Seorang tetangga, sebut saja Pian (30), dan saya biasa memanggilnya ditambah ‘Ujang’* di depan namanya, mengingat usianya lebih muda dari saya, dua hari yang lalu datang ke rumah saya. Semula saya mengira kedatangannya hanya sekedar bersilaturahmi saja seperti biasanya, apalagi sudah sebulan ini kami tidak bertemu. Karena memang Ujang Pian ini selama sebulan penuh di berjualan tahu di Jakarta. Akan tetapi ternyata dia membawa persoalan yang membuat saya cukup terkejut juga.