Banyak pemain yang harus dihadapkan pada terminasi kontrak pada akhir musim, yaitu pembayaran gaji yang lebih rendah dari kesepakatan awal dan kekurangan tersebut tidak akan dibayarkan. Contoh hal ini salah satunya terjadi di kubu Persiba Bantul, klub yang berlaga di Indonesia Primer League (IPL). Pemain pun menyetujui hal itu, para pemain menerima karena menggagap bahwa management masih memiliki itikad baik untuk membayar gaji para pemain walau tidak sesuai kesepakatan awal. Hal ini masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa klub lain, salah satunya yang menjadi sorotan media adalah nasib para pemain PSMS Medan versi DU.LI yang harus menerima kenyataan bahwa gajinya tidak dibayarkan. Namun, yang lebih sialnya saat mereka menuntut ke Jakarta dan mendatangi kantor PSSI. Mereka justru diancam menerima sanksi karena dinilai tidak mempunyai kode etik walaupun sebenarnya mereka menuntut haknya kepada otoritas sepakbola negeri ini. Selain hal itu, masih banyak lagi permasalahan lain yang menimpa klub-klub sepakbola Indonesia mulai dari klub besar Persija Jakarta, Sriwijaya FC, PSPS Pekanbaru dan klub lain seperti Bontang FC dan masih banyak yang lain.
Memang akibat penghapusan APBD untuk klub sepakbola membuat klub 'kocar-kacir'. Namun, bagi hemat saya hal ini sangat positif walau pada awalnya banyak yang 'keteteran' pula. Karena dengan penghapusan tersebut membuat klub sepkabola tidak 'berleha-leha'. Namun, harus mandiri mencari pendanaan dan tidak bergantung pada negara. Management harus kreatif agar mudah mendapat dana untuk membiayai operasional klub dan berharap tidak rugi diakhir untung bahkan bisa untung di masa depan seperti klub-klub di Eropa seperti Manchester United dan Real Madrid. Dan pada akhirnya sekarang sudah mulai muncul beberapa klub yang tetap bisa berjuang mengarungi kompetisi secara mandiri dengan cara mereka masing-masing. Memang belum ada yang bisa seperti klub-klub besar di Eropa yang meraup untung dan menjadi wadah bisnis menjajikan. Namun, hal ini sedang dibangun di Indonesia. Dan berikut pelbagai tipe asal mula dana para klub di Indonesia :
1.Sponsorship
Sponsor menjadi salah satu pokok penting dalam hal pendanaan klub. Hal ini bisa dilihat di pelbagai klub yang telah berhasil menjalin kerjasama yang 'apik' dengan sponsor dengan pelbagai imbalan dari klub tentunya. Seperti logo perusahaan di jersey pemain atau papan iklan di pinggir lapangan dan masih banyak hal lain tergantung dari inovasi management klub tersebut yang pastinya menarik minat sponsor dan menguntungkan satu sama lain. Di Indonesia klub yang tergolong sangat berhasil di bidang ini adalah Persib Bandung dan Persipura Jayapura. Tidak bisa diragukan lagi bahwa Persib Bandung kebanjiran sponsor. Hal ini karena sponsor mendapat sesuatu yang menurut sponsor memang sangat menguntungkan. Selain itu, karena Persib Bandung memang klub yang penuh sejarah, memiliki suporter yang fanatik, nama besar, pemain bintang nasional serta klub yang berprestasi walau sudah lama tidak menjuarai kompetisi namun setidaknya bisa bertengger di papan atas klasemen akhir dan pada akhirnya membuat nama sponsor lebih dikenal masyarakat. Beberapa sponsor dari Persib Bandung pun bukan sponsor yang main-main mulai dari perusahaan kopi, telekomunikasi serta motor dan pelbagai sponsor lainnya. Sedangkan Persipura Jayapura sang 'jenderal' persepakolaan Indonesia memang dikenal sangat berprestasi sehingga tidak susah mencari suporter salah satu sponsornya pun tak main-main yaitu perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat.
