KETIKA berumah tangga itu diibaratkan berproses memasak, sudah tentu aku akan menjadi aktor pemasak itu. Sialnya, ia kebagian peran sebagai eksekutor bagi setiap masakanku. Nyawaku seolah digantung pada selera lidahnya. Sementara lidah laki-laki itu hanya mendeteksi rasa sesuai suasana yang sedang menguasai moodnya. Saat mood di atas, lidahnya sehat, masakanku dinilai objektif. Sebaliknya, saat mood di bawah, lidahnya bagai pedang, bisa mengiris-iris bahan masakanku sebelum sempat kumasak. Aku harus siap mati kapan saja.
KEMBALI KE ARTIKEL