Kebijakan makroprudensial menjadi elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, terutama di negara-negara dengan sektor keuangan yang berkembang pesat seperti Indonesia. Salah satu instrumen yang menonjol adalah Loan-to-Value (LTV), sebuah kebijakan yang membatasi jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh lembaga keuangan terhadap nilai aset yang diagunkan, seperti properti atau kendaraan bermotor. Instrumen ini tidak hanya berfungsi untuk mengendalikan risiko kredit, tetapi juga sebagai alat untuk meredam potensi gelembung harga aset (asset bubble) dan menjaga stabilitas pasar keuangan secara keseluruhan. Dalam konteks Indonesia, pengaturan LTV menjadi krusial karena sektor properti memainkan peran signifikan dalam perekonomian, baik sebagai pendorong pertumbuhan maupun sebagai sumber risiko sistemik. Penerapan kebijakan LTV di Indonesia mulai diimplementasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2012, yang bertujuan untuk mengelola pertumbuhan kredit di sektor properti yang cenderung berlebihan pada saat itu. Kredit pemilikan rumah (KPR) dan apartemen, yang sering kali menjadi indikator penting kesehatan sektor properti, menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi menjelang penerapan kebijakan ini. Kenaikan harga properti yang pesat juga memunculkan kekhawatiran tentang potensi pembentukan gelembung aset, yang jika meletus, dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, pembatasan LTV diterapkan untuk memastikan bahwa pembeli properti, terutama yang bersifat spekulatif, memiliki komitmen finansial yang cukup signifikan melalui uang muka (down payment).
KEMBALI KE ARTIKEL