"Nak, ayo pulang.."
Wajah Lingga masih kusut, sebentar kemudian Sabda memberinya sebungkus kuaci kesukaan bocah yang baru saja duduk di kelas satu sekolah dasar itu. Dibukanya plastik pembungkus, lantas bebiji bunga mentari itu disusun di kursi kosong sebelahnya. Seperti biasa, jika hitungan biji kuaci itu tak sampai jumlah dentingan saat Lingga menunggu jemputan, maka dia akan meminta Sabda untuk memainkan simfoni yang sedari tadi membayang-bayangi Lingga.