2.Tiket
Setiap pertandingan kandang seharusnya dapat dimanfaatkan klub sepakbola untuk mendapatkan keuntungan dari tiket pertandingan. Beberapa klub pun telah membuktikan bahwa memang pemasukan tiket sangat berpengaruh bagi klub. Panpel pun harus lebih kreatif dan menjalin komunikasi dengan pelbagai elemen agar pertandingan dapat berlangsung ramai dan tentunya tiket terjual habis. Beberapa klub yang terkenal dengan ramainya kedatangan suporter di setiap laga kandang adalah Arema Cronus, Persib Bandung, dan PSS Sleman. Ketiga klub tersbut mungkin hanya cerminan sedikit dari kefanatikan suporter sepakbola Indonesia. Bahkan dari data yang saya dapat di www.persib.co.id menunjukan bahwa suporter yang datang di laga kandang mencapai angka 349.536. Hal ini tentu menyegarkan bagi klub tersebut namun masalah suporter yang tidak membayar tiket sempat menjadi malapetaka yang pada akhirnya panpel bisa mengatasi dan menekan angka penonton tanpa tiket. Contoh lainnya datang dari klub asal Kabupaten Sleman yaitu PSS Sleman. Klub ini tergolong berhasil menarik animo suporter untuk datang di laga kandang, hal ini bisa dilihat dari pendapatan klub ini yang mencapai hingga 400 juta/pertandingan. Angka yang fantastis tentunya untuk klub yang bermain di kasta kedua IPL ini.
3.Badan Usaha
Badan usaha ini bisa melalui pelbagai bidang yang penting bisa dijual dan dibutuhkan masyarakat, tidak harus tentang bola namun keuntungnya untuk klub sepakbola. Badan usaha sendiri di bagi menjadi 2 macam, yaitu usaha suporter dan usaha klub. Di Indonesia pelbagai usaha yang dikembangkan oleh klub PSS Sleman baik dari klub itu sendiri atau usaha milik suporter mereka Slemania dan Brigata Curva Sud seperti PSS Store, Curva Sud Mart, Curva Sud Shop, Elja Ngangkring, Elja Radio, Outlet Slemania dan segera menyusul Elja Magazine serta pelbagai usaha lainnya. Bisa dilihat bahwa klub ini memiliki usaha yang tidak 'melulu' tentang sepakbola. Namun, tetap sebagian keuntungan untuk membiayai klub tersbut. Hal ini juga telah berhasil di pelbagai klub seperti di Persib Banung ada Persib Store, di Jogja ada Maident March dan rokok The Maident serta masih banyak yang lainnya. Jika dilihat dari sudut ketahanannya, Badan usaha saya nilai lebih menjanjikan untuk beberapa tahun ke depan asalakan dapat menembus ke pelbagai bidang yang memang dibutuhkan masyarakat.
4.Pemilik
Untuk yang satu ini memang terlihat cukup berat, karena pendanaan dibebankan pada pemilik baik perorangan atau perusahaan yang memiliki pemilik saham mayoritas klub. Pelbagai klub yang memiliki tipe ini seperti halnya Semen Padang FC milik perusahaan Semen Padang dan juga Produta FC milik Sihar Sitorus. Kelemahan tipe ini mungkin klub tergantung pada pemilik klub dan kandang klub bisa pindah ke kota satu dan kota lainnya tergantung kehendak pemilik. Namun, untuk mencari investor besar bagi klub sepakbola Indonesia masih sangat sulit apalagi belum teruji benar persepakbolaan Indonesia sebgai media bisnis yang menjanjikan.
Dari pelbagai tipe diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa klub cukup menonjol dan mandiri dalam mendanai klub untuk mengarungi kompetisi. Namun, satu masalah yang paling vital adalah dari ratusan klub di Indonesia belum ada satupun klub yang memiliki stadion sendiri. Klub di Indonesia hanya menyewa stadion milik PEMDA dan klub harus membayar uang sewa. Padahal jika stadion dimiliki sendiri bisa mengurangi pengeluaran sewa serta dapat dimanfaatkan sebagai sarana bisnis. Namun, ada kabar baik pun hadir, bahwa Semen Padang FC rencananya akan membangun stadion sendiri. Membangun stadion sendiri sekali lagi masalah dana karena memang dibutuhkan investor 'gila' yang mendanai pembangunan tersbut. Liga sebesar Serie A saja baru Juventus yang memiliki stdion sendiri. Namun, saya tetap optimis setiap klub Indonesia bisa berhasil memiliki stadion sendiri dan benar-benar menjadi klub profesional. Dan pembaca juga dapat menyimpulkan yang mana yang paling pro ?