku seringkali menyinggungnya, tapi pada akhirnya beliau selalu saja memaafkan dan memaklumi. Banyak saudara dan teman-teman yang kehilangan ibuku karena beliau orang yang sangat senang menyambung silaturahim dan suka membantu. Duh rasanya kangen sekali dengan ibuku, mungkin saking kangennya, beberapa waktu setelah beliau meninggal dulu, aku sering sekali memimpikannya. Sampai sekarangpun aku sering menangis jika ingat tentang ibuku. Hari itu, 16 Ramadhan 1425 H atau bertepatan dengan 30 Oktober 2004, adalah kenangan sedih yang tidak pernah kulupakan seumur hidupku. Hari dimana terjadi hal sedih yang tak terbayangkan sebelumnya, begitu mendadak, aku sudah tidak punya ibu lagi. Hidup yang sebenarnya seperti baru saja dimulai tanpa seorang ibu. Meskipun aku bukan termasuk anak yang manja, tapi banyak sekali yang tidak kukuasai dan harus dilakukan setelah ibuku meninggal. Mungkin hanya sekian persen dari kemampuan ibuku yang baru kukuasai. Ibu…maafkan semua kesalahanku, semoga Allah melapangkan kuburmu, menempatkanmu di tempat terbaik di alam sana, ditemani oleh para bidadari surgaMu. Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadahmu dan mengampuni segala dosa-dosamu. Ya Allah izinkan hamba menebus semua kesalahanku padanya, beri hamba kesempatan untuk memenuhi harapannya semasa hidup, dan membuatnya bahagia di alam sana, supaya hati ini menjadi tenteram. Semoga cita-citanya yang terbaik segera terkabul. Amiiin. ****************** Kematian bisa menjadi nasehat bagi yang masih hidup, bahwa setiap manusia yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Tidak peduli siapapun dia, berapapun usianya, dan apapun kedudukannya di dunia, semua akan kembali kepada-Nya. Kematian memang selalu datang tak terduga, tapi ia begitu dekat dengan kehidupan dan bisa menghampiri kapan saja. Tak ada pemberitahuan sebelumnya, tetapi ia pasti datang.  Kematian juga bisa menyadarkan manusia yang masih bernyawa bahwa waktu di dunia itu sangat berharga. Jangan sia-siakan waktu sedetikpun untuk melewatkan amalan yang baik. Jangan remehkan kebaikan sekecil apapun, lakukan saja segera, jangan ditunda-tunda. Karena kita tidak tahu kapan giliran kita dipanggil ke loket kematian, bisa sekarang, hari ini, besok, lusa atau kapanpun, yang jelas harus selalu siap dengan segala perbekalannya. Semoga kita termasuk orang yang beruntung. Amiiin. Semoga bermanfaat. Bogor, 26 Agustus 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun