kawan, mari kita bertemu
aku sedang menantimu di ruang persegi lima
ruang yang akan mempersatukan ruang hayati
di antara ayat-ayat penyembuh
bagi tubuhmu, tubuh kita
tubuh yang mempersatukan kedustaan dan cinta
cinta yang bisa menghanyutkan gunung
yang merata tanahkan bangunan keangkuhan
: tanpa basa-basi
tabik, tengoklah kearah kananmu
jika berkenan bukalah tabir penutup wajahmu, sejenak
agar bisa kulihat senyum manismu sebebas-bebasnya
senyuman yang merontokkan kuman-kuman di hati
yang melekat dan menggantung di jiwa raga para penyair
yang menggunakan syair-syairnya
untuk melumpuhkan hati siapa saja yang di-incar-nya
atau telah ditetapkannya dalam catatan batinnya
seperti yang biasa dilakukan oleh mereka yang sedang rindu;
seperti yang sudah kujanjikan
inilah sajak yang kutulis kemarin malam
di atas sebuah jembatan hati yang memelihara keangkuhan-keangkuhan
sebagaimana perilaku pemalak di lorong sepi
yang tak pernah bosan menjajakan cinta
cinta yang semakin melepuh
cinta yang sesungguhnya telah kehilangan nada
yang hanya bisa di beli di lapak-lapak cinta
oleh kaum penganut kebebasan, kaum bohemian;
maaf, jangan tanya siapa aku
aku bukan Chairil Anwar dengan binatang jalangnya; bukan pula WS Rendra dengan sajak pamfletnya; atau Widji Thukul dengan sajak-sajak perlawanannya; atau Umbu Landu Paranggi dengan rahasia cintanya di kuda merahnya;
: siapalah aku di dunia susastra; dunia yang bisa menjungkirbalikkan kebencian jadi cinta; dunia yang bisa melukis langit dengan kekuatan kata; dunia yang bisa membuat kebohongan jadi kebenaran; dunia yang bisa membuat kedamaian jadi peperangan;
: ya siapalah aku di dunia susastra ini; duniaku yang hanya sebatas intuisiku, dunia pembatas kebebasan ekspresiku sebagaimana kubermusik; begitu pula imajinasiku saat kubersajak memainkan dan mengurai mozaik-mozaik pembebasan sajakku ala avant garde di titik nol.
sumurserambisentul, 25 september 2020
arrie boediman la ede
---------------