ke bumi yang lain, aku
ingin menulis puisi
untuk dunia
Dunia yang pernah kita tinggal
Dunia tempat kita melukiskan kisah
Ku tempelkan kisah itu
Di dalam puisi-puisiku...."
****
Cinta Isak tidak kesampaian, semenjak itulah kehidupan Isak kacau sebab sudah sekian wanita yang Ia nyatakan cintanya selalu di tolak.
Sampai-sampai Isak mengutuk dirinya sendiri bahwa tidak ada arti hidup di dunia ini dan sering mempertanyakan kepada Tuhan;
"Wahai Tuhanku! Jikalau aku lahir ke dunia ini tidak seberuntung mereka, untuk apa aku masih ada di dunia ini menjalani hidup yang selalu menyiksa batinku?"
Dalam menjalani masa mudanya Isak mulai hidup dalam kegelapan: Ia seorang pemakai obat terlarang dan sering mengunjungi klub-klub malam demi melampiaskan rasa kesepian dan stresnya.
Saat itu Isak masih bekerja di sebuah hotel menjadi seorang pelayan namun setiap jam kerja pagi hari Ia selalu terlambat masuk kerja sehingga manager perusahaan mengakhiri kontraknya.
Kini Isak kehilangan pekerjaan, biaya kostnya pun menunggak selama dua bulan. Sementara kedua orangnya bergantung hidup dari gajinya itu, begitu pun dengan dirinya. Karena sudah dua bulan Isak tidak mengirim lagi uang makan setiap bulannya, juga kabar kepada kedua orang tuanya, ibunya menelpon Isak.
Tetapi nomor Isak tidak kunjung aktif sebab hp miliknya telah dijual untuk membayar biaya kostnya tersebut.
Karena sudah tidak ada lagi tempat tinggal, siang hari maupun malam, Isak tidur di sebuah gang yang penuh dengan sampah. Tubuh Isak menjadi kurus karena kekurangan makanan juga beban pikiran--kehilangan pekerjaan.
Agar Ia tetap bertahan hidup, Isak memungut sisa makanan dari tong-tong sampah yang dibuang oleh warga sekitar untuk menghilangkan rasa laparnya--"hidup layaknya orang gila."
Seusai makan pagi Isak merenung panjang kehidupannya di pojok gang tersebut dan mengenang perjuangan kedua orang tuanya selama ini atas dirinya. Kedua orang tua Isak kurang mampu tetapi dapat memberikan pendidikan yang layak bagi Isak sampai ke jenjang perguruan tinggi dan mendapat gelar strata satu--kota yang sekarang Ia tinggal.
Sehingga itu yang menggerakkan hatinya lalu beranjak dari duduknya itu dan mengunjungi hotel yang ada di kota tersebut untuk melamar pekerjaan. Satu per satu hotel dikunjungi Isak dengan memegang sebuah map berisikan lamaran kerja miliknya, namun tidak ada satu pun lowongan tersedia di sana.
Sore hari dengan kaki terseok-seok, haus dan lapar menggerogoti tubuhnya, Ia kembali ke gang tersebut. Tiba di gang itu dan duduk di selembar kardus sambil menatap langit, "Tuhanku! Di mana lagi aku harus mencari pekerjaan?" gurau dalam hatinya.
Isak mencari informasi pekerjaan di media (internet) tidak mungkin sebab Ia tidak lagi memiliki apa-apa selain dirinya. Sehingga dengan perut kosong Ia beranjak lagi pergi dari situ untuk mencari pekerjaan.
Kali ini yang dituju adalah perusahaan ritel namun di sana hanya dibutuhkan driver. Karena Isak tidak memiliki skill di posisi tersebut, Isak tidak bisa menerima tawaran dari perusahaan tersebut.
****
"Hei anak muda, bangun!" Seorang pemulung membangunkan Isak. Namun berkali-kali dibangunkan tetap saja, Isak tidak sadarkan diri.
Pemulung itu kemudian menaruh punggung tangannya di atas dahi Isak. Tangan pemulung itu terasa panas dan melihat tubuh Isak menggigil sehingga Ia tidak tega meninggalkan dia seorang diri serta udara yang begitu dingin malam itu.
Dari rasa simpati menggerakkan hati seorang pemulung itu sehingga Ia menggendong Isak untuk dibawa ke tempat tinggalnya.
Setelah tiba di rumahnya, merebahkan tubuh Isak di atas tempat tidurnya. Kemudian Ia mengompres kepala Isak dengan air hingga panasnya mereda sedikit demi sedikit. Namun Isak tetap belum sadarkan diri.
****
Gubuk pemulung tersebut dekat dengan pantai--di tepi. Dan cukup indah pemandangannya di malam hari karena Kota Manado dihiasi lampu beragam warna seperti bintang di langit.
Pagi hari Isak tersadar dan heran mengapa dirinya berada di gubuk tersebut dan tidak ada siapa-siapa-- pemulung itu telah pergi. Yang ada hanya sarapan pagi tertinggal untuk Isak dan selembar kertas di atas meja.
"Berlayar di tengah lautan
Ombak datang menghampiri
Memilih bertahan sampai tujuan
Keputusan ada di tanganmu sendiri
Engkau memang nakhodanya
Mereka adalah penumpangnya
Berpikirlah dulu sebelum pulang
Ingatlah dahulu sebelum menyebrang"
Bersambung....
Weda, 29 November 2023
Arnol Goleo [18:43]