Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Rupiah Terpuruk, BI dimana?

23 Desember 2013   13:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:34 81 0
Ditengah melemahnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing di penghujung 2013 adalah masalah yang tidak bisa dianggap remeh, masalah ini berdampak buruk nyaris kesemua sektor, mulai dari ekspor impor yang tidak balance, bisnis retail yang break down karena sebagian besar bahan baku impor, home sales dan properti menurun karena harga bahan baku bangunan meroket diantaranya produksi besi beton, semen, lantai granit, baja ringan, baja berat dll. Elektronik dan market Digital/Teknologi komunikasi hingga Pendapatan pajak juga ikut menurun ketika ekonomi mikro ukm tidak bergairah karena salahsatu lingkaran setan ekonomi adalah consumer confidence (daya beli).

Boleh dikata harapan hanya pada sektor Agrobisnis, Pariwisata dan Pertambangan yang bisa mendatangkan devisa bagi Indonesia. Peningkatan volume ekspor saat kurs rupiah terpuruk itu adalah keuntungan lebih yang bisa menjadi stimulus bagi Bank Sentral sebuah negara. Hal itu juga berdampak pada pariwisata atau tourism, tentu kedatangan warga asing akan terjadi exchange antara Dollar US (usd) ke Indonesian Rupiah (idr) meskipun langsung ke pelaku pasar dan bank retail tapi ujung dari transaksi akan kembali ke bank sentral sebagai penyedia dan penerima mata uang asing yang terikat hukum besi ekonomi suply demand. Rupiah bisa menguat ketika ketersediaan Usd dan emas cukup dan melebihi jumlah rupiah yang beredar.

Adalah masalah ketika industri tidak bisa bergerak, kebutuhan dalam negeri saja sering terjadi kelangkaan akibat spekulasi pengusaha dan pemerintah terjadi contoh, kasus daging, dan kedele, tapi hal yang paling ironi bahwa impor buah Indonesia tidak hanya berupa buah subtropis, seperti apel merah, anggur, strawberry dan pir tetapi juga buah tropis yang dimiliki Indonesia, seperti durian dan nangka.

Disektor Agro hasil bumi, Indonesia pemasok/exportir kakao, kopi, cengkeh, mete, pala, nilam, rumput laut dan masih banyak lagi yang tidak saya sebutkan tapi belum mampu menahan laju inflasi ketika harga emas jatuh di penghujung tahun. Negara menghabiskan triliunan rupiah (milyar usd) untuk belanja holtikultura ke negara lain, cadangan Usd yang terkonversi dari emas tergerus hingga ke level kritis di penghujung tahun 2013.

Sektor pertambangan?? saat Usd menguat dan rupiah terpuruk malah  terjadi pembatasan ekspor minerba, entah mungkin sedang dalam gangguan politik menjelang pemilu (political bargaining). Penyiapan penerapan UU No,4 tahun 2009 berlaku Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mentah biji nikel, harus pemurnian dengan Smelter atas upaya pemerintah untuk memberi nilai tambah penjualan memang sudah tepat tapi pembangunan smelter yang bernilai 2,3 trilliun bukan hal yang gampang bagi pengusaha tambang dalam waktu singkat menuju 2014.

Bagi anda yang ingin keluar negeri, mungkin akhir tahun ini bukanlah waktu yang tepat, paket Umroh yang tadi masih kisaran rate 11 ribuan naik ke level 12.000 per usd pasti lebih mahal.

Bukan kah seharusnya Bank Indonesia sebagai bank sentral harus mengingatkan pemerintah dan pelaku usaha, menstimulus petani dan nelayan, usaha mikro untuk menggenjot produksi dimana hasilnya tidak hanya memenuhi kebutuhan di rumah sendiri tapi juga bisa menjual ke negara lain sebagai income strategis? peran bank sentral dalam sebuah negara sesuatu yang vital, Bank Indonesia harus menjadi mercu suar dan menara pengintai ketahanan ekonomi negara.

Adalah menggelikan ketika China sebagai pengimpor buah malah Amerika yang keberatan ke WTO atas keputusan menteri untuk membatasi impor buah, nyambungnya dimana ya, kok Amerika yang sewot, apa karena perusahaan yang di China bagian dari korporasi Amerika? ya mari kita telusuri masing-masing di google, mungkin itu membantu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun