Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

The Girl Last Night

13 Februari 2015   01:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:18 8 0
Rio bolak - balik mengecek handphonenya . Ia menatap layar kaca Handphone , tapi tak satupun SMS nya dibalas oleh Nadia . Rio tak kehabisan cara , ia me'miscall' Nadia siapa tahu Nadia akan mengangkatnya .

Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi

Tuutt Tuuutttt

" Sial ! " maki Rio dalam hatinya . Ini sudah yang ke - 10 kalinya dia menghubungi Nadia tetap saja tak ada panggilan yang terjawab .

" Ada apa denganmu , Nadia ? " Rio bergumam pelan . Pikirannya menerawang jauh , ia teringat akan kejadian tadi siang .

Rio mengarahkan sepeda motornya ke rumah Nadia , ia berhenti tepat di depan gerbang rumahnya .

" Nadia .. Nadia " panggilnya berulang kali berharap empunya rumah akan menemuinya . Ternyata bukan Nadia , tapi ibunya .

" Ini nak Rio kan ? " tanya ibunya .

" Iya tante , boleh tahu Nadia ada di rumah gak ? "

" Oh , Nadia dia barusan aja pergi . " ujar ibunya.

" Kalau begitu , terimakasih ya tante . " Rio mengangguk pelan sambil menyimpulkan senyum ramah pada ibunya Nadia .

Sekarang , Rio jadi bingung ke mana ia akan mencari Nadia . Teman - teman Nadia yang ditanyainya tak tahu menahu di mana keberadaan Nadia . Hanya saja ada satu perkataan yang mengusik hatinya .

" Oh Nadia ?! Bukannya gua mau manas - manasin elu ya , bro , tadi gua lihat si Nadia jalan bareng laki - laki . Kelihatannya mereka on the way ke Taman Bunga . " ujar Hendro .

" Ah elu bisa aja , Ndro . Ngeledek gua aja lo . " Rio terkekeh mendengar penuturan dari temannya .

" Gua serius lho . Gua ngeliat pake mata kepala gua sendiri kalo dia jalan sama cowok . Kayaknya mereka berdua ada hubungan spesial deh . " Hendro mengacungkan dua jarinya berlambang ' peace ' pada Rio .

" Kalo begitu gua mau pergi ngebuktiin kata - kata elo . Kalo omongan elu gak bener , gua tampol kepala lo . " Rio menggertak .

" Ya udah pergi aja sono . " Hendro melenggang pergi seraya Rio menancap gas sepeda motornya menuju taman bunga .

Sepanjang perjalanan , hatinya masih menerka - nerka siapa yang jalan bersama dengan Nadia , pacarnya tersebut . Apakah itu temannya , saudara , atau mantannya . Berbagai praduga terus bermunculan bersamaaan dengan kebimbangan dan kepastian yang tak menentu . Memikirkan ini saja membuat keningnya berdenyut pelan -- pening . Rio memijit - mijit kepalanya sejenak dan menaikkan laju sepeda motornya .

Sampailah ia di Taman Bunga . Rio melangkahkan kakinya dan mencari - cari di mana Nadia berada . Kaus oblong orange , skinny jeans , ikat rambut ' Hello Kitty ' seolah menandakan bahwa perempuan yang sedang mengitari jalan di sepanjang taman itu adalah Nadia , pacarnya . Tak habis pikir , Nadia sedang menggandeng tangan seorang pria , erat sekali . Sepasang kekasih itu bercengkerama , tertawa dalam keceriaan berdua . Rio melihat pemandangan ini ,  hatinya panas , darahnya mendadak mendidih , ia mengepalkan tangannya dan segera melabrak mereka .

" Hey apa yang kalian lakukan di sini ?! " sergah Rio .

" Rio ?! " Nadia menoleh seketika wajahnya tegang , ia langsung mengenyahkan genggaman tangannya .

" Siapa dia , Nadia ? " tanya Andrea pada Nadia .

" Dia Rio , pacarku . "

Rio menatap tajam ke arah Andrea , langsung saja Rio mencengkeram kerah bajunya .

" Kurang ajar kau ! " emosinya meledak . Kini tangan kanannya meninju muka Andrea .

Andrea terjatuh menerima pukulan dari Rio . Andrea merasa terancam , bangkit dan bersiap membalas pukulan Rio . Andrea berhasil memukul telak Rio di bagian perutnya , membuat Rio tersungkur mencium tanah . Rio lantas bangkit dan langsung meninjunya di bagian dada . Tumbukan keras itu membuat dada Andrea sesak dan terbatuk - batuk . Melihat lawannya lengah , amarah Rio semakin menjadi , Rio mengerahkan kekuatannya untuk meninju dan menendangnya secara brutal dan membabi buta , ia ingin menghabisi Andrea .

Nadia yang masih kebingungan di sana , melihat Rio yang semakin menggila menghajar Andrea , Nadia memekik keras guna melerai kedua lelaki itu .

" Hentikann ! " jeritnya .

Kedua lelaki yang tengah bergulat sengit itu menghentikan aksi mereka .

" Nadia , coba jelaskan kenapa kamu bisa jalan sama laki - laki gak tahu diri ini ?! " telunjuknya menuding ke arah Andrea . Andrea berusaha berdiri sambil memegang dadanya sengal dan menyeka darah yang berada di pinggir bibirnya .

" Seharusnya aku yang nanya sama kamu ? Kenapa kamu tega selingkuh di belakangku ?! " tukas Nadia . Ia tak mampu membendung lagi air mata di sela kelopak matanya .

" Apa maksud kamu ?! Aku sama sekali tidak mengerti ! " sanggah Rio . Andrea hanya menyimak lebih tepatnya menyaksikan sejoli kekasih yang terlibat pertengkaran itu .

" Jadi kau tidak ingat saat kau duduk berdua dengan Irene di restoran kemarin ? Ingatkah kau ?! " tegas Nadia .

Rio mencoba memutar - mutar kemabali memori di otaknya masih mencari - cari kebenaran dari perkataan Nadia seputar 'duduk berdua' , 'restoran' , 'Irene' . Ia masih mencerna baik - baik apa yang dikatakan oleh Nadia . Rio tercekat . Sekarang , ia bisa mengerti apa yang dimaksud oleh pacarnya itu .

Pertemuannya dengan Irene di restoran itu tak lain hanya sebatas silahturahmi . Irene sudah lama mengenal Rio karena mereka teman satu SD dan sekarang dipertemukan di universitas yang sama , pula berteman akrab dengan Nadia . Mungkin Nadia mencium kedekatan mereka saat ia melihat Rio , pacarnya duduk berdua dengan temannya saat ia mendatangi restoran itu . Tatapan mata itu tak biasa , ada rasanya yang tersimpan , mungkin terpendam di salah satu dari mereka . Entah Rio ataupun Irene . Dugaannya semakin menguatkan ketika tangan Irene mendekap tangan Rio , dan Rio tak bereaksi apa - apa menerima perlakuan itu . Ia mencurigai pacarnya main hati dengan temannya sendiri .

" Jangan berprasangka buruk seperti itu , aku bisa ... " Rio merendahkan tekanan bicaranya agar bisa meredam emosi pacarnya .

" Bisa membuktikan kalau kamu suka sama dia kan ? " potong Nadia .

" Nadia ! " senggak Rio .

" Ya kan Rio ?! " tegas Nadia lagi .

" Nadia jaga omonganmu ! Aku tak ada hubungan apa - apa dengan Irene ! Aku sama dia hanya teman ! " Rio membentak Nadia , emosinya memuncak , ia tak tahan lagi dengan semua tudingan Nadia pada dirinya .

" Andrea , ayo kita pergi dari sini . " Nadia berlalu dari hadapan Rio dan menarik tangan Andrea , rasanya ia ingin sekali meninggalkan taman itu secepatnya .

" Tunggu dulu , Nadia ! " Rio mencoba mencegat Nadia tapi ia gagal . Nadia mengencang pegangannya pada pinggang Andrea , sepeda motor Andrea melesat jauh meninggalkan Rio di sana .

Rio hanya termangut . Ia tak tahu kenapa kejadian ini bisa menimpanya -- sial . Memang benar , kemarin ,  ia pergi bersama Irene ke restoran . Tapi ia sendiri heran , siapa yang memberitahu Nadia kalau dia berada di sana . Ia juga tak sadar ketika dia sedang berbincang dengan Irene , tangan Irene sudah memegang tangannya .

Bodoh bodoh bodoh !

Rio mencak - mencak sambil tak henti dia merutuki dirinya . Tapi tak ada gunanya menyalahkan dirinya sendiri, semuanya sudah terjadi .

Rio melangkah maju menuju sepeda motornya , ia tak memperdulikan tatapan orang yang melihat pertengkarannya tadi . Rio langsung tancap gas meninggalkan taman itu karena dirinya sudah kepalang malu karena pertengkaran tadi .

Sudah setengah perjalanan ia lalui , pikirannya masih saja mengawang akan Nadia . Tak disangkanya , hanya kejadian kecil seperti ini saja Nadia sudah berpaling darinya dan berani - beraninya ia menggandeng mantannya yang sudah lama putus sejak 2 tahun lalu - gila .

Ngiung Ngiung Ngiung

Sirine ambulance berdenging kecil merusak lamunannya . Ambulance itu melaju kencang dari arah belakang , Rio sontak terkejut sambil menyingkirkan sepeda motornya ke kiri .

" Ambulan sialan ! " makinya pada ambulan itu . Tapi ambulan itu terus melesat tanpa memperdulikan makian Rio . Tak henti - hentinya sirine itu bergaung , sepertinya ada seseorang yang sudah mati atau kritis dalam mobil itu . Sepertinya .

Jam 19 . 00 , ia sudah berada di rumah . Dengan perasaan dongkol , ia membanting pintu dan memasukkan sepeda motornya ke dalam rumah . Ia tak memperdulikan ibunya yang berada di depannya . Rio hanya bisa membisu ketika ibunya bertanya kenapa ia membanting pintu dan bergegas menuju kamarnya .

Rio mengunci kamarnya . Ia merebahkan badannya ke kasur tanpa melepaskan jaketnya . Ia tak peduli . Kejadian hari ini membuat hatinya hancur lebur . Ia betul - betul bingung , mau dibawa kemana kekesalan ini , pada siapa dia lampiaskan amarahnya , pertanyaan retoris itu terus saja bergema di tengah kegalauannya .

Tak sadar , air mata sudah meluncur ke pipinya . Ini tak bisa lagi ditahankannya . Hanya air mata yang bisa mengungkapkan kala kata tak bisa lagi terucap .

Namun kesedihaan itu tak berlangsung lama baginya . Rio segera menghapus air mata yang masih membasahi pipinya dan mencoba menghubungi Nadia barangkali ia bisa membujuknya untuk memberitahu siapa yang mengatakan kalau dia sedang berada di restoran dan sekaligus meminta maaf jika itu diperlukan .

Sudah sepuluh kali ia coba menghubungi dan meng-SMS Nadia tapi tak satupun yang mendapat balasan .

" Ada apa ini ? " gumamnya lemah .

Ambulan , entah mengapa ambulan itu sangat melekat di pikirannya . Ambulan itu seperti membawa suatu pertanda . Bukan pertanda biasa bisa saja malapetaka . Jantungnya berdegup kencang , ketika ambulan itu hendak melintas di hadapannya .

" Apa yang dibawa ambulan ini sehingga aku jadi degdegan begini ? " rasa penasaran itu terus memuncak tapi hatinya yang masih dipenuhi rasa kesal , menahannya untuk tidak mengikuti ambulan itu lebih jauh dan memilih pulang ke rumah .

Pikirannya semakin kacau memikirkan Nadia yang tak jelas keadaannya . Rio memutuskan untuk keluar rumah untuk mencari angin malam guna menenangkan diri dan meninggalkan Handphonenya di kamar .

Ia menggiring sepeda motornya keluar dan dan men-stater nya . Sebenarnya , ia ingin sekali berpamitan dengan ibunya akan tetapi rasa bersalah masih hinggap di hatinya , sehingga ia memilih untuk memacu sepeda motornya meninggalkan rumah .

Pendaran sinar bulan menaungi kegelapan malam . Jangkrik bernyanyi merdu diiringi lolongan anjing malam menambah suasana jalan semakin mencekam . Padahal masih jam 8 malam , rasanya seperti sudah jam 12 malam . Ini yang tergambar dalam benak Rio melihat kondisi jalan Daan Mogot yang cukup ramai dilalui kendaraan pada siang hari sekarang lengang , tak satupun deru mesin terdengar .

Lima tanjakan yang dibuat berjarak 7 meter per tanjakan , membuat Rio harus menurunkan kecepatan sepeda motornya . Bukan tanpa alasan tanjakan itu dibuat . Tanjakan itu dibuat karena jalan Daan Mogot rawan kecelakaan . Dibalik ramainya jalan itu , ternyata menyimpan sisi kelam di dalamnya .

" Siapa yang berdiri di sana ? " Rio membatin .

Rio memicingkan matanya melihat bayangan seseorang tersorot lampu jalan . Seperti bayangan seorang wanita yang berdiri menunggu seseorang . Rio mencoba mendekat ke sana .

" Nadia ?! Apa yang kamu lakukan di sini ?! " tanya Rio tersentak sambil mematikan sepeda motornya .

" Menunggu kamu . " jawab Nadia .

" Sendirian ?! "

Nadia hanya berdeham menjawab pertanyaan Rio .

" Ada sesuatu yang ingin kubicarakan sama kamu . " tutur Nadia dengan mimik serius terpahat di wajahnya .

Rio kembali menghidupkan sepeda motornya dan mempersilahkan Nadia naik ke jok belakang sepeda motornya . Ia tahu ke mana tempat yang cocok untuk berbincang dalam situasi seperti ini - Taman Bunga .

Rio memacu sepeda motornya menuju Taman Bunga . Ada keganjilan ketika ia memandang wajah Nadia . Roman pucat dingin menghiasi paras ayu nya . Meskipun ia menyunggingkan senyum , tapi senyuman itu lebih menyerupai seringai kecil yang dipaksakan , agak menyeramkan .

Rio menoleh ke belakang sambil sekilas memandang wajah kekasihnya . Sama seperti yang dilihatnya tadi , melihat noda darah kering yang menempel di pelipisnya , Rio memberikan sapu tangan miliknya pada Nadia untuk dibersihkannya  . Rio langsung memalingkan matanya ke depan , dan kembali fokus pada sepeda motornya .

Akhirnya , tibalah mereka di Taman Bunga . hanya memakan waktu 10 menit dari jalan Daan Mogot . Rio memarkirkan sepeda motornya di samping bangku taman yang tergeletak di sana . Nadia sudah turun dari jok sepeda motornya dan melangkah menuju bangku taman . Rio langsung mengambil tempat di sebelah Nadia usai ia mengantongi kuncinya .

Hanya mereka berdua di sana , ditemani lampu taman yang bersinar lemah di samping mereka . Keduanya saling bertatap mata seolah ingin mengutarakan isi hati mereka . Nadia coba membuka pembicaraan .

" Rio maafin aku ya ?.. " ucap Nadia lembut .

" Maafin ? Maaf untuk apa ? " Rio bertanya balik pada Nadia . Rio sebenarnya tahu apa yang dimaksud oleh Nadia , tapi ia memilih untuk berpura - pura tidak tahu .

" Perbuatanku tadi siang . "

Rio sudah menduga kalau itu yang akan diucapkannya . Namun , ada hal yang beda saat ia mengucapkan kata itu . Rona - rona penyesalan teramat dalam tergambar jelas di wajahnya . Tatap mata sayu Nadia membuat hati Rio yang tadinya kesal , sekarang meluluh . Ia tidak tega kalau harus mengungkit - ungkit kejadian tadi siang , itu hanya bisa disimpannya dalam hati .

" Aku sudah memaafkanmu , Nadia . Jauh sebelum kau mengucapkan kata maaf itu . " Rio memandang wajah Nadia berkaca - kaca .

Kata - kata itu lepas begitu saja dari bibirnya itu . Ia sudah tak sanggup menyimpan rasa benci di hatinya , tak sepercik pun . Ia berharap Nadia tak menyimpan rasa benci itu di hatinya . Ia tak tak ingin hubungan yang sudah mereka jalin hampir tiga tahun itu kandas di tengah jalan , Rio berkeinginan hubungannya ini langgeng sampai di ranjang pelaminan .

" Rio , apakah kau akan tetap bersamaku ? " tanya Nadia wajahnya setengah menunduk .

Rio menegakkan kembali wajah Nadia yang tertunduk . Matanya menatap lekat - lekat ke dalam bola mata kekasihnya itu . Getaran - getaran cinta merasuk dalam diri Rio , membuat jantungnya berdegup kencang , darahnya mengalir deras , menghanyutkan mereka dalam gelora asmara yang begitu hangat . Rio mengangkat dan menggenggam erat tangan Nadia .

" Aku takkan meninggalkanmu . Kamu selamanya di hatiku . " Rio semakin mengeratkan genggamannya , seakan - akan itu adalah saat terakhir ia menggenggam tangan kekasihnya itu .

Nadia refleks memeluk tubuh Rio . Tangisan Nadia memecah kesunyian taman sejenak . Jangkrik yang sedari tadi bernyanyi , ikut hening mendengar isak tangis yang mengalun dari mulut gadis itu . Rio coba merangkulnya perlahan - lahan , merasakan hangat tubuh Nadia menyatu dengan tubuhnya . Kini Rio sudah merangkulnya , keduanya larut dalam syahdunya cinta  . Malam ini , dunia serasa milik mereka berdua , tak ada seorang pun bisa mengganggu .

" Rio bisa kau menungguku untuk sesaat ? " tanya Nadia yang sudah melonggarkan pelukannya .

" Ya tentu . " jawab Rio singkat .

Nadia beralih dari hadapannya menuju tempat yang gelap agak jauh dari bangku taman . Rio tidak terlalu detil menanya , ia tahu mungkin Nadia ingin menelepon orang tuanya sekedar memberi tahu di mana ia berada karena ia tidak sempat berpamitan dengan orang tuanya . Rio hanya menunggunya saja sampai ia selesai bertelepon .

Malam ini akan menjadi malam yang sangat indah baginya dan menjadi malam yang terakhir untuknya bisa bersama Nadia . Entah kenapa , ia bisa berpikiran seperti itu , ia juga tak mengerti . Wajah Nadia yang pucat dan noda darah yang telah mengering itu mengundang sejuta pertanyaan mengambang di pikirannya . Rio menepis , ia tak ingin berpikiran buruk lagi tentang Nadia .

Sudah lima belas menit ia menunggu , tapi Nadia tak kunjung datang menemuinya . Rasa khawatir dan was - was mulai menyergapnya . Rio bangkit dari kursi dan berinisiatif mencari Nadia , barangkali ia masih ada di taman itu , tak mungkin ia nekat pulang malam - malam sendirian . Jam tangan menunjukkan pukul 10 malam . Pantas saja , semilir angin malam semakin dingin menusuk kulitnya , menambah kesan mistis di taman itu .

Taman itu tak terlalu luas , jadi Rio tak perlu menghidupkan sepeda motor untuk mencari Nadia . Jangkrik dan kepik malam kembali bernyanyi , bukannya membuat hatinya tenang , mereka seolah menerornya dengan derikan yang semakin kuat dan menggema . Nyalinya ciut , ketika ia menangkap sayup - sayup lirih berbisik di telinganya  .

" Kau tidak akan bisa melihatnya lagi . " bisik suara lirih itu di telinganya .

" Hei , siapa kau ?! Kalau kau berani , ayo tunjukkan wajahmu , jangan bersembunyi ! " senggak Rio pada sumber suara tak berwujud itu .

Matanya liar mengedar ke seluruh sisi di Taman Bunga itu . Dan matanya tertuju pada seseorang misterius yang berdiri tak jauh di samping nya . Rio tersentak . Ia melihat seorang laki - laki dengan tampang dingin dan sangar memelototi dirinya . Tatapan itu amat menusuk , membuat Rio makin gentar dan memalingkan matanya , ia tak ingin berlama - lama menatap mata lelaki misterius itu - menyeramkan sekali , pikirnya .

Rio melirik lagi di sampingnya dan ternyata lelaki itu t'lah lenyap . Ia teringat akan Nadia yang mungkin sudah lama juga menunggu . Perkiraannya sungguh tepat , Nadia sudah menunggunya di sana .

" Nadia , darimana saja kamu ? Aku sempat khawatir mencari kamu . " ujar Rio ,bulir  keringat dingin meluncur pelan dari dahinya .

" Maaf , Rio , aku tadi mencari tempat yang terang jauh dari taman ini . " ucap Nadia dari bibir merah pucatnya itu .

" Lebih baik kita pulang , Nadia . Perasaanku mulai tak enak . " jelasnya .

Nadia hanya mengangguk pelan mendengar tanggapan dari Rio . Rio mengambil kunci yang berada di sakunya dan menyalakan sepeda motornya . Ia memacu sepeda motornya , meninggalkan taman itu .

Sepanjang jalan , Rio mulai was - was . Tampaknya ia seperti diawasi dari belakang . Ia melirik ke kaca spion dan tak melihat apapun di sana . Hanya Nadia masih duduk tenang , mengamati lukisan pemandangan di malam hari .

" Rio jangan antar aku di depan rumahnya , ya ? " ucap Nadia lirih .

" Lho memangnya kenapa ?!  " kata Rio sambil membuka kaca helmnya .

" Aku takut kamu dimarahi orang tuaku . " jawab Nadia pelan .

Rio melirik jam tangannya , jam 10 . 15 malam . Ia tak menyangka waktu akan berjalan secepat ini ketika ia menghabiskan waktunya bersama Nadia . Langsung saja Rio menambah kecepatan sepeda motornya agar Nadia bisa pulang ke rumahnya lebih cepat .

" Di sini aja , Rio . "

Rio mengerem sepeda motornya pelan . Ia tidak mengerti mengapa Nadia memilih turun di sini . Rimbunan pepohonan akasia yang tumbuh di pinggir jalan membuat bulu kuduk Rio meremang . Pepohonan itu seakan memiliki ribuan mata , melihat apa yang ada di sekelilingnya termasuk kedatangan mereka di sana .

Nadia turun dari jok belakang dan berpamitan pada Rio .

" Selamat malam Rio . Sampai jumpa besok . " Nadia mengulas senyum datar sambil berpaling dari hadapan Rio .

Rio memutar sepeda motornya , langsung menancap gas meninggalkan Nadia . Karena penasaran , Rio mencoba menoleh ke belakang , apakah Nadia berada di sana atau tidak . Ternyata , ia sudah menghilang . Cepat sekali ia pergi , padahal jarak dari jalan itu ke rumahnya sekitar 300 meter lagi , secepat itukah ia berjalan ?! . Entahlah . Yang pasti , malam ini banyak sekali keanehan yang terjadi pada dirinya .

Ayam jago sudah berkokok , sudah pagi rupanya . Rio sudah tampak rapi dengan rambut cepak yang disisir rapi ke atas , ia sudah siap menuju rumah Nadia . Jam 9 pagi , untung saja hari ini jadwal kuliah kosong , ia punya banyak waktu untuk mengajak Nadia jalan - jalan . Rio memasukkan gear sepeda motornya dan menjauh dari rumahnya .

Tibalah ia di sana . Tapi ia keheranan , melihat bendera merah di tancapkan di atas gedebok pisang dan kerumunan oarang berpakaian hitam berlalu lalang masuk ke dalam rumah  Nadia . Rio masih tak mengerti apa yang terjadi di sana , mencoba mencari tahu dengan bertanya pada salah satu keramaian orang di sana .

" Bang , bang ,  ada apa ini ?! Nadia mana ?! "

Berbagai pertanyaan dicecarkan Rio untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sana . Dugaan - dugaan negatif tentang Nadia mulai muncul di benaknya . Namun , Rio mencoba menenangkan pikirannya sebelum mendapatkan jawaban yang tepat dari seorang laki - laki yang ditanyainya .

" Kamu benar - benar tak tahu apa yang terjadi ?... " ujarnya lepas dengan nada merendah .

" Apa yang sebenarnya terjadi ?! Di mana Nadia ?! "

Kini Rio tak bisa mengendalikan emosinya , ia habis kesabaran menunggu jawaban dari laki - laki itu .

" Nadia sudah meninggal . "

Jantung Rio mencelos . Perutnya bergejolak hebat , mendengar apa yang barusan  dikatakan lelaki itu .

" Tidak mungkin ! kau bercanda kan ?! Kalau kau bercanda , tolong ,  ini sungguh - sungguh tidak lucu tahu ! "  Urat matanya memerah , Rio tak sanggup lagi membendung air matanya .

Lelaki itu hanya menatap kasihan padanya . Wajahnya menekuk lemah , air mukanya muram , hanya bisa menggeleng pelan .

" Aku tahu kau akan sulit menerimanya bahkan aku sebagai saudaranya sendiri . Kemarin sore ,  Nadia bersama dengan laki - laki yang memboncengnya mengalami tabrakan dengan truk diesel . Nadia tak sanggup lagi bertahan , menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 10 . 15 malam , sementara  laki - laki tersebut masih kritis di rumah sakit . "

Tanpa sadar , lelaki yang mengaku sebagai saudara Nadia , matanya berkaca - kaca meneteskan air mata , mengutarakan berita kematian adiknya sendiri . Rio yang masih dibalut shock dan tak percaya itu , wajahnya menegang , bibir kelu gemetar , meradang mendengar kabar dukacita tentang kematian Nadia .

Semua keanehan , keganjilan yang dirasakannya saat bersama dengan Nadia benar - benar nyata . Nadia yang ditemui nya tadi malam itu bukanlah Nadia yang asli melainkan [ ... ] , pasti kau tahu .

Dalam harunya , Rio melihat sosok yang berdiri jauh dari keramaian di sana . Wajah seputih kapas berlumuran darah kering , rambut panjang yang kusut berantakan itu tersenyum dingin padanya . Rio terperanjat menyaksikan penampakan Nadia yang sudah tak elok lagi , sebelum ia menghilang tersapu angin .

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun