Apa yang di utarakan oleh ketua DPD Irman Gusman dalam orasi politiknya di Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung mengemukakan, proses demokrasi di Indonesia masih mengalami masa transisi. Berdasarkan indeks demokrasi, proses demokrasi di Indonesia terutama dari sisi penyelenggaraan negara menempati peringkat ke- 60 dari 167 negara. Nilai tersebut masih di bawah Afrika,Papua Nugini,Timor Leste, bahkan Thailand yang banyak terjadi kudeta.
Papua Nugini maupun Timor Leste merupakan negara yang belum cukup umur lahir di dunia. Sedangkan Indonesia sudah ada sebelum negara-negara tersebut ada. Negara tanpa kontrol demokrasi yang baik hanya akan melahirkan penggelebungan kekuasaan. Ingat, super power mestinya dapat memajukan dinamika demokrasi. Jika demokrasi suram, menandakan bahwa sistem penyelenggaran negara penuh dengan KERAKUSAN kekuasaan belaka.
Sesuai dengan ruh dan semangat Pancasila, bagi sang nahkoda politikus daerah ini bahwa “Kita tidak boleh lelah mendorong demokrasi karena tidak ada sistem di dunia ini yang punya nilai universal selain demokrasi di mana di dalamnya ada persamaan hak, hukum, dan akses tentunya sesuai demokrasi Pancasila,”kata Ketua DPD Irman Gusman dalam orasi politiknya. Irman mengemukakan, proses demokrasi di Indonesia masih mengalami masa transisi.
Kok, dari dulu kata transisi demokrasi di pakai sebagai alasan pembenar dari upaya penegakan demokrasi di Indonesia yang nyatanya sengaja " di jarah " para elit di negeri ini. Apakah pembentukan perangkat hukum sepihak oleh presiden seperti pembentukan tim panja mafia pajak, atau penggunaan petunjuk polri sebagai alasan aparat polisi meneri uang dari freeport dan masih banyak lagi yang muncul seperti adanya pasukan militer " malaikat" di Papua. Kerakusan penguasan yang ada itu bukanlah bagian dari transisi demokrasi. Tetapi lebih pada watak kerakusan penguasa semata.
Ada lima faktor yang menyebabkan demokrasi yang belum sempurna dari negara baru seperti PNG dan Timor Leste. Pertama, proses elektoral yang masih terganggu karena berbagai hal seperti sistem pemilu. Kedua, fungsi pemerintah yang belum berkualitas karena SDM yang ada masih perlu ditingkatkan agar netral dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator maupun eksekutor. Ketiga, partisipasi politik di Indonesia dinilai masih rendah akibat proses rekrutmen yang terjadi di parpol hanya terjadi pada tingkat elite. Keempat, ada budaya parpol yang belum mendukung. Kelima, kebebasan sipil termasuk kebebasan pers yang masih belum stabil.
Irman melanjutkan, parpol sebagai instrumen utama dalam demokrasi menjadi pilar penting untuk menghasilkan para legislator dan pengambil keputusan. Tetapi, pilar tersebut saat ini mengalami masalah. Salah satunya terjadi banyak penyimpangan dan dinilai kurang independen.
Ini dia yang dimaksud dengan transisi demokrasi, khususnya Indonesia. Corak musyawarah dan mufakat sebagai idiom dialogis di Indonesia kemudian bermetamorfosa dengan corak demokrasi neoliberal. Kekebasan pasar di kawinkan dengan kebebasan dialog di Indonesia mengalami benturan yang dahsyat. Kasus pemilihan umum yang langsung oleh demokrasi liberal, bentrok dengan pemilihan umum bersifat musyawarah dan mufakat.
Kebebasan invidu yang di jamin dalam demokrasi liberal ( neoliberalisme ) menggusur habis budaya musyawarah maupun mufakat yang mengedepankan kepentingan bangsa. Anda bolah bebas, tapi jangan ambil freeport yah, semacam itulah perintah demokrasi liberal. Sedangkan freeport harus di pakai untuk kepentingan bangsa dan negara sesuai dengan semangat mufakat dan musyawarah.
Dalam praktek yang ada, musyawarah dan mufakat dilakukan hanya untuk memenuhi keinginan kapitalisme yang bernaung dalam payung neoliberal. Lebih parah lagi, kebringasan neliberal itu di jawab dengan pluralisme, suatu corak baru yang di kedepankan dalam alam demokrasi kapitalisme yang tetap saja tidak bisa mengangkat semangat demokrasi sejati. Celaka 12...