Sepucuk surat dengan tinta yang mulai pudar tiba di meja kayu tua di ruang kerja Bapak Rahmat, seorang pengacara yang terkenal di kotanya. Surat itu datang begitu saja, tanpa nama pengirim, tanpa alamat yang jelas. Hanya sebuah kalimat singkat di amplop cokelat yang mulai lusuh: "Untuk yang ditinggalkan..."
KEMBALI KE ARTIKEL