"Bali? emoh! Ndak punya uang aku meh main ke bali."
"...bali=mulih=go home=sangi dul!" sahut Jenni.
"Lah napae Jen? Baru istirahat kedua ini, ngko distrap Bu Mesha lo. " sambung Sigit.
"Iyo bener Sigit, Balik ae yo? Males ki, lagian kita yo ngga jadi Tamasya to? Orang Bu Ketan baru pergi kok." sela Hendra.
Seminggu sudah ujian kenaikan kelas berlalu. Biasanya hari-hari ini disambut bahagia oleh para Pandawa. Karena usainya ujian merupakan awal petualangan baru mereka. Masa liburan yang panjang, membuat mereka selalu antusias dan bersemangat. Apalagi setelah terdengar bahwa sekolah hendak mengadakan tamasya.
Namun sayang, karena kepergian Bu Ketan untuk penataran dan musim liburan yang mepet dengan datangnya bulan puasa, sehingga rencana tersebut harus dibatalkan. Hal ini membuat para pandawa teman-temannya galau bukan kepalang. Mereka tampak tidak bersemangat seperti biasa. Memang hal ini memberikan sedikit jeda nafas bagi para guru untuk tidak dipusingkan oleh tingkah laku mereka. Namun tetap saja beberapa guru merasa ada sesuatu yang hilang. Yaitu keceriaan.
"Jeng Mesha, kok saya prihatin ya sama anak-anak." keluh Pak Yula.
"Maksud bapak?"
"Itu anak-anak, lihat aja udah kaya ikan kepanasan, pada tidur-tiduran. Ndak seperti biasanya."
"Lha gimana lagi Pak, dengan tidak adanya Bu Ketan, acara tamasya terpaksa kita batalin. kita ndak bisa asal ngadain acara tamasya tanpa adanya beliau."
"Tapi apa ndak ada yang bisa kita lakuin jeng, paling ngga ngajak mereka maen kemana gitu, yang deket tapi ndak mahal. Jadi ndak perlu ongkos. Kalau masalah ijin, itu biar Bapak yang urus.
Sempat terdiam untuk berpikir akhirnya Bu Mesha mendapat ide.
"Pak saya punya ide!"
"Apa jeng?"
"Kita tanya Babeh aja. Gimana pak? Ide saya menarik to?" kata Bu Mesha sambil tersenyum bangga.
"..."