Seperti biasa, aku tak pernah ragu, di jalan-jalan pasti akan penuh genangan air. Karena belum ada yang berubah.
Sampah-sampah dari manusia yang mengaku sadar masih menyumbat selokan-selokan kota.
Sebagian rasa peduli mungkin telah bersembunyi, dan sebagian lainnya sengaja mati. Semuanya berlomba menanam besi.
Semuanya berlomba dirikan bangunan megah, semuanya berlomba menutup selokan. Tapi tak berlomba bersihkan selokan.
Ketika hujan tak henti menderas, niscaya hadirkan banjir di mana-mana. Melihat keadaan ini, para penyair pasti tertawa dan berkata;
"Air di kotamu bingung mau ke mana, karenanya ia memilih tinggal dan Tuhan tidak pernah terlibat banjir di kotamu".
(Catatan langit, 18/03/19)