Mohon tunggu...
KOMENTAR
Love Pilihan

Jadi Ban Serep pun It's Okay, Beb...

9 Agustus 2021   10:12 Diperbarui: 9 Agustus 2021   10:22 232 2
Di hari pertama duduk  di bangku kelas tiga SMA, selain bersama teman-teman lama sejak kelas satu dan dua, kulihat ada siswi baru di kelasku.

Tapi meskipun seorang yang baru, sebenarnya aku sudah lama juga mengenalnya. Bahkan sejak di bangku SMP, juga saat di bangku kelas satu SMA sebelum aku pindah di sekolah ini, kami pernah juga satu sekolah.

Alasan kepindahannya ke sekolah ini, karena dia tidak naik kelas. Beda denganku memang. Kalau aku ketika itu dikeluarkan gara-gara tawuran dengan anak STM sampai memakan korban.

Bagaimana pun SMA tempat kami belajar sebelum pindah ke sekolah ini, merupakan sekolah pavorit dengan disiplin yang ketat.

Aku juga sudah tahu sejak lama. Dewi, nama siswi yang baru itu, termasuk anak yang selalu mendapat nilai kurang dalam beberapa pelajaran penting - kata yang lebih sopan daripada: bodoh, tentunya. Sehingga wajarlah jika sampai tidak naik kelas juga.

Kuakui, meskipun Dewi anak yang bodoh dalam setiap mata pelajaran di sekolah, tapi dia termasuk anak gadis yang menarik juga sih. Selain memiliki paras yang lumayan cantik, ditambah dengan tubuh yang tinggi langsing, di kota kecil tempat tinggal kami diapun selain dikenal sebagai anak seorang perwira tinggi TNI yang lumayan kaya, Dewi juga kulihat sangat royal mentraktir teman-teman dekatnya bila waktu istirahat tiba.

-

Sebagai mantan ketua OSIS, juga pemegang peringkat pertama juara kelas, meskipun seringkali Dewi mencoba untuk bergaul akrab, aku masih berusaha untuk menjaga jarak.

Alasannya tak lain karena aku tengah menjalin hubungan dengan seorang gadis adik kelas. Sementara Dewi sendiri, sejak di SMA sebelumnya sudah punya pacar yang sedang kuliah di ibukota provinsi.

Aku merasakan kalau Dewi berusaha untuk mendekatiku, adalah dari sikapnya juga. Misalnya saja setiap di kantin saat istirahat. Meskipun tengah asyik kongkow bersama sesama teman perempuan, dia seringkali meninggalkan teman-temannya, da menghampiriku yang duduk di pojok sendirian. Selanjutnya dia duduk di dekatku sambil bersama-sama menikmati makanan yang kami pesan. Kemudian dia pun selalu membayar makanan yang kupesan, walaupun semula aku berusaha untuk menolaknya.

Demikian juga di dalam kelas. Karena kebetulan aku duduk sendirian, dan kursi di sebelah kosong, tentu saja, Dewi seringkali meninggalkan kursi yang biasa ditempatinya, dan pindah di kursi sebelahku. Hal itu dilakukannya terutama apabila sedang ada ulangan, atau kebetulan mendapat tugas untuk membuat makalah. Bahkan jika ada tugas kelompok, Dewi selalu meminta untuk masuk sebagai anggota kelompok dimana aku berada.

Yang paling aku rasakan kalau Dewi bberusaha mendekatiku (dalam tanda kutip), adalah sikap yang ditunjukkannya di depan teman-teman yang seakan-akan diriku ini adalah pacarnya. Hal itulah yang seringkali membuatku merasa jengah karenanya. Bagaimana pun aku masih mencintai pacarku yang adik kelasku itu.

Apa boleh buat. Namanya juga manusia.  Ditambah lagi saat itu imanku yang kadarnya masih standar barangkali. Apalagi Dewi tak henti-hentinya  "menyerang". Pada akhirnya aku menyerah pada keadaan yang bisa juga disebut sesuatu yang unik.

Betapa tidak. Aku punya pacar, begitu juga Dewi. Sehingga apalagi namanya hubungan itu kalau bukan perselingkuhan yang di baliknya ada kebutuhan lainnya.

Terus terang saja, uang sakuku sehari-hari termasuk pas-pasan. Tapi setelah dekat dengan Dewi, tanki bensin sepeda motorku selalu terisi penuh. Terutama kalau dia mengajak hangout ke tempat-tempat rekreasi yang ada di sekitar kota kecil tempat tinggal kami. Begitu juga urusan pembayaran makan-minum, termasuk rokok dia yang menanggungnya.
Bahkan beberapa kali aku pernah dibelikan beberapa potong pakaian yang harganya lumayan mahal.

Sebagai timbal-baliknya nilai ulangan, maupun tugas PR  Dewi selalu bagus, tentu saja, karena dikasih contekan dan, malahan seringkali kukerjakan langsung. Demikian juga ketika ujian akhir kelulusan, nilai-nilai ujiannya hampir sama dengan nilai yang aku peroleh.

-

Mengingat kembali hubunganku dengan gadis teman sekelas yang bernama Dewi, lengkapnya Dewi Kania, aku hanya bisa tersenyum kecut.

Betapa saat itu aku sebagai seorang pria telah mencoba berselingkuh. Ditambah lagi dengan memanfaatkan kekayaan seorang perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

Eh, tapi tidak ding. Selain justru dia yang pertama kali "menggoda", Dewi pun bisa lulus dari SMA karena di baliknya mendapatkan dukungan sepenuhnya dariku. Bocoran jawaban soal-soal yang benar, tentunya.

Dan yang sampai sekarang membuatku tak habis pikir, pada saat kami menjalin hubungan perselingkuhan, dengan spontan aku pernah melontarkan candaan, " Jadi ban serep pun It's okay deh..."
Ketika itu Dewi justru mengiyakannya, seraya merangkul mesra...***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun