Sayalah Kompasianer itu, berpeluang besar meninggal dunia dengan serangan jantung. Di setiap perkuliahan, saya kerap mengumumkan pilihan kematianku, yakni
MATI AKUT. Argumen psikologisku; jenis kematian ini spektakuler, masih diinginkan tapi kelewat cepat pergi meninggalkan kalian, tingggalkan anak-istri, kawan-kawan seprofesi, sahabat dan para kolega, selama-lamanya. Saat kuungkapkan jenis kematianku, mahasiswaku tertegun. Entah apa di pikiran mereka. Mungkinkah mereka berpikir:
"Ah ini dosenku bicara tentang jenis kematiannya. Padahal perkara kematian adalah takdir dari Tuhan".
KEMBALI KE ARTIKEL