Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mencari Batas Antara Waspada dan Percaya di Jakarta

23 Februari 2010   13:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46 62 0
tadi sepulang kuliah, kira-kira pukul 18.30 rumah saya kedatangan seorang tamu tak dikenal. membunyikan bel rumah yang membuat saya yang baru saja selesai solat magrib jadi bergegas menuju pagar, mencari tahu siapa di balik pagar.

seorang perempuan yang saya taksir usianya tak lebih dari 30 mematung di luar sana. dengan muka kuyu dan setelan polo shirt hitam serta legging hitam panjang membentuk tegas lekuk tubuhnya.
saya tak kenal dia dan masih terus menerka siapa dia.
tak lama kemudian sang tamu bertanya apakah bapak saya ada karena dia ada perlu dengan ayah saya. sebelum menjawab pertanyaannya, saya tanya dia balik identitasnya dan ada perlu apa cari ayah saya karena ketika itu ayah masih solat magrib.

sang tamu yang belum saya biarkan masuk ke dalam memperkanalkan dirinya sebagai Cici (entah cici apa, yang jelas bukan 'ciap-ciap macuk cekolah'- hehe) dan seorang penjual bunga. dari sini saya mulai menerka kenapa ia cari ayah saya karena memang di rumah yang paling hobi bercocok tanam cuma ayah, koleksi kembangnya lebih heboh ketimbang koleksi peniti anak-anaknya (hehe..skip it!). kemudian sang tamu dengan potongan rambut pendek yang dicat sedikit coklat bercerita kalau ia butuh tambahan uang untuk melunasi kontrakannya (yang saya tidak ketahui dimana pula kontrakannya). Menurutnya, ia dulu pernah lewat juga depan rumah buat jualan kembang karena adiknya butuh biaya sekolah, dan dulu itu ayah saya yang iba langsung membeli kembangnya dan melebihkan sedikit dari harga penawarannya. pengalamannya itulah yang kini kembali membawanya ke rumah saya lagi. tapi pada saat tadi saya yang belum bisa percaya begitu saja cuma bisa memintanya menunggu lebih lama sampai ayah selesai solat atau dia bisa kembali datang di lain kesempatan.

jujur saja pengalaman seperti tadi: kedatangan tamu tak dikenal tak cukup membuat saya mudah mempercayai sang tamu. terlebih belakangan ini banyak penipu berparas aduhai (macam Selly) yang bebas berkeliaran. meski saya tahu si Cici tadi bukan Selly tapi siapa yang tahu kalau mereka punya modus yang sama?. Walaupun sebenarnya saya agak menyesal juga kalau ternyata Cici yang datang tadi memang orang baik-baik dan benar-benar sedang butuh uluran tangan. Jika demikian benar, tentu saya akan sangat merasa bersalah karena tak bisa membantu biar sedikit saja. Ujung-ujungnya sebagai golongan manusia standar, saya cuma bisa berdoa semoga si Cici tadi dimudahkan segala urusan dan keran rezekinya. Apalagi setelah dikonfirmasi, ayah saya memang pernah kenal Cici dan ceritanya tadi dibetulkan oleh ayah saya. Wah..wah..wah... bagaimana ini? semoga saja saya tak mewaspadai dan mencurigai orang yang salah.

forbidden room, 23 februari 2010
mumet, ruwet, pliket sepulang kuliah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun