Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Kisah Hidup Putri (Part I)

30 Agustus 2022   22:29 Diperbarui: 31 Agustus 2022   03:28 122 3
"Sebuah desa terpencil, jauh dari kota, tak ada sinyal. Di sana seorang bayi dilahirkan. Dan dibesarkan seorang ibu, tanpa ayah."

Bayi itu lahir. Satu tahun kemudian ibunya memberikan nama Putri. Setelah Putri berusia dua tahun ibunya membawa Putri keluar dari desa. Dan mereka tinggal di sebuah gubuk kecil tanpa dinding, di hutan.

Kini, Putri sudah berusia enam tahun.

"Bu, ayah di mana?" Putri menanyakan ayahnya.

"Ayah Putri kecelakaan ditabrak mobil saat ayah sedang jualan bakso keliling, waktu itu ibu sedang mengandungmu enam bulan." Mata ibu Putri berkaca-kaca saat menceritakan apa yang ditimpa Varno, suaminya itu. Bu Meylan tak menahan air mata yang meleleh di pipinya, mengingat semasa mereka pacaran sampai menikah Varno sangat menyayanginya.

"Tapi kenapa bu, kita tinggal di hutan, apakah kita tidak punya rumah?" Tanya Putri.

Dengan lembut ibunya menjawab. "Kita punya rumah Put!"

"Tapi kenapa kita tinggal di hutan ini, bu?" Putri mengulangi pertanyaan yang sama.

"Bu Meylan hanya menangis tak sanggup menceritakan kejadian enam tahun yang lalu sebelum dan sesudah bu Meylan melahirkan Putri." Bu Mey rasa belum saatnya untuk menceritakan kejadian tersebut kepada putri secara detail sebab Putri masih kanak-kanak. Putri belum siap.

"Maafkan Putri bu, kalau pertanyaan Putri melukai hati ibu." ujar Putri yang tak tega melihat ibunya menangis.

"Tidak Put ibu yang minta maaf, ibu menangis karena tidak membahagiakan Putri, hidup susah. Dan sekarang kita tinggal di hutan lagi. Andai saja ayahmu masih hidup mungkin kehidupan kita tidak seperti ini sebab ayahmu itu orangnya pekerja keras."

"Sudahlah bu jangan menangis lagi!" Sambil mengusap pelan-pelan belakang (pundak) ibunya, Putri berusaha menenangkan hati ibunya.

Kata ibu hidup itu disyukuri apapun yang kita alami. Kita ambil hikmahnya saja.

"Iya Put!" sambil mengangkat kedua telapak tangan mengusap pipinya itu seakan tak rela suaminya begitu cepat dipanggil oleh Sang Kuasa.

"Put istirahat ya ini sudah malam."

"Baik, bu." Putri pun tidur.

***

Sinar dari ufuk timur mulai terlihat menandakan malam sudah berlalu, hari yang baru telah tiba.

Bu Meylanpun bergegas bangun mempersiapkan sarapan pagi mereka.

Karena terkena asap dan panasnya api. Kedua telapak tangan tak tahan perih di mata serta dipenuhi keringat di wajahnya itu dengan pelan mengangkat tangan kanannya mengusap wajah, tak lama kemudian tangan kiri pun bergantian sehingga sebagian wajah bu Meylan berlumuran arang di dahi dan pipinya. Sebab kedua telapak tangannya dipenuhi arang, ubi yang ada dipegangnya itu.

Putri yang terbangun dari tidur tepat dekat kakinya, ibunya itu sedang membakar ubi kayu untuk sarapan pagi mereka.

"Selamat pagi sayang, sini sayang!" ketika bu Mey melihat Putri sudah bangun dari tidurnya.

Merekapun makan makanan yang telah dihidangkan oleh bu Mey di atas daun pisang. Makanan sederhana tak ada sepotong pun ikan di hadapan mereka, hanya ubi bakar toh di atas lembaran daun pisang.

"Putri pun makan dengan begitu lahap, karena lapar? Ataukah ia sudah terbiasa dengan makanan itu?" Entah!

Seusai makan. Bu Mey beranjak bangun dan berjalan.

"Bu mau pergi ke mana?" tanya Putri sambil berdiri lalu menghampiri ibunya.

"Put tunggu sebentar di sini, ibu hanya pergi sebentar mengambil ubi untuk makan siang dan makan malam kita nanti."

Putri mengangguk kepala. "Tapi ibu jangan lama-lama Putri takut sendirian di sini!"

"Iya Put ibu tidak lama." Sambil menoleh ke arah anak satu-satunya itu.

Bu Mey pun pergi ke kebun miliknya itu, yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari gubuk tempat tinggal mereka. Kurang lebih 40 meter berjalan tiba-tiba kakinya berhenti melangkah.

"Ibu..ibu tolong!" suara anak kecil minta tolong.

Bu Mey mendengar teriakan seorang  anak kecil tepat di belakangnya itu dengan cepat bu Mey memalingkan badannya dan berlari ke arah gubuk itu.

Sesampainya di gubuk, kedua tangan Putri sedang memeluk erat kakinya sambil menangis ketakutan. Bu Mey pun dikagetkan dengan seorang pria tepatnya berdiri di depan Putri. Ia langsung menghampiri Putri yang lagi duduk di pojok gubuk itu menangis ketakutan.

"Sudah sayang jangan menangis lagi ada ibu di sini!" Lalu ia memeluk erat Putri.

Putri baik-baik saja namun siapakah pria berambut putih yang ada di hadapan mereka itu? Mungkinkah Putri dan ibunya akan baik-baik saja?

Pria berambut putih itu mendekati mereka, bu Mey makin takut.

"Jangan mendekat!" Si..si..siapa kamu? tanya Bu Mey dengan bibir bergetar, nada meninggi dihantui rasa takut karena pria itu maju melangkah ke arah mereka.

Namun pria itu terus berjalan maju tak menghiraukan ucapan bu Mey.

"Mau apa kamu?"

Pria itu terus mendekat tiba-tiba...

Bersambung....

Bailengit, 30 Agustus 2022
Penulis: Arnol Goleo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun