KOMENTAR
Puisi
Pilihan
Ketika Bidadari Kecilku Membacakan Puisi
16 Oktober 2020 20:48
Diperbarui: 17 Oktober 2020 12:09
231
42
Pagi ini engkau menyambutku Aku tersenyum, dan kuajak kau duduk di sampingku Agar tetap memberi sinar, pada mata pena Seperti biasanya Sebelum aku menyapa bidadari dan bidadaraku Di surga itu Kita bercakap-cakap berdua Menanyakan keadilan yang masih…. Susah dipegang ekornya, kataku Sedang kau minta langsung penggal kepala Seperti biasa, kita mulai berdebat Memanaskan mesin kepagian Lalu kau diam Aku pun diam, sesaat Baiklah, kita perlu bermusyawarah Untuk mencapai mufakat, mencari jalan tengah Lalu kita menertawakan hasilnya Jalan tengah, gampang didapat, hahahaha…. Kita diam lagi. Kita buntu lagi Di saat buntu, datang bidadari kecilku Engkau menyelinap di hatiku Bukan untuk sembunyi, melainkan memasang telinga Seperti yang sudah-sudah Membuatku jengkel, seringkali Bidadari kecilku Meniupkan kabar dari bibirnya nan mungil Katanya, ada berandal di surgaku Berandal kambuhan Yang biasa, obrak-abrik surgaku Porak-poranda rasaku Aku diam, berusaha menahan dentuman magma Yang sudah meletup-letup di dalam dada Engkau tiba-tiba menyembul Menyumpal telinga kanan Dan lantang menabuh gendang telinga Menjelma tetabuhan gendang perang, menyeponggang Aku berdiri serupa panglima perang Bergegas merangsek ke surga itu Sedang kau, mengajak para setan dan iblis Menghimpun kekuatan amarah, di ubun-ubunku Andai saja malam, gendruwo dan banaspati Pastinya kau himpun juga, hhhh…. Di surga itu, berandal sebiji kacang Kuhantam dengan orasi Singa Afrika Segenap mata, nyalang menatapku Api amarahku, seketika berkobar-kobar Membombardir dengan warna merah Semerah wajah yang tak bisa dipadamkan Tiba-tiba…. Bidadari kecilku lirih membacakan puisi “Selamat Ulang Tahun, Pak Guru” Hening. Hanya itu yang kurasa Kulihat, engkau menelusup Di tempat biasamu Pojok Kenangan. Untuk Siska dkk., 17.11.lupa tahunnya :)
KEMBALI KE ARTIKEL