1. Gelombang I
Pada gelombang ini, ada tiga aliran feminisme yang berbeda; radikal, liberal dan feminisme Marxis. Feminis radikal lebih menekankan pada sistem patriakri dan dominasi laki-laki yang membuat perempuan tertindas. Pada bagian ini, yang mengejutkan adalah Kak Putri memberi contoh bahwa konsep “Lady’s firts” adalah penerusan atau pelanggengan dari sistem partiarki itu sendiri. Kenapa demikian? Yah, karena secara tidak sadar, kita seringkali menganggap bahwa wanita adalah kaum rentan yang pantas diistimewakan. Namun, tanpa disadari pula, hal itu ternyata malah semakin melemahkan posisi perempuan.
Berbeda dengan feminis radikal, feminis liberal lebih memperjuangkan hal-hak perempuan saat itu yang sangat dibatasi. Sedangkan feminis Marxis lebih berfokus pada ketidakadilan yang muncul terhadap kaum perempuan karena kapitalisme. Di sini, masalah atau isu yang dianggat adalah pemberian upah yang tidak setara antara laki dan perempuan.
Secara umum, intinya adalah bahwa aliran-aliran feminisme yang ada pada gelombang I masih pada tataran memperjuangkan agar kaum perempuan harus memiliki posisi yang sama, tak ada yang lebih tinggi dan sebaliknya.
2. Gelombang II
Pada gelombang ini, ada aliran feminisme psikoanalisa dan juga feminisme eksistensialis. Di sinilah mulai muncul pikiran bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda. Para feminis pada bagian inipun masih dalam lingkup perjuangan agar laki-laki dan perempuan itu memiliki posisi yang sama, namun mereka sudah mulai memperjuangkan agar hak antara laki-laki dan perempuan bisa setara. Selain itu, kak Putri juga memberikan penekanan bahwa SAMA & SETARA adalah dua hal yang sangat berbeda. Oleh karena itu, kita bisa melihat ada kemajuan dalam perjuangan kaum feminis pada gelombang ini.
3. Gelombang III
Gelombang ini lebih dikenal dengan post-feminisme yang mana ada aliran feminsme post-modernisme, feminisme global/kultural dan ekofeminisme. Post-feminisme ini berupaya melakukan dekonstruksi dari pemahaman awal tentang feminisme namun mereka tetap merupakan bagian dari feminisme itu sendiri, jelas Kak Putri. Post-feminisme lebih menunjukkan performatif act karena pemahaman mereka sudah sampai pada tataran pengetahuan. Lebih dari itu, jika media adalah salah satu alat untuk menekan perempuan, maka mereka melawan media melalui media itu sendiri. Masih teringat jelas contoh yng diberikan Kak Putri tentang Madonna.
Kegiatan terus dengan pembagian kelompok menjadi tujuh kelompok, masing-masing kelompok tiga orang. Tugas yang diberikan akan berada di bawah payung besar tema “Pengalaman Perempuan”. Kelompok I & II mendapat tugas untuk membuat buletin, kelompok III & IV membuat program radio, kelompok V membuat film, kelompok VI & VII membuat satu paket kampanye. Sambil santap siang, setiap kelompok diberikan kebebasan untuk memilih topik sesuai dengan tema besar di atas. Semua kelompok terlihat bersemangat memikirkan topik dan mempersiapkan presentasi singkat sesudah ini. Setelah semua berkesempatan mensharingkan hal-hal yang akan dibuat terkait dengan tugas kelompok masing-masing, kami diberikan kebebasan untuk mengerjakan sampai batasan acara, jam 16.00 WIB. Ini karena besoknya, kami harus mempresentasikannya lagi sudah dalam bentuk yang lebih jelas.
Tepat pukul 16.00 WIB kami bubar dari ruangan namun semua kelompok masing-masing mengambil tempat di luar untuk mencicil pekerjaan. Kelompok saya, baru benar-benar pulang dari kampus sekitar pukul 18.00. Namun demikian, bagi saya, teman-teman kelompok saya, dan saya rasa bagi semua kelompok lain menjadi bagian dari momen workshop adalah yang terpenting.