Dengar,
dengarkan aku sekali ini saja!
Pastikan aku kau punya telinga
Ini tentang kau
Yang kemarin sore
menjejak rumputrumput hijau
Di halaman rumahku
Kau boleh saja murka
Tapi
jangan injak rumput malangku!
Wahai, dengarkan aku kali ini saja
Ini tentang kau
Yang mengirimiku
Sekantung mawar busuk
duri-duri sempurna menusuk
Kau boleh saja meradang
Tapi
tidak dengan melukai bebungaku!
Duhai, dengarkan aku sekali... saja
Ini tentang kau
Yang melempari atap rumahku
Dengan telur busuk dan terigu
Kau, bebas saja memaki
Tapi jangan sia-siakan bahan panganku
Miskinlah kini aku
Ini tentang anu
yang kau sebut berulang-ulang
Ini tentang anu
yang pada suatu ketika
kau teriaki sepenuh suara
Saban hari di tengah terik
Saban hari rela diguyur hujan
Ini tentang ANU!
Yang hanya kau
Hanya kau yang fasih tahu
Kau boleh saja menyebut ini neraka
Tapi jangan biarkan
neraka mengejarmu jua...
II
Kami tak kenal ibu kami,
Mula terlahir
Menyeksamai wajah-wajah
Kami tertawa
tralala-llili
mengurai airmata tanpa sesat
Tengah bertumbuh
mengayomi masing-masing pribadi
Kami terpaksa wara-wiri
Berlari dari satu ke satu dan satu lagi
Kala mengerti
Betapa jejak lahir kami
Bahkan tak bisa dibaui
Kami tak kenal ibu kami
Yang datang di akhir hari
membawa segudang prestasi
membuka luka lama
Perih tak terperi
Kami tak bertanya kemana saja?
Denyar bola mata mengisyaratkan
sepenuh hati meminta jawaban
Atas prahara di akhir hari
Saat kami baru benar-benar mengerti
Kami tak kenal ibu kami
III
Ayat-ayat peradaban
Di sini
Kami dicekoki
Semacam intuisi
Lewat sebait puisi
Lara pun terobati
Di sini
Kami disuapi
Semangkuk jampi-jampi
Menggeletarkan ruang-ruang hampa dalam diri
Di sini
Kami disuguhi
Senarai kesenjangan
di balik jubah hitam
melenakan
Dan di sini
Kami sudah kenyang diceramahi
Ayat-ayat peradaban
Arra_