Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bogor di Mataku : Kecil, Semrawut tapi Tetap Nyaman dan Selalu Jadi Incaran

5 Juni 2010   10:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:43 822 0
[caption id="attachment_159317" align="alignright" width="225" caption="Tugu Kujang (Dokumen pribadi Aryani)"][/caption] Siapa yang tidak tahu Bogor, bagi masyarakat yang tinggal di kawasan Jabodetabek, pasti sudah tidak asing lagi. Bogor yang pada tanggal 3 Juni lalu berusia ke-428 tahun, dari dulu sangat dikenal dengan julukan kota hujan karena curah hujannya relatif lebih tinggi dibanding kota-kota lain di Indonesia. Tapi sepertinya julukan itu sudah agak bergeser menjadi kota seribu angkot karena saking banyaknya angkot di sini. Bagi saya Bogor itu berkesan banget, karena saya dilahirkan di sini, meskipun bukan orang asli Bogor, tapi saya sangat mencintai kota ini. Bapak saya asli Pati tapi sudah sejak sekitar tahun 1969 atau 1970 merantau dan kuliah di sini. Sedangkan ibu saya asli Juwana, setelah menamatkan kuliahnya di Yogya, beliau sempat merantau di Jakarta, tapi akhirnya menetap di Bogor karena bekerja di sini dan menikah dengan bapak saya. Saya sendiri walaupun sempat merantau 10 tahun di Banjarbaru, akhirnya pada saat kuliah kembali lagi ke sini sampai sekarang, jadilah saya merasa sebagai orang Bogor, meskipun sampai sekarang masih belum bisa berbahasa Sunda secara aktif. Bogor yang sekarang itu sangat berbeda dari waktu saya masih kecil, sudah banyak perubahan yang terjadi, terutama karena banyaknya warga pendatang sehingga membuat kota ini makin terasa padat dan panas padahal luasnya ya segitu-gitu aja. Yang paling saya suka dari Bogor ini adalah hujannya, dan mungkin karena saya lahir di Bogor, makanya saya suka sekali dengan hujan:-). Hujan deras diselingi petir yang suaranya dasyat menggelegar itu sih biasa, tapi mungkin bikin kaget orang yang baru pertama kali datang ke Bogor. Akhir-akhir ini hujannya sering disertai angin, pernah hujan es juga, tapi biasanya di daerah tol. Meskipun sering hujan tapi koq terasa panas ya, mungkin karena efek dari pemanasan global. Bogor sudah tidak sejuk lagi, apalagi kalau jarang hujan. Beda sekali dengan waktu tahun 80-an, udaranya terasa sejuk, meskipun cuaca cerah tapi panas mataharinya tidak menyengat seperti sekarang ini, sampai bikin keringat bercucuran. Dulu, terutama musim penghujan, udaranya terasa lumayan dingin, kota ini sering dihiasi mendung dan hujan rintik-rintik yang bikin suasana tambah adem dan romantis. [caption id="attachment_159360" align="alignleft" width="300" caption="Salah satu sudut taman di Kebun Raya Bogor (Dokumen pribadi Aryani)"][/caption] Untuk ukuran, mungkin kota Bogor termasuk kecil. Jalannya sempit, tidak seperti kota-kota di Jawa Timur, jalan utamanya paling hanya Jalan Padjajaran dan Jalan Baru. Pusat kotanya terletak di Kebun Raya Bogor (KRB), makanya kalau ke Bogor tidak usah takut nyasar. Tapi meskipun kecil, jangan ditanya jumlah angkotnya, mungkin sekarang sudah sampai 20-an nomor untuk yang di kotanya, belum lagi yang di kabupatennya, wajar kalau disebut kota angkot. Padahal kalau diperhatikan angkot di Bogor penuhnya hanya jam-jam tertentu saja (misal jam pergi atau pulang kerja), dan banyak rute yang sama terutama yang melewati KRB. Tata kotanya agak tidak karuan, apalagi kalau sudah memasuki daerah pasar atau stasiun, padat, kotor dan semrawut serta macet dimana-mana. Lebih menyebalkan lagi kalau saat hujan, deras sedikit saja jalanan langsung banjir, meskipun cepat juga surutnya, kalau sudah begini lalu lintas pasti langsung macet. Hal ini mungkin karena konstruksi jalan yang tidak rata dan selokan yang mampet. Sebenarnya sayang sekali, mungkin kalau penataannya dibuat lebih tertib dan rapi lagi pasti jadi lebih indah. [caption id="attachment_159324" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Salak dilihat dari Bogor Trade Mall (Dokumen pribadi Aryani)"][/caption] [caption id="attachment_159329" align="aligncenter" width="225" caption="Curug Nangka (Dokumen pribadi Aryani)"][/caption]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun