PENULIS tenggerkan artikel ini, di area Sosial Budaya-Kompasiana. Ini memanglah perkara budaya, kultur buatan atas order Nomor Polisi (nopol) kendaraan. Berikutnya, telah marak pemahaman masyarakat akan artefak bayar-bayaran, demi menggaet nopol istimewa, demi pajang-pajangan di
depan-belakang sebuah mobil/motor. Hingga kendaraan pribadi mendapat penanda, simbol identitas
owner, ataukah selebihnya sebagai 'life style' di dunia transportasi dan kepemiilikan -yang beda-beda tipis dengan 'bangga-banggaan'- dalam format keseharian manusia, di seputar kita. Jelas fenomena ini, terkategori dalam untaian kepuasaan jiwa (bagi pemilik nopol cantik versi yang bersangkutan, red). Berderet pembelian nopol cantik atas nama: Tanggal lahir, hari pernikahan, tanggal kharamah, paduan singkatan suami-istri, nama anak, kekasih, identitas perusahaan, profesi, dan sebentuk alasan lainnya. Dan terurailah secuil budaya kecil, kemudian mengembang dan kian melebar, saling hitung-hitungan, mutualisme dalam transaksi, teknik Untung Vs Untung walau telah mengistitusikan
bad-habit, perilaku pamer, ulah-ulah
devian. Semuanya jadi
absurd. Itulah yang kusebut
Nopol Cantik dan Budaya Kapitalis yang Mematikan.
KEMBALI KE ARTIKEL