"Lapor, Pak 'Anu' bawa barang peralatan dari lapangan, saya gak sengaja temukan dilemari kamar transit sebelum  ke Airport, dibungkus rapat seolah  ikan. Saya harus gimana pak?"
"Barangnya kira-kira apa?" tanya saya, lalu ia menyebut satu peralatan produksi yang jika dijual bekas berharga puluhan juta. Saya meminta ia memastikan lagi dan hasilnya tetap sama. Barang itu akan dibawa keluar dan dijual ke penadahnya, disinyalir hal itu sudah dilakukan berulangkali.
Saat itu juga saya bisa saja menghubungi security bandara dan meminta mereka melakukan penggeledahan terhadap barang bawaan tapi itu tidak saya lakukan.
Di Airport  sederhana dan tak memiliki mesin X-ray , suatu barang bawaan jika dinyatakan oleh penumpang sebagai ikan hasil memancing maka tak ada usaha untuk memeriksa dan membongkarnya.
Reputasi pelaku sebagai pegawai yang bertahun-tahun malang melintang di industri lepas pantai menghalangi saya untuk memerintahkan security bandara menangkapnya langsung.
Terbayang anak, istri, cucu dan koleganya akan kontan tak menghormatinya lagi sebagai senior yang tertangkap tangan mencuri.
Yang saya lakukan hari itu adalah melarang semua bawaan ikan hasil mancing untuk tidak dibawa dengan pesawat udara dengan alasan overload. Keputusan itu mengecewakan tetapi harus dilakukan.
Konon barang itu kembali dikirimkan ke lapangan sebagai ikan yang tak bisa diangkut kemudian disimpan sampai pelaku kembali kelapangan dua minggu kemudian, lalu mungkin dikembalikan ketempatnya.
Saya memulai penyelidikan tersendiri lewat orang-irang yang dipercaya dan membaca profil pelaku saat transit di satu kota selama perjalanan pulang. Ia didapatkan sangat royal mentraktir anak buah dan kawan-kawannya dari tempat hiburan yang satu dan lainnya.
Dengan posisinya yang cukup tinggi dilapangan sipelaku berusaha menghubungi saya untuk mengajukan program audit inspeksi ke beberapa lokasi yang tak lagi berproduksi. Namun keputusan dari saya sebagai atasannya melarang program audit inspeksi untuk sementara waktu.
"Tapi kalo audit ini gak dilaksanakan, akan berbahaya buat keselamatan pak!" itu alasan yang dibuat.
Padahal saya mengerti betul ia akan menyuruh pendampingnya selama audit untuk membungkus aneka peralatan yang terpasang dan membawanya keluar lalu menjualnya dengan berbagai cara.
Dalam pikirannya, alat itu sudah tak digunakan lagi padahal masih berstatus milik perusahaan.
"Gak usah kesana, saya yang bertanggung jawab!"
Jawaban itu sepertinya membuat ia kesal. Saya membuat team lain yang bertugas melaporkan dan melakukan patroli rutin ke tempat yang biasanya di inspeksi audit.
Sekian bulan saya menutup akses  dan mengurangi wewenang pelaku di lapangan meskipun tak menurunkan pangkatnya. Hal ini menutup habis kesempatan mengambil barang barang yang bisa bernilai ratusan juta jika dijual ke penadah di darat.
Saya merasakan orang itu tak lagi menghormati saya. Beberapa perintah tak ia jalankan dengan cepat meskipun akhirnya tetap ia laksanakan.
Di suatu sore ia menghubungi lewat telpon dan bertanya gerangan apa kesalahannya hingga dalam pandangannya saya tak menyukai dirinya.
Saya sejenak berpikir untuk menjawabnya.
"Bapak cukup jadi orang yang paling ahli dilapangan saja, membimbing yang muda-muda. Biarkan mereka berkembang dengan jadi pemimpin disana. Tolong jaga mereka dan beri tahu mana salah dan mana yang benar!"
Ia setelahnya tak lagi jadi pemimpin utama dengan segala pengalaman bertahun-tahun memimpin  dan kekecewaannya nampak jelas saat perlahan menjauhi saya.
Sampai saya berhenti jadi pemimpinnya, ia tetap tidak menyukai keputusan itu dan menghindari saya.
Tapi saya membiarkan itu terjadi daripada melihat dirinya tertangkap sebagai pencuri  dalam usia yang semestinya tetap menjaga nama baiknya.
Sekian banyak penyelewengan didepan mata yang pernah saya lihat dilakukan oleh staff, tetangga, kawan, keluarga yang dilakukan untuk memperkaya diri.
Melaporkan mereka adalah sebuah pilihan tapi jauh lebih penting bagi saya membuat keputusan sebisa mungkin  untuk tak memberi kesempatan melakukan hal yang sama
Biarin malaikat yang bertanya, dari mana duit dan hartamu? Lagipula sebagai manusia saya juga harus mempertanggung jawabkan apa yang saya dapat selama ini.
-From the desk of Aryadi Noersaid